Mongabay.co.id

Ketika Perusahaan Tambang Nikel Masuk Pulau Wawonii [3]

 

 

 

 

“Apa lagi yang bisa warga lakukan selain bertahan mempertahankan kebun. Kalau kampung ini rusak. Mungkin harus pindah kampung, bertahan juga tidak mungkin karena pasti debu.”

Begitu percakapan warga di Kampung Roko-roko, di Pulau Wawonii, Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Warga khawatir karena perusahaan tambang nikel, PT Gema Kreasi Persada (GKP) akan masuk kampung mereka.

Wawonii bagian dari gugusan pulau di kaki Sulawesi, bersama Pulau Muna, Buton dan Wakatobi. Gugusan pulau ini jadi penting sebagai benteng alam pulau besar. Dari jarak terdekat Sulawesi, Wawonii hanya sekitar tujuh km. Jarak cukup dekat, sebagai lalu lintas satwa.

Wawonii jadi unik karena di pulau ini tak ada monyet dan anoa. di Muna, berjarak dengan Sulawesi sekitar 12 km, hidup primata itu.

Di Buton, jarak dengan Sulawesi sekitar 6 km, ada monyet dan anoa.

Babi Sulawesi (Sus celebencis) ada di tiga pulau yang bertetangga ini. Bagi warga Wawonii yang jadi nelayan, binatang berkaki empat seperti babi merupakan perenang ulung. Mereka acap kali menemukan babi itu dalam rombongan kecil melintas di lautan dan berpindah dari pulau satu ke pulau lain. Anoa pun demikian tetapi tak ada yang mendekati Wawonii.

 

Baca juga: Ketika Perusahaan Tambang Nikel Masuk Pulau Wawonii [1]

Pandan yang tersebar di Wawonii, sebagai bahan baku pembuatan tikar. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2015 menerbitkan buku Daftar Jenis Tumbuhan di Pulau Wawonii, yang mengidentifikasi sekitar 1.000 jenis tumbuhan. Lalu 2019, publikasi lebih utuh dalam Pulau Wawonii: Keanekaragaman Ekosistem, Flora dan Fauna mengidentifikasi kekayaan jenis krustasea (kopeppoda) sampai 51 jenis tergolong dalam 24 marga, 15 suku, dan empat ordo.

Kekayaan serangga khusus kupu-kupu di Kampung Lampeapi ada 45 jenis, beberapa merupakan endemik Sulawesi.

Ikan tawar ada 37 jenis, beberapa berpotensi sebagai ikan hias. Terekam pula 35 jenis kelompok Herpetofauna, ditemukan jenis katak endemik, penyu hijau dan penyu sisik. Untuk jenis burung di pulau ini terekam ada 70 jenis, sebagian dilindungi.

Pulau seluas 867,58 km2 i ini punya karakter utama pulau tersusun dari pantai dan perbukitan dari 0-850 mdpl. Ia disebut juga pulau karang dengan kawasan hutan alam yang bisa terletak jauh dari pemukiman. Ia berfungsi melindungi daerlah aliran sungai.

LIPI menemukan 11 jenis kelelawar. Salah satunya, jenis T. suhaeniahi merupakan rekaman baru semula hanya ditemukan di Sulawesi Tengah, pada 2004.

Keragaman hayati pulau ini, juga saya saksikan ketika berkunjung ke Wawonii pada Juni 2022. Di pinggiran hutan alam di Mosolo, kicauan burung begitu beragam. Kepodang dengan suara nyaring, dan teriakan burung paruh bengkok. Ketika mengunjungi kebun di Pelaporoa, dua kali dalam perjalan kami dikejutkan ayam hutan yang tiba-tiba terbang.

 

Baca juga: Ketika Perusahaan Tambang Nikel Masuk Pulau Wawonii [2]

Maleo, salah satu satwa yang hidup di Wawonii. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Bagi penduduk Wawonii, seperti di Kampung Roko Roko, ayam hutan masih mudah dijumpai di sekitaran kebun. Biasanya, terlihat tiga unggas itu mencari makan. Penduduk juga memasang jerat untuk menangkap ayam itu.

Namun, jerat kadang kala menangkap monde’. Monde’ adalah nama lokal untuk maleo. Satwa ini oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) masuk status terancam punah. “Ouwww, itu dilindungikah?” kata beberapa warga Wawonii.

Bagi warga, monde’, adalah burung indah, sekaligus menakutkan. Suleman, petani di Roko Roko, mengatakan, burung itu saat musim kemarau, selalu dijumpai di kebun. “Suaranya seram. Kalau orang tidak tahu suara monde’ di hutan, dipikir setan,” katanya.

Suleman dan beberapa petani di Roko Roko tak menampik kalau monde’ saat terjerat perangkap, biasa dikonsumsi. Daging alot, tetapi tetap enak. “Kalau sudah tau itu dilindungi, kami pasti tidak akan makan. Kasian juga, ternyata itu monde’ spesial ya,”

Di beberapa titik di Kecamatan Wawonii Tenggara, ada habitat bertelur monde’ (nesting ground), salah satu di pesisir yang kini jadi pelabuhan terminal khusus GKP. Di pesisir itu, pada musim bertelur, acapkali dijumpai maleo, menggali tanah berpasir untuk meletakkan telur.

Di titik lain, pesisir yang sudah jadi lokasi wisata penduduk, membuat maleo makin enggan menampakkan diri. Bahkan, ketika jalan utama kabupaten yang menghubungkan antar kecamatan dibangun dan makin ramai, maleo di pesisir jarang dijumpai.

Di pesisir lain, tak jauh dari Kampung Nambo, wilayah berpasir yang teduh dengan rindang pohon kelapa, tidak hanya menjadi wilayah habitat bertelur maleo, juga penyu. Penyu-penyu pada musim tertentu akan naik dan menggali pasir.

Saya memperlihatkan beberapa jenis penyu melalui mesin pencari di internet. Banyak warga mengenali beberapa jenis. Salah satunya, penyu belimbing yang biasa mereka jumpai bertelur di pesisir dekat Nambo.

Sekitar dua mil dari pesisir, rumpon-rumpon ikan nelayan terlihat. Bagi penduduk, nelayan dan bertani, adalah mata pencaharian, yang dilakukan dalam waktu bersamaan. Ketika senggang bertani, warga akan menjadi nelayan. “

Jadi, kalau ditanya, apa pekerjaan orang Roko Roko, bertani dan nelayan,” kata Taicy, anak muda Roko Roko.

 

Baca juga: Fokus Liputan: Morowali di Bawah Cengkeraman Tambang Para Jenderal

Kodok di Kampung Roko Roko. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Taicy masih sebagai mahasiswa di Kendari, pusat utama provinsi Sultra. Orang tuanya melakukan dua pekerjaan bersamaan. “Bapak saya, kalau pagi ke kebun, dan pulang siang. Lalu dia turun ke laut lagi, sampai jelang magrib,” katanya.

Bagi Taicy, orang Roko Roko adalah representasi keuletan.

Pada Juni 2022, ketika saya menyambangi rumahnya, kami makan siang dengan ikan cakalang segar. Daging manis. “Ikan tadi pagi, bapak pancing di luar sana,” katanya, sambil menunjuk lautan.

Kini, laut sudah tak begitu jernih lagi. Sisi lain Pulau Sulawesi, Desa Wia-wia, Kecamatan Laonti, Konawe Selatan, Warga , berhadapan dengan Wawonii terdapat pertambangan nikel perusahaan lain yang sudah beroperasi. Ketika kapal melintasi selat itu dari Kendari menuju Wawonii, terlihat jelas perairan di pesisir kawasan itu sudah keruh.

Hal inilah yang menjadi ketakutan warga. Bagi mereka, kalau GKP beroperasi, pesisir Roko Roko juga akan mejadi keruh.

Beberapa warga yang mencari ikan saat malam dengan menggunakan senter, kini mulai susah menemukan ikan berukuran besar. “Kalau dulu ikan besar itu, di sekitaran pelabuhan jeti perusahaan. Sekarang, kita nda bisa ke sana lagi, dan sudah tidak ada tempat kan. Jadi kita cari yang ada disekitar sini saja,” kata seorang nelayan.

Keterancaman hayati ini, juga dijelaskan dalam publikasi LIPI 2019. “Sebagai kawasan konservasi, sebaiknya tidak dilakukan penambangan yang dapat mengganggu kestabilan ekosistem dan keanekaragaman hayati di pulau kecil, seperti Wawonii,” tulis publikasi itu.

“Ssrangga dengan berbagai macam bentuk dan warna yang sangat indah juga berperan sebagai pelengkap ekosistem di pulau itu. Keindahan serangga ini memikat orang asing untuk menyelundupkan serangga ini ke negara mereka sebagai cenderamata.” (Selesai)

 

Baca juga: Kala Warga Wawonii Tolak tambang Terjerat Hukum, KKP Temukan Pelanggaran Perusahaan

Waega belah kelapa untuk bikin kopra di Roko Roko, Wawonii. Foto: Eko Rusdianto/ Monhabay Indonesia

*******

Exit mobile version