Mongabay.co.id

Menyelamatkan Orangutan Kalimantan Harus Melindungi Habitatnya

 

 

Menyelamatkan orangutan kalimantan berarti kita harus menjaga hutan, habitatnya.  

Direktur Conservation Action Network [CAN] Indonesia, Paulinus Kristianto mengatakan, hutan di Kalimantan Timur merupakan rumah yang nyaman bagi orangutan kalimantan. Jika perilaku orangutan berubah, besar kemungkinan dipengaruhi habitatnya yang terus menyempit.

“Sejauh ini yang kami lihat, Kutai Timur dan Berau adalah kabupaten yang masih memiliki luasan hutan yang bagus dan berhubungan. Koridor di wilayah itu terbentuk alami, menghubungkan Wehea, Kelai, dan Nyapa,” terangnya, Kamis [18/08/2022].

Dia mengatakan, konflik manusia dengan orangutan kalimantan yang terjadi, tak lepas dari terganggunya ruang hidup orangutan. Pembukaan hutan skala besar, memaksa orangutan mencari sumber pakan, hingga ke kebun warga guna bertahan hidup.

“Untuk menjaga koridornya tetap bagus, perlu kerja sama tim yang baik. Ini melibatkan banyak stakeholder, tidak hanya masyarakat tapi juga pemerintah, pegiat lingkungan dan perusahaan yang berada di wilayah habitat orangutan,” jelasnya.

Saat ini, lanjut Paul, CAN Indonesia fokus melakukan pemberdayaan masyarakat di wilayah habitat orangutan di Kutai Timur dan Berau. Warga yang tempat tinggalnya beririsan dengan kehidupan orangutan, dilibatkan dalam misi penyelamatan.

“Kami bentuk tim patroli, agar tidak terjadi konflik. Tim tidak hanya bertugas di kawasan hutan lindung tetapi juga di luar areal tersebut. Untuk rescue, ada lembaga lain yang siap membantu,” ungkapnya.

Baca: Satwa Langka di Ibu Kota Baru Indonesia

 

Orangutan di pusat rehabilitasi Yayasan BOS Samboja Lestari. Foto: BOSF

 

Plt Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Kalimantan Timur, Ratna Juliarti, kepada awak media menjelaskan, faktor utama penyebab alih fungsi hutan di Kalimantan Timur dipengaruhi  perkembangan pembangunan industri. Faktor lainnya adalah populasi penduduk yang meningkat.

“Kerusakan hutan, diperkirakan menyebabkan orangutan memilih tipe habitat tertentu untuk mempertahankan hidupnya. Kondisi ini membuat orangutan hidup pada area yang berdekatan dengan aktivitas manusia, sehingga rawan konflik,” ungkap baru-baru ini.

Menurut dia, untuk menjaga kehidupan orangutan, baik yang juga berada di sekitar Ibu Kota Negara [IKN], maka pembangunan koridor satwa dilakukan, sebagai upaya perlindungan. Untuk itu, BKSDA Kalimantan Timur bersama mitra kerja akan terus melakukan upaya penyelamatan orangutan.

“Kegiatan penyadartahuan terkait konservasi dan mitigasi konflik orangutan, tidak henti kami lakukan. Sasarannya adalah instansi pendidikan, pelaku usaha kehutanan, perkebunan dan pertambangan, serta masyarakat luas,” urainya.

Baca: Studi: Deforestasi Ancaman Serius Kehidupan Orangutan Kalimantan

 

Orangutan di Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, ini diajarkan kembali di Sekolah Hutan agar bisa hidup di hutan bila dilepasliarkan nanti. Foto: Centre for Orangutan Protection [COP]

 

Penyelamatan

Dua mitra BKSDA Kalimantan Timur yang bekerja sama dalam penyelamatan orangutan adalah wilayah IKN adalah Yayasan Arsari Djojohadikusumo di Penajam Paser Utara [PPU] dan Yayasan Borneo Orangutan Survival [BOS] Samboja Lestari di Kutai Kartanegara [Kukar].

Manager Operasional Pusat Suaka Orangutan Arsari, Kissar Odom mengatakan, Yayasan Arsari merupakan tempat bagi orangutan yang tidak dapat dilepasliarkan [unreleasable] dan konservasi bagi satwa liar lainnya. Luasnya 11 hektar dan sudah berdiri sejak tiga tahun lalu.

“Ada tiga orangutan jantan dewasa yang menjalani karantina,” ujarnya.

Yayasan Arsari tengah menunggu izin pembuatan pulau orangutan, tempat tinggal orangutan yang sudah tua. “Pulau buatan merupakan tempat terakhir orangutan yang tidak dapat dilepasliarkan. Di pulau ini mereka akan menghabiskan sisa umurnya,” sebutnya.

Baca juga: Naik Status, Perlindungan Orangutan Kalimantan dan Habitatnya Harus Serius

 

Tiga spesies orangutan yang ada di Indonesia: pongo abelii, pongo tapanuliensis, dan pongo pygmaeus. Sumber: Batangtoru.org

 

Yayasan BOS Samboja Lestari, saat ini justru dihadapkan pada persoalan penyerobotan lahan dan perambahan hutan.

“Ada galian tambang batubara masuk tanpa izin. Sudah kami laporkan, tapi belum ada kejelasan sampai sekarang,” kata CEO Yayasan BOS, Jamartin Sihite, baru-baru ini.

Luas Samboja Lestari sekitar 1.763,72 hektar yang masuk empat kelurahan di Kecamatan Samboja. Kepemilikannya sah, dengan legalitas sertifikat hak guna yang berkahir Februari 2024. Tercatat, 124 orangutan dewasa di Samboja Lestari yang direhabilitasi. Ada pula 72 beruang madu yang dirawat agar bisa dikembalikan ke hutan.

“Adapula rumor yang dikembangkan, bila habis masa hak guna, masyarakat dan tambang bebas masuk ke Yayasan BOS,” ujarnya.

Manager Program Regional Kaltim Yayasan BOS, Aldrianto Priadjati menjelaskan, lahan BOS memiliki Sertifikat Hak Pakai [SHP]. Sertifikat ini dikeluarkan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara atas nama Yayasan Penyelamatan Orangutan di Wanariset I Samboja.

“SHP berlaku 19 Februari 2004 hingga 9 Februari 2024 dengan luasan 994,34 hektar. Kami tidak bisa memiliki Sertifikat Hak Milik [SHM] karena kami berbadan hukum yayasan, makanya hanya SHP.”

Selama berdiri, Yayasan BOS membeli lahan milik masyarakat bertahap. Bukti kepemilikan disimpan rapi agar tidak terjadi tumpang tindih. Saat itu kondisi lahan gersang, Yayasan BOS menanam pohon dengan tujuan untuk rehabilitasi orangutan.

“Kami tidak asal tanam, tetapi yang mendukung program rehabilitasi. Sekarang, sebagian besar ditebang perambah,” ungkap Aldrino.

Perambahan terjadi sejak Kementerian Desa mengklaim lahan Yayasan Bos merupakan Hak Pengelolaan Lahan [HPL] tahun 2019. Setelah masyarakat masuk, perambahan bertambah luas dengan alasan klaim masyarakat. Transaksi jual beli tanah pun terjadi. Tak lama berselang, tambang batubara datang.

“Klaim HPL dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di lahan milik kami sebanyak 537,9 hektar. Kami pertanyakan peta HPL yang resmi yang mana.”

Sementara, sejak tahun 2020 hingga kini, lahan BOS seluas 168,78 hektar diklaim pihak tambang batubara.

“Banyak alat berat di areal kami. Pembukaan lahan sudah dilakukan, tumpukan batubaranya ada. Mereka masih beraktivitas,” pungkasnya.

 

Exit mobile version