Mongabay.co.id

Masyarakat Pesisir Bengkulu Tolak Tambang Pasir Besi di Seluma

Sistem tatanan air untuk persawahan rusak dan bentang alam Tanjung Budi terganggu akibat wilayah ini ditambang. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

 

Puluhan masyarakat Desa Pasar Seluma, Kecamatan Seluma Selatan, Bengkulu, berunjuk rasa dan bermalam di pintu masuk area penambangan pasir biji besi PT. Faminglevto Bakti Abadi, Kamis hingga Sabtu, 28-30 Juli 2022 lalu. Mereka mendesak perusahaan menghentikan penambangan

Masyarakat menilai, perusahaan tak mematuhi perintah Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, yang meminta berhenti beroperasi karena telah melakukan pelanggaran.

Perusahaan juga tak mematuhi Surat Edaran (SE) Bupati Seluma, Erwin Octavian, tentang penghentian sementara aktivitas tambang pasir besi terkait penolakan masyarakat Pasar Seluma.

“Kami, Koalisi Masyarakat Pesisir meminta perusahaan berhenti operasi, mereka melanggar peraturan pemerintah dan merugikan masyarakat,” kata Elda Nenti, warga Pasar Seluma, saat konferensi pers bersama Walhi Nasional, Senin [01/08/2022].

Baca: Tanjung Budi yang Bukan Lagi Lumbung Padi

 

Kondisi hulu sungai di Bengkulu yang kini banyak berubah menjadi wilayah pertambangan. Foto: Ahmad Supardi Mongabay Indonesia

 

Pada 22 Juli 2022, Gubernur Provinsi Bengkulu telah mengeluarkan surat rekomendasi kepada Menteri ESDM, Nomor 540/1317/B.1/2022. Isinya, pertama, meminta Menteri ESDM menurunkan tim untuk meneliti data temuan lebih detil. Kedua, meminta pembekukan dan mencabut izin usaha pertambangan [IUP] PT. Faminglevto Bakti Abadi. Rekomendasi berlandaskan survei lapangan Tim Terpadu Pemerintah Provinsi Bengkulu, Kamis [07/07/2022].

Temuan awal tim menunjukkan, ada aktivitas fisik penggalian dan pertambangan dengan adanya alat berat dan penumpukan pasir besi. Ada galian lubang tambang yang ditutup dan ada pembuangan limbah hasil tambang yang dibuang ke Sungai Muara Buluan, mengalir ke laut. Jarak bibir pantai dengan lokasi tambang sekitar 30 meter.

“Pelanggaran ini jelas, bahkan Tim Terpadu menyaksikan. Perusahaan harus berhenti,” ujar Elda.

Namun, lanjut dia, setelah Surat Gubernur Bengkulu dikeluarkan perusahaan tetap beroperasi.

“Mereka menggali dan mengoperasikan mesin pemisah biji besi.”

Elda menuturkan, pertambangan ini telah menghilangkan mata pencaharian masyarakat Desa Pasar Seluma yang sekitar 300 dari 500-an jiwa merupakan pencari remis. Remis adalah kerang yang hidup di pesisir pantai.

“Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk biaya sekolah anak-anak.”

Di Seluma, 100 remis ukuran kecil dijual seharga 35-45 ribu. Dalam waktu 4-6 jam, mereka bisa mendapatkan 100-400 remis.

“Artinya kami bisa menghasilkan uang sebesar 45 ribu hingga 180 ribu per 6 jam.”

Aksi penolakan warga Desa Pasar Seluma ini bukan kali pertama. Akhir 2021 lalu, ibu-ibu dan sejumlah aktivis lingkungan Bengkulu menduduki lokasi tambang tersebut lima hari. Mereka meminta alat berat dan lokasi penambangan disegel.

Baca: Tutupan Hutan Berkurang, Bengkulu Harus Fokus Perbaiki Lingkungan

 

Gubernur Bengkulu meminta aktivitas fisik penggalian dan penambangan PT. Faminglevto Bakti Abadi dihentikan. Foto: Walhi Bengkulu

 

Melanggar aturan

Data Walhi Bengkulu menunjukkan, rencana penambangan pasir besi PT. Faminglevto Bakti Abadi, sepanjang 2.400 meter. Lebar ke darat 350 meter dan ke laut 350 meter, dengan luasan 168 hektar di Desa Pasar Seluma, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma, Bengkulu.

Ibrahim Ritonga, Direktur Walhi Bengkulu mengatakan, lokasi tambang berbatasan dengan kawasan Cagar Alam [CA] Pasar Seluma seluas 159 ha yang ditetapkan melalui SK Menhut Nomor 113/Menhut-II/2011.

“Cagar alam merupakan kawasan suaka alam karena mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya perlu dilindungi,” kata Ibrahim, menukil UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Baca: Banjir dan Komitmen Pemerintah Bengkulu Menanganinya

 

Tampak alat berat berorepasi di perusahaan tambang pasir besi PT. Faminglevto Bakti Abadi. Foto: Walhi Bengkulu

 

Masalahnya, berdasarkan pengambilan koordinat dan analisis spasial yang dilakukan Walhi Bengkulu pada November 2021, diketahui seluas 3,7 ha konsesi perusahaan masuk kawasan Cagar Alam Pasar Seluma.

“Ini diperkuat dengan rapat monev KPK Prov. Bengkulu, Lampung, DKI, Banten Jakarta, 20 April 2015, dan pengumuman Kementerian ESDM RI Nomor 1343.Pm/04/DJB/2016 Tentang Penetapan IUP Clear and Clean ke-19 dan daftar IUP yang dicabut Gubernur/Bupati/Walikota,” kata Ibrahim.

Artinya, perusahaan tidak atau belum memenuhi syarat, berdasarkan UU 43 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Tak hanya itu, pesisir Seluma merupakan kawasan rentan bencana. Di beberapa tempat, terdapat bangunan tempat evakuasi sementara [shelter] tsunami yang dibangun dan diresmikan Kementerian PUPR, 23 April 2015. Salah satunya, di Desa Rawa Indah, Kecamatan Ilir Talo, sekitar 6 km ke Pasar Seluma.

Di Desa Pasar Seluma, tahun 2021, telah didirikan pos Tsunami Early Warning System oleh BPBD Kabupaten Seluma.

“Artinya, ada relasi sangat kuat terhadap bencana di sekitar pesisir Kabupaten Seluma,” jelasnya.

Baca: Bengkulu Juga Punya Varietas Durian Unggulan

 

Pantai rusak dan sumber air tercemar akibat perusahaan tambang ini beroperasi. Foto: Walhi Bengkulu

 

Riwayat perlawanan

Awal mula penolakan tambang pasir besi di Desa Pasar Seluma, Jumat [19/11/2021]. Ketika itu, lima kepala desa membentuk Koalisi Masyarakat Pesisir Barat guna memberikan dukungan kepada Desa Pasar Seluma untuk menolak pertambangan pasir yang berada di desa tersebut.

Penolakan bersama dilakukan karena dampak yang dihasilkan akan mengancam kawasan pesisir dan juga sumber kehidupan masyarakat.

Koalisi mengirimkan surat penolakan ke Kementerian LHK, Kementerian ESDM, dan Polda Bengkulu, tembusan KPK, Walhi Nasional, Gubernur Provinsi Bengkulu, Walhi Bengkulu, Bupati Seluma, Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, dan Dinas LHK Provinsi Bengkulu, pada 30 November 2021.

Bersama Walhi Bengkulu, mereka juga mengirimkan surat kepada Ombudsman Perwakilan Bengkulu, isinya adanya dugaan maladministrasi pertambangan pasir besi PT. Faminglevto Bakti Abadi. Juga, bersurat ke Polda Bengkulu terkait dugaan aktivitas ilegal pertambangan pasir besi perusahaan tersebut.

Walhi Bengkulu pun membuat petisi berjudul “Tolak Tambang di Pesisir Barat Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu” di change.org yang telah ditandatangani 430 orang, hingga Selasa [02/08/2022].

 

Exit mobile version