Mongabay.co.id

Tiga Perusahaan Pengolahan Ikan di Ambon Dihentikan, Ini Penyebabnya

 

Operasi tiga perusahaan pengolahan ikan di kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon, terpaksa dihentikan karena tak memiliki beberapa persyaratan administrasi, seperti Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang tidak memadai dan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP). Selain itu tidak dilengkapi dengan Nomor Induk Berusaha (NIB), serta Klasifikasi Baku Mutu Lapangan Usaha Indonesia atau KBLI.

Tiga perusahaan tersebut yakni, PT. Sumber Laut Maluku, PT. Adfani Bintang Samudra dan PT. Intimas Surya. Sanksi administrasi ini merupakan tindaklanjut Surat Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Nomor: B.553/ DJPSDKP/ VII/ 2022 tanggal 21 Juli 2022, ihwal pengenaan sanksi administrasi.

Bentuk sanksi kepada tiga perusahaan ini yakni, pemberian SP I dan paksaan pemerintah berupa penghentian sementara selama 30 hari. Sanksi tersebut tentu dengan penjelasan secara detail terkait Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.31/2021 tentang Sanksi Administrasi.

Menurut Mubarak, Kepala Stasiun PSDKP Ambon, sanksi kepada perusahaan-perusahaan tersebut, merupakan tindak lanjut dari hasil pengawasan selama periode Juli, tentu dengan sasaran Unit Pengolahan Ikan, yang beroperasi di Maluku dan Maluku Utara.

“Sanksi diserahkan langsung kepada pimpinan masing-masing perusahaan, diantaranya PT. Sumber Laut Maluku diterima oleh penanggung jawab Nova Ayu Siregar, PT. Adfani Bintang Samudera, Denny Rustandi serta Safna Varadilla Assagaf, Staf Quality Control PT. Intimas Surya,” kata Mubarak dalam rilis diterima Mongabay Indonesia, Selasa lalu (27/7/2022).

Dia menyebut, Dirjen PSDKP KKP menerbitkan surat peringatan (SP) dan paksaan pemerintah berupa penghentian sementara kegiatan selama 30 hari kepada PT. Sumber Laut Maluku karena beroperasi tidak dilengkapi NIB, KBLI sesuai produk, SKP yang berlaku dan tidak memiliki IPAL yang memadai, serta persetujuan/izin lingkungan sesuai dengan ketentuan.

Penerbitan SP I dan paksaan pemerintah berupa penghentian sementara kegiatan selama 30 hari juga diserahkan kepada PT. Adfani Bintang Samudera dan   PT. Intimas Surya. Kebijakan ini dilakukan sebagai respon terhadap dinamika yang berkembang serta untuk penerapan sanksi administratif yang berkeadilan.

baca : Apa Kabar Program Lumbung Ikan Nasional Maluku?

 

– Proses penyerahan sanksi administrasi oleh PSDKP kepada tiga perusahaan pengolahan ikan di Ambon. Foto: PSDKP Ambon

 

Sebelumnya, Direktur Jenderal PSDKP, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin menyampaikan, untuk mendengar langsung aspirasi masyarakat, dilaksanakan kegiatan konsultasi publik rancangan perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.31/2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan di Semarang, Jawa Tengah.

“Permen KP No.31/2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif saat ini sedang dalam proses perbaikan untuk menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat,” ujar Adin dalam rilis diterima Mongabay Indonesia pada 25 Juli 2022.

Adin mengatakan, pasca berlakunya UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), paradigma pengenaan sanksi diubah menjadi mengutamakan sanksi administratif sebagai primum remedium sedangkan sanksi pidana menjadi jalan terakhir (ultimum remedium).

Sanksi adminisitratif dirasakan lebih adil bagi pelaku usaha dibandingkan dengan sanksi pidana. Karena apabila pelaku usaha dikenakan sanksi administratif, maka mereka dapat menjalankan kegiatan usahanya sepanjang telah memenuhi kewajiban administratifnya. Sedangkan apabila dikenakan sanksi pidana di bidang kelautan dan perikanan, maka izin usahanya akan dicabut sehingga tidak dapat melaksanakan kegiatan usaha kembali.

Selain itu tujuan dari penerapan sanksi administratif adalah untuk meningkatkan kepatuhan bukan pemberian sanksi yang bersifat merugikan pelaku usaha.

Lebih lanjut, Adin menjelaskan, meskipun Permen KP No.31/2021 telah diundangkan sejak bulan Juli 2021, namun implementasi pengenaan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan baru mulai dilaksanakan sejak awal tahun 2022.

Hal tersebut memberikan ruang untuk sosialisasi dan persiapan yang memadai. Namun setelah dilaksanakan dalam waktu kurang lebih 6 (enam) bulan, ternyata diperoleh beberapa masukan dari masyarakat terkait perlunya penyempurnaan terhadap peraturan tersebut.

baca juga : Negara Tak Punya Duit untuk LIN, Khalayak Maluku: Negara Tak Adil

 

Sejumlah jibu-jibu (pedagang ikan) di Pasar Tradisional Mardika Kota Ambon, Maluku. Ikan-ikan ini diambil dari para nelayan dari berbagai lokasi di wilayah Kota Ambon. Foto: Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

 

Industri Perikanan

Dilihat dari sektor perikanan, Maluku memiliki potensi yang sangat besar, dimana kurang lebih 90% dari total wilayah Maluku adalah lautan, sementara secara kumulatif potensi sumberdaya ikan di Maluku yakni 4,6 juta ton per tahun.

Hal ini tentu menjadikan Maluku memiliki peran penting dan strategis bagi kegiatan perikanan laut nasional. Sumberdaya perikanan yang berlimpah sehingga wilayah Maluku dikenal dengan golden fishing ground.

“Maluku memiliki 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan  (WPP) masing-masing, WPP 714 dengan potensi perikanan 248,4 ton per tahun, WPP 715 dengan 587.00 ton per tahun dan WPP 718 dengan potensi 1.430.600 ton per tahun,” ungkap Restia Christianty, Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, kepada Mongabay Indonesia, Minggu (31/7/2022).

Meski demikian, lanjut dia, pemanfaatan sumberdaya perikanan di Maluku belum optimal dan tergarap dengan maksimal. Ihwal ini lantaran memiliki banyak kendala untuk mengoptimalkan sektor tersebut, seperti masih belum maksimalnya produksi dan produktivitas perikanan tangkap serta budidaya, kurangnya pemanfaatan kawasan potensial budidaya, dan belum berkembangnya industri pengolahan hasil perikanan yang dapat memberikan nilai tambah.

Selain itu infrastuktur pendukung perikanan tangkap seperti listrik dan air bersih juga belum terpenuhi secara optimal. Fungsi dan peran 2 PPN, 7 Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI), dan 4 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) juga tidak terkelola dengan maksimal. Disamping itu, belum adanya industri perikanan yang terintegrasi, yang dapat mengintegrasikan proses dari hulu hingga ke hilir.

Idealnya, Provinsi Maluku merupakan daerah penyuplai utama produk industri perikanan, dan diketahui sebagai lumbung ikan yang pertama. Meski begitu, suplayer utama pertumbuhan industri ikan di daerah “Seribu Pulau” masih terbilang lamban dari daerah lain di Indonesia, khususnya Pulau Jawa.

“Saya kira ini menjadi sebuah tantangan, bagaimana Pemerintah Daerah bisa menarik calon-calon investor dalam negeri maupun luar negeri agar berinvestasi di Maluku. Karena sebagai lumbung, added value  yang didapat di daerah terutama serapan tenaga kerja dan pergerakan ekonomi tidak cukup memberikan dorongan bagi pertumbuhan kesejahtraan masyarakat,” ujarnya.

baca juga : Menjaga Benteng Terakhir Maluku dengan Tata Kelola Perikanan Berbasis Adat

 

Sekelompok nelayan tradisional dengan perahu kecilnya sedang menangkap ikan di perairan Maluku. Foto : shutterstock

 

Ada Peningkatan

Sementara Muhammad Hatta Arisandi, Kepala Balai Karantina Ikan, Pengedalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Ambon mengatakan, industri perikanan di Ambon dan Maluku, sejauh ini mengalami peningkatan. Dimana, pada semester I tahun 2022 ada peningkatan volume ekspor sebesar 45,43 %.

“Pada semester I tahun 2021, volume ekspor sebesar 1.760.121 kg, meningkat menjadi 2.559.814 kg. Persentase kenaikan volume ekspor sebesar 45,43 %,” jelas Hatta kepada Mongabay Indonesia, Senin (3/8/2022).

Pada sisi nilai ekspor komoditi perikanan juga meningkat. Artinya pada semester I tahun 2022 naik jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2021. Dia menjelaskan, pada semester I tahun 2021, nilai ekspor komoditi perikanan sebesar 11,94 juta USD meningkat menjadi 18,73 juta USD pada semester I tahun 2022.

Menurutnya, komoditi perikanan Maluku diekspor ke 10 negara, yakni, China, USA, Vietnam, Japan, Malaysia, Singapura, Hong Kong, Australia, Korea Selatan dan Thailand. Sementara 5 negara tujuan dengan nilai ekspor terbesar adalah China, Usa, Vietnam, Japan dan Hong Kong.

Jika merujuk pada data ekspor tersebut, sambung Hatta, saat ini Industri perikanan Maluku mulai bangkit, dan BKIPM sebagai otoritas kompeten penjaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, terus berkomitmen untuk mengakselerasikan serta meningkatkan ekspor komoditi perikanan Maluku melalui program-prgram strategis.

 

Seorang nelayan Maluku memperlihatkan ikan cakalang hasil tangkapannya. Foto : shutterstock

 

Program-program tersebut diantaranya, Sertifikasi Cara Penanganan Ikan yang Baik (CPIB) kepada 10.000 UMKM di tahun 2022, kemudian Program Jemput Bola BKIPM Ambon dengan metode mensosialisasikan pentingnya penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan melalui HACCP.

“Serta sistem jaminan kesehatan ikan melalui CKIB diharapkan ada percepatan dan pemangkasan waktu layanan sertifikasi kesehatan dari 7 hari menjadi 1 hari,” katanya.

Guna meningkatkan jumlah Unit Usaha Perikanan yang memenuhi persyaratan ekspor, katanya, BKIPM Ambon juga melakukan pendataan Unit Pengolahan Ikan dan Instalasi Karantina Ikan yang ada di Provinsi Maluku, untuk selanjutnya akan dibuat data base sebagai dasar dalam penentuan target penambahan unit usaha perikanan yang akan disertifikasi HACCP dan CKIB pada tahun 2022-2024.

Dia juga menambahkan, sejauh ini perusahaan-perusahaan yang mengespor ikan dari Ambon ke negara tujuan berjalan sesuai koridor. Artinya kelengkapan administrasi terkait sertifikasi kesehatan ikan dan lainnya dipenuhi dengan baik.

“Kelengkapan administrasi perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspor terkait dengan sertifikasi kesehatan ikan sudah sesuai, kalau tidak sesuai maka permohonannya di-reject by sistem,” katanya.

 

Exit mobile version