Mongabay.co.id

Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Tinggi, Pencegahannya?

Binturong [Arctictis binturong] di PPS Alobi. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

 

Sebanyak 304 ekor satwa liar dilindungi diamankan Subdit IV Tipidter Polda Jawa Timur, dari sejumlah tempat di Jawa Timur, seperti Jombang, Bojonegoro, Sidoarjo, Lamongan, dan Nganjuk. Satwa itu terdiri burung [291 ekor], mamalia [11 ekor], dan reptil [2 ekor].

Jenisnya, ada binturong, walabi, yaki, kuskus, lutung budeng, lutung surili, owa jawa, dan berbagai jenis burung seperti elang laut perut putih, gelatik jawa, maupun cendrawasih raja.

Polisi mengamankan 5 tersangka yang dijerat dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Satwa-satwa itu seharuanya tidak boleh ditangkap di alam, terlebih diperdagangankan, sebagaimana diatur dalam Permen LHK Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Baca: Mengapa Perdagangan Satwa Liar Ilegal di Indonesia Tinggi?

 

Binturong [Arctictis binturong] di PPS Alobi. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Mereka terbukti menyimpan satwa dilindungi tanpa surat resmi dari pihak berwenang [BBKSDA] serta  memperdagangkan di pasar secara langsung maupun daring. Burung cenderawasih dijual seharga Rp20 juta, sedangkan binturong dihargai Rp40 juta.

“Penjualan dilakukan tertutup melalui komunitas dan media sosial,” ujar Kombespol Dirmanto, Kabid Humas Polda Jawa Timur, Jumat [26/08/2022].

Pelaku mendapatkan satwa liar dari sejumlah daerah di Sulawesi dan Jawa Barat. Mereka juga meminta warga di sekitar hutan untuk mencari satwa yang dipesan.

“Mereka meminta warga mencarikan satwa yang dipesan. Rata-rata warga tidak tahu satwa itu dilindungi,” tambah Wadir Reskrimsus Polda Jawa Timur, AKBP Zulham Effendy.

Baca: Pelepasliaran, Prioritas Utama Satwa Liar Hasil Sitaan Perdagangan Ilegal

 

Barang bukti satwa dilindungi yang disita dari pelaku ditunjukkan di Polda Jatim. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Kepala Seksi Perencanaan, Perlindungan, dan Pengawetan, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur, Nur Rohman, mengungkapkan bahwa beberapa satwa akan diklasifikasikan terlebih dahulu sebelum dilepasliarkan. Sedangkan yang belum layak dilepaskan, akan direhabilitasi di kandang transit BBKSDA Jawa Timur. Perawatan kesehatan dilakukan karena sebagian satwa yang disita dalam kondisi sakit.

“Sudah dimasukkan ke pusat rehabilitasi, seperti lutung dan sebagainya. Sebagian lagi dititipkan ke lembaga konservasi untuk perawatan. Rencananya, bila sudah ada izin jaksa, sebagian akan kita kembalikan ke habitatnya, kita lepasliarkan,” ujarnya, Selasa [30/8/2022].

Nur Rohman menyoroti pemberian sanksi yang masih jauh dari hukuman seharusnya. Dampaknya, pelaku tidak takut akan sanksi yang diberikan. Selain itu, penjagaan dan pengamanan di kawasan asal satwa liar masih menjadi persoalan yang mesti dibenahi.

“Selama ini kami hanya bisa meminta dan mengonformasikan ke BKSDA asal satwa liar ditangkap. Harapannya, pintu keluar lebih diperketat. Kalau di sini sering menangkap tapi disana lolos, harus kita tingkatkan lagi keamanannya,” imbuhnya.

Baca: Tuntutan Jaksa Tidak Maksimal, Pelaku Kejahatan Satwa Liar Tidak Takut Hukuman

 

Binturong yang disita dari pelaku perdagangan satwa di Jawa Timur. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Ubah Pola

Maraknya perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi, sangat disayangkan pendiri PROFAUNA Indonesia, Rosek Nursahid. Menurut Rosek, sudah saatnya pemerintah mengubah pendekatan penanganan perdagangan satwa, dari hanya menangkap pelaku menjadi meningkatkan patroli dan pengetatan kawasan.

“Kita sudah punya gambaran umum, misal burung nuri, kakatua, pasti diambil dari Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Di situlah harus ada upaya patroli rutin, edukasi, serta pelibatan masyarakat lokal,” terangnya, Selasa [30/08/2022].

Baca juga: Jawa Timur Masih Tujuan Utama Penyelundupan Satwa Liar

 

Elang dan berbagai jenis burung yang disita dari pelaku perdagangan satwa dilindungi di Jawa Timur. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Langkah itu menurut Rosek, akan lebih efektif mencegah perburuan satwa di alam, sehingga tidak banyak yang keluar kawasan untuk diperjualbelikan.

“Mencegah satwa ditangkap di alam harus dilakukan maksimal,” lanjutnya.

Perburuan satwa di alam, juga tidak lepas dari longgarnya pengawasan di zona inti atau zona rimba di kawasan taman nasional serta hutan lindung. Untuk itu, pengawasan jangan hanya diperketat di pintu masuk saja. Harus ada patroli rutin atau setiap pos selalu dijaga.

“Biasanya, penangkap burung, pemburu satwa, ataupun penangkap primata, masuk dari jalur yang longgar,” ujar Rosek.

 

Exit mobile version