Mongabay.co.id

Kebun Sawit Dalam Kawasan Hutan di Bangka, Ada ASN Daerah Terlibat?

 

 

 

 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan indikasi ada oknum Pemerintah Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, dalam pembukaan kebun sawit dalam kawasan hutan. Dua kendaraan pelat merah dan alat berat di perkebunan menjadi bukti kuat.

Perkebunan sawit ini berada dalam kawasan hutan produksi Sungai Sambulan, Desa Penagan, seluas 14,5 hektar. Yang sudah menjadi kebun sawit baru 9 hektar dengan estimasi usia 10 bulan.

“Kami temukan satu truk pelat merah, satu pick up plat merah dan alat berat eskavator dengan tanda di badan bertuliskan APBN 2017,” kata Cepi Arifiana, Kepala Sub Direktorat Tindakan Pidana Kehutanan KLHK saat dihubungi Mongabay, awal Agustus lalu.

Kepemilikan Pemkab Bangka terhadap kendaraan pelat merah itu dibuktikan lewat surat tanda naik kendaraan (STNK) yang disita penyidik. Berdasarkan hasil penyidikan, barang bukti ini disinyalir milik dari beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Kabupaten Bangka.

Meskipun demikian, dia tidak bisa merinci lebih lanjut dinas mana saja yang sudah terendus. “Kami pastikan sudah ada beberapa orang dan karyawan dari beberapa dinas yang sudah kami mintai keterangan,” kata Cepi.

Sebelumnya, dalam temu media penghujung Juli lalu Cepi menyebut sudah penetapan tersangka terhadap AY atas kasus ini sejak 1 Juli 2022. AY, warga sipil, bukan aparatur sipil negara (ASN).

Meski begitu, dia bilang, akan terus penyidikan berdasarkan bukti untuk mengembangkan kasus dan melihat sejauh mana keterlibatan oknum Pemkab Bangka dalam kasus ini. Termasuk, analisis citra satelit untuk mengetahui sejak kapan area itu dibuka.

“Sementara penyidik kemarin fokus pada pengiriman berkas dulu sambil menunggu arahan pengembangan kasus,” katanya.

 

Rasio Ridho Sani Dirjen Penegakan Hukum, KLHK (paling kiri), bersama jajaran kala jumpa pers daring akhir Juli lalu. Foto: tangkapan layar

 

Selain tiga barang bukti yang disebutkan, ditemukan juga dua gerobak dorong, dua drum dengan kapasitas 200 liter berisi solar. Juga, satu cangkul, empat smartphone, dua lembar cetak hasil tangkapan layar berupa bukti transfer dan empat lembar cetak hasil tangkapan layar berupa percakapan aplikasi WhastApp. “Semua BB [barang bukti] sudah memiliki penetapan sita dari pengadilan,” kata Cepi.

Kasus ini terungkap dari pengaduan masyarakat yang masuk ke Pos Penegakan Hukum KLHK di Bangka Belitung. “Lalu, aktivitas itu kami selidiki bersama teman-teman intel selama beberapa lama,” kata Yazid Nurhuda. Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK lewat sambungan telepon.

Untuk mengungkap kasus ini, KLHK melakukan patroli bersama dengan Dinas Kehutanan Bangka Belitung, UPTD KPHP Sungai Sembulan, UPTD KPHP Sigambir Kotawaringin, Babinsa Desa Penagan dan Babinkamtibmas Desa Penagan.

Tersangka terjerat UU Kehutanan. “Di mana semua orang dilarang mengerjakan, menggunakan, dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun, denda paling banyak Rp7,5 miliar.”

 

Ilustrasi. Kawasan hutan yangg jadi kebun sawit. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Limbah B3 di kawasan hutan

Selain kebun sawit, KLHK juga mengungkap penyalahgunaan kawasan hutan di Dusun Simargalih V, Desa Parungmulya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Ditemukan usaha penimbunan limbah bahan beracun berbahaya (B3) di sana.

Kawasan ini merupakan hutan produksi Perum Perhutani KPH Purwakarta yang menjadi areal izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS) Gabungan Kelompok Tani Mandiri Telukjambe Bersatu. “Ditjen Gakkum KLHK verifikasi lapangan pada 18 Mei 2022,” kata Taqiuddin, Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara dalam jumpa pers daring itu.

Limbah di lokasi ini antara lain peralatan medis berupa ampul lab kesehatan, botol bahan kimia, limbah elektronik atau limbah cartridge, kain majun bekas, filter oli, kemasan dan obat daluwarsa. Juga, cetakan sablon, filter bekas dari fasilitas pengendalian pencemaran udara hingga B3 daluwarsa.

Berdasarkan pemtaan drone, luas penimbunan limbah B3 di kawasan itu mencapai 0,18 hektar. Tidak ada izin lingkungan atau izin berusaha yang dikantongi tempat penimbunan limbah B3 ini.

Atas kasus ini, penyidik KLHK menetapkan MU sebagai tersangka. Bukti kuat berasal dari spanduk di kawasan penimbunan limbah B3 yang menyebutkan MU sebagai penanggungjawab.

MU kena pasal berlapis UU Kehutanan dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Penerapan UU PPLH ini karena aktivitas penimbunan limbah B3 terbukti melampaui baku mutu pencemaran lingkungan. “Kegiatan ini sudah berlangsung sejak 2018. Ini yang kemarin kita tangani, baku mutu yang dilampaui itu dari air di sekitar lokasi.”

Dia menyebut, di lokasi di bawah tempat kejadian perkara (TKP) ditemukan air lindi jauh melebihi baku mutu air. “Di limbah padat di TKP pun demikian.”

 

Ilustrasi. Limbah medis. Foto: Derri Nugraha

 

Meskipun demikian, lokasi penimbunan jauh dari lokasi pemukiman membuat dampak lingkungan tak dirasakan langsung masyarakat. Hanya ada warga yang berada di bawah TKP yang merasakan sumur tidak bisa lagi digunakan karena tercemar.

“Karena itu akan kami lakukan pemulihan lingkungan. Kami akan bekerjasama dengan ditjen terkait seperti Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan,” katanya.

 

Pidana berlapis

Dalam kasus di Kabupaten Karawang, KLHK memakai pendekatan pidana berlapis (multidoor) karena ada dua pelanggaran, kehutanan dan lingkungan. Pendekatan sama juga berpotensi dalam kasus di Bangka.

“Apalagi kalau ada upaya pencucian uang. Kami akan pakai instrumen itu karena kami diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang,” ucap Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK.

Kewenangan ini berasal dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PPU-XIX/2021. Dalam putusan itu, penyidikan TPPU tidak lagi hanya terbatas pada penyidik di Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.

Roy menyebut, pendekatan banyak pintu ini untuk memberikan efek jera bagi pelaku. “Kalau nanti diperlukan dalam pengembangan kasus, kami juga bisa kerjasamakan dengan penyidik lembaga lain,” kata Roy, sapaan akrabnya.

Exit mobile version