Mongabay.co.id

IOJI: Ada Dugaan Kapal Patroli Vietnam Lindungi Illegal Fishing di Natuna

 

Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) kembali mendeteksi dugaan kegiatan Ilegal fishing oleh Kapal Ikan Asing (KIA) maupun Kapal Ikan Indonesia (KII) sepanjang Maret hingga Juni 2022. Kegiatan ilegal fishing terjadi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 (Laut Natuna Utara) dan Zona Ekonomi Eksklusif Papua New Guinea yang berbatasan langsung dengan WPP 718 (Laut Arafura).

Jumlah terbanyak KIA Vietnam yang diduga melakukan illegal fishing di Laut Natuna Utara (LNU) pada bulan Mei 2022, yaitu 60 kapal. Kapal-kapal ikan Vietnam tersebut paling sering beroperasi di Laut Natuna Utara ZEE Indonesia non-sengketa, pada koordinat 106.2 BT hingga 109.1 BT dan 5.3 LU hingga 6.2 LU.

Berdasarkan hasil pengamatan Citra Satelit, IOJI mengidentifikasi pola operasi KIA Vietnam di ZEE Indonesia non-sengketa, yaitu dua kapal berlayar ke arah yang sama secara beriringan dengan jarak antar kapal antara 300-400 meter. “Pola ini merupakan ciri khas kapal ikan dengan alat tangkap pair trawl,” ujar Imam Prakoso Analis Senior IOJI dalam Diskusi Maritim “Illegal Fishing di Indonesia Pada Bulan Maret-Juni 2022”, 9 Agustus 2022.

baca : KIA Vietnam Makin Berani di Natuna, Nelayan: Kami Mau Makan Apa?

 

Tren operasi KIA Vietnam di ZEE Indonesia non-sengketa sejak tahun 2021 hingga Juni 2022. Sumber : IOJI

 

Ia juga mengatakan, penggunaan pair trawl oleh KIA Vietnam berdampak pada kerusakan karang sebagai habitat ikan. Alat tangkap pair trawl sendiri dikategorikan sebagai alat tangkap yang merusak sumber daya ikan dan dilarang penggunaannya di seluruh WPPNRI. Dugaan pelanggaran KIA Vietnam di atas dapat dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 30.000.000.000 (tiga puluh miliar Rupiah). “Pemerintah Indonesia seharusnya menindak dan menjatuhkan sanksi denda kepada KIA Vietnam sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Imam.

Imam mengatakan, berdasarkan Pasal 56 UNCLOS, Indonesia memiliki hak berdaulat atas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati maupun non-hayati di ZEE Indonesia. Negara lain tidak dapat ikut menikmati sumber daya tanpa izin Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia berwenang dan memiliki kewajiban utama (primary responsibility) untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk menindak pelanggaran pemanfaatan sumber daya ikan di ZEE Indonesia, termasuk penangkapan kapal dan penuntutan pidana.

 

Illegal Fishing KIA Vietnam Dilindungi Kapal Patroli

IOJI juga mendeteksi empat kapal patroli pengawas perikanan Vietnam yang berpatroli di sekitar garis batas Landas Kontinen RI-Vietnam, yaitu kapal Kiem Ngu 216 (KN 216), Kiem Ngu 220 (KN 220), Kiem Ngu 268 (KN268), Kiem Ngu 204 (KN 204).

Keempat kapal ini beberapa kali keluar masuk zona non-sengketa sejauh 7 hingga 10 mil laut dari garis batas Landas Kontinen, tidak jauh dari pusat intrusi KIA Vietnam di ZEE Indonesia non-sengketa. Pola operasi ini tidak hanya terjadi di bulan Maret-Juni 2022, tetapi juga sepanjang tahun 2021.

Imam juga menunjukkan data satelit dan video dokumentasi proses penangkapan KIA Vietnam oleh TNI AL pada 19 Juni 2022. Terlihat Kapal KN 268 terdeteksi melakukan shadowing terhadap KRI STS-376 ketika melakukan upaya penangkapan kepada KIA Vietnam BV5119TS. Operasi kapal VRFS dinilai IOJI sebagai tindakan escorting/pengawalan dan perlindungan terhadap aktivitas illegal fishing KIA Vietnam di wilayah ZEE Indonesia non-sengketa.

baca juga : Tiga Kapal Vietnam Ditangkap di Natuna, Ini Permintaan Nelayan

 

Kapal KN 268 terdeteksi melakukan shadowing terhadap KRI STS-376 ketika melakukan upaya penangkapan kepada KIA Vietnam BV5119TS. Sumber : IOJI

 

Manajer Program IOJI Jeremia Humolong Prasetya menjelaskan berdasarkan pertimbangan hukum dalam South China Sea Tribunal Award (2016), kegiatan illegal fishing KIA Vietnam BV5119TS dianggap sebagai tindakan resmi Pemerintah Vietnam dikarenakan tindakan pengawalan yang dilakukan oleh kapal patroli KN 268. “Dengan demikian, Pemerintah Vietnam dinilai telah melanggar kewajiban saling menghormati (due regard obligation) terhadap hak berdaulat Indonesia di ZEE Indonesia,” kata Jeremia.

Kolonel Laut (P) Amrin Rosihan, Paban ll Ops Sopsal memperkuat temuan IOJI bahwa banyak KIA Vietnam di Laut Natuna Utara yang tidak menggunakan AIS, selain itu temuan Amrin jumlah kapal VFRS (kapal patroli pengawas perikanan Vietnam) lebih banyak dari data yang disajikan IOJI.

Amrin mengatakan, pengalamannya bertugas di Natuna beberapa waktu lalu, ditemukan setidaknya dalam 1 hari paling sedikit ada 4 kapal patroli Vietnam. “Mereka mampu berada disana sepanjang tahun karena memiliki sistem logistik yang sangat baik, dari segi perbekalan maupun bahan bakar,” kata Amrin.

Kombes Pol Rustam Mansur, Kasubdit Gakkum Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri menyampaikan bahwa upaya-upaya represif harus dilakukan untuk menindak aktivitas-aktivitas ilegal dari kapal-kapal Vietnam, upaya preemtif dan preventif saja tidak cukup. “Kepolisian akan terus bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk menindak kapal-kapal asing yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia,” katanya dalam diskusi yang sama.

Perwakilan PSDKP KKP Febrianto Utama dan Ikhsan menyampaikan bahwa setiap hari pihaknya melakukan pemantauan dan analisis terhadap kapal-kapal ikan asing. Di bulan Juli, PSDKP mencatat kapal-kapal Vietnam memang dominan memasuki perairan Indonesia. Pada bulan Juli akan tercatat 126 kapal vietnam memasuki zona sengketa. PSDKP juga mengungkapkan bahwa KIA Thailand dan Vietnam banyak beroperasi dengan identitas kapal Malaysia di area sengketa RI-Malaysia di Timur Semenanjung.

baca juga : Ironis, Nelayan Natuna Terusir di Laut Sendiri karena Kapal Asing

 

Salah satu kapal asing Vietnam yang ditangkap TNI AL pada Januari 2022. Foto : Humas TNI AL

 

Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri mengatakan, nelayan Natuna keberatan terhadap keberadaan kapal-kapal Vietnam yang mengancam wilayah tangkap mereka dan merusak habitat ikan sehingga stok ikan semakin berkurang. “Selama 2 tahun terakhir, kehadiran KIA di Laut Natuna Utara sangat masif. Kapal-kapal Vietnam ini tidak pernah pergi dari LNU,” kata Hendri.

Ia berharap, Pemerintah fokus mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas nelayan-nelayan Natuna agar lebih ramai mengisi perairan di wilayah perbatasan sehingga tidak diisi oleh kapal-kapal asing.

 

Pelanggaran KII

Selain dugaan illegal fishing dari KIA Vietnam, IOJI juga mendeteksi dugaan pelanggaran oleh KII berukuran lebih dari 30 GT dengan alat tangkap jaring tarik berkantong di Laut Natuna Utara. KII ini diduga kuat melanggar jalur penangkapan karena beroperasi di area kurang dari 12 mil dari bibir pantai Pulau Subi di Natuna.

Berdasarkan Pasal 25 ayat (3) huruf c Permen KP 18/2021, kapal-kapal berukuran di atas 30 GT dengan alat tangkap jala tarik berkantong tidak diizinkan untuk beroperasi di WPP NRI 711 di bawah 30 mil laut dari bibir pantai.

Dugaan pelanggaran kapal-kapal ini dapat berimplikasi terhadap konflik horizontal. Apalagi mengingat masifnya operasi KIA Vietnam di LNU yang berdampak pada berkurangnya penghasilan nelayan lokal Natuna.

Berdasarkan Pasal 7 dan 100 Undang-Undang Perikanan jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pelanggaran jalur KII dengan alat tangkap jaring tarik berkantong diatas dapat dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.250 juta. Pelanggaran ini juga dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran (pelanggaran pertama), pembekuan izin (pelanggaran kedua), dan pencabutan izin (pelanggaran ketiga) berdasarkan Pasal 130 (2) Permen KP Nomor 58 Tahun 2020.

baca juga : Banyak Kapal Asing di Natuna, Sayangnya Patroli Laut Terbatas

 

Kapal asing Vietnam yang berhasil ditangkap Bakamla pada Desember 2021. Foto : Bakamla

 

Dalam rangka mencegah potensi konflik horizontal, IOJI merekomendasikan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengeluarkan moratorium terhadap perizinan baru dan perpanjangan izin kapal-kapal jaring tarik berkantong. Di waktu yang sama, KKP perlu melaksanakan kajian mengenai dampak kapal-kapal jaring tarik berkantong, terutama pada (1) kesehatan laut, (2) pola kepemilikan, (3) potensi konflik horizontal.

Hasil kajian ini akan berperan sebagai dasar evaluasi kebijakan kapal-kapal jaring tarik berkantong. Instansi-instansi penegak hukum di laut perlu untuk mensiapsiagakan kapal patroli di perairan Pulau Subi dan sekitarnya untuk mencegah terjadinya pelanggaran jalur penangkapan ikan oleh kapal-kapal jaring tarik berkantong.

IOJI juga mendeteksi dugaan illegal fishing puluhan KII berukuran 30 GT ke atas dengan alat tangkap pancing cumi di ZEE Papua New Guinea. Tren intrusi kapal-kapal yang terdaftar di WPP 718 ini dideteksi oleh IOJI sejak Februari 2022. Dua faktor yang dinilai IOJI mendorong intrusi ini adalah penurunan produksi tangkapan cumi/sotong di WPP 718 sejak beberapa tahun terakhir berdasarkan data FAO dan meningkatnya permintaan ekspor produk perikanan cumi berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Pada periode Juni-Juli 2022 setidaknya terdapat 21 (dua puluh satu) KII yang beroperasi di ZEE PNG. Kapal-kapal pancing cumi ini dimiliki perusahaan di Jakarta dan Pelabuhan Benoa, Bali.

Dosen Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Widodo mengatakan, sinergitas sangat perlu pada kondisi keterbatasan institusi pemerintah Indonesia dalam pengawasan laut. “Kalau masih mendahulukan ego sektoral sangat susah,” katanya.

Widodo mengatakan, pada tahun 2019 sudah pernah dilaksanakan diskusi persoalan LNU, yang dihadiri berbagai instansi kementerian, tetapi melihat data IOJI dan PSDKP KKP masih maraknya KIA Vietnam di LNU artinya tidak ada perubahan. “Apa yang disampaikan nelayan tadi itu sangat perlu dipikirkan, bisa saja LNU memang kosong sehingga KIA Vietnam leluasa melakukan illegal fishing,” kata Widodo.

 

Exit mobile version