Mongabay.co.id

Hiu Paus Kembali Mati Terlilit Jaring Nelayan di Flores Timur. Apa Solusinya?

 

Warga Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timu (NTT) pagi itu, Rabu (31/8/2022) mendatangai pesisir pantai Ritaebang.

Warga ingin menyaksikan seekor ikan hiu paus (Rhincodon typus) yang ditangkap nelayan. Bahkan ada warga yang datang dan ingin mengambil daging hiu paus yang telah mati tersebut.

Hasil identifikasi tim pengawas laut Flores Timur, panjang keseluruhan hiu paus 6,30 m, panjang sirip dada 1,26 m, panjang sirip ekor 1,55 m dan panjang kelamin 0,57 m. Hiu paus jantan ini memiliki lebar dada 1,80 m dan lebar mulut 1,08 m.

Kondisi hiu paus saat ditarik nelayan ke pesisir pantai memang sudah dalam keadaan mati. Butuh waktu beberapa jam menarik hiu paus tersebut dari tengh laut ke pesisir pantai.

Saat dihubungi Mongabay Indonesia, Kamis (1/9/2022) Bernadus Bawa Hayon (38) nelayan Ritaebang mengisahkan, Selasa (30/8/2022) malam sekitar pukul 18.30 WITA dirinya melepas pukat hanyut (gill net).

Jaring dilepas di tengah laut di antara Pulau Flores dan Pulau Solor tepatnya dekat perairan Desa Kawalelo. Sekitar jam 23.00 WITA, ia menarik pukatnya untuk mengambil hasil tangkapan.

baca : Dalam Dua Hari, Tiga Hiu Paus Terdampar di Pesisir Selatan Tapal Kuda

 

Seekor hiu paus (Rhincodon typus) yang mati terlilit jaring nelayan dan ditarik ke pesisir pantai Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Tim Terpadu Pengawasan Laut Flores Timur

 

Dirinya terkejut ketika melihat seekor hiu paus sudah terlilit di jaringnya dalam keadaan mati. Jaring ini pun ditarik menggunakan perahu motor hingga ke pesisir pantai Ritaebang. Butuh waktu sekitar 3,5 jam untuk bisa mendaratkan hiu paus di pantai.

“Saya tidak bisa memperkirakan sudah berapa lama hiu paus terkena jaring. Saat saya lihat, hiu pausnya sudah dalam keadaan mati terlilit jaring,” ucapnya.

 

Hendak Dikonsumsi Warga

Setelah melepaskan jaring yang melilit di badan hiu paus dengan hati-hati agar kulitnya tidak lecet, Bernadus langsung melaporkan peristiwa ini kepada Ketua Pokmawas Pedan Wutun, untuk dilaporkan ke lembaga yang berwenang di Kota Larantuka, Ibukota Kabupaten Flores Timur.

Anggota Pokmaswas Pedan Wutun ini mengakui, sekitar pukul 16.00 WITA, sudah banyak masyarakat yang mendatangi pesisir pantai. Masyarakat minta agar daging hiu paus dipotong untuk dikonsumsi.

“Saya melarang masyarakat agar jangan memotongnya karena hiu paus dilindungi dan butuh proses lebih lanjut. Saya tidak mengetahui siapa yang memotong daging hiu paus karena banyak sekali orang di pantai,” ucapnya.

baca juga : Dalam Sebulan, Seekor Hiu Paus dan Paus Sperma yang Mati Dagingnya Dikonsumsi Warga

 

Seekor hiu paus (Rhincodon typus) yang mati terlilit jaring nelayan dan ditarik ke pesisir pantai Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Tim Terpadu Pengawasan Laut Flores Timur

 

Ketua Pokmaswas Pedan Wutun Kristoforus Werang kepada Mongabay Indonesia menerangkan, sekitar jam 6 pagi Bernadus mendatangi rumahnya namun ia sudah ke kebun.

Setelah diberitahu isterinya, dirinya pun ke pantai sekitar pukul 06.30 WITA. Kristo sapaannya membenarkan, saat itu masyarakat berdebat bahwa itu bukan hiu paus sehingga bisa dikonsumsi.

Bahkan kata dia, pemilik tanah di lokasi tempat ikan didaratkan serta tetua adat bersikeras agar hiu paus dipotong untuk dibagikan ke warga agar bisa dikonsumsi.

“Kondisi ikannya sedang di dalam laut jadi sulit dibedakan apakah jenis hiu paus atau hiu lainnya. Setelah saya foto ikannya dan laporkan ke Staf Yayasan Misool Baseftin, baru diberitahu bahwa ikan itu jenis hiu paus,” ujarnya.

Kristo mengakui masyarakat memang sempat memotong badan hiu paus namun belum terputus dan dagingnya tidak sempat diambil karena sudah ditegur termasuk oleh Lurah Ritaebang.

Ia membenarkan memang kalau dahulu daging ikan dan mamalia laut berukuran besar yang mati terkena jaring atau terdampar sering dikonsumsi. Setelah ada aturan pemerintah dan sosialisasi, kebiasaan ini pun perlahan hilang.

“Sempat ribut juga dengan masyarakat termasuk tuan tanah. Setelah dijelaskan oleh pihak Satwas SDKP Flotim dan diminta menandatangani berita acara bila hendak mengkonsumsi baru masyarakat takut dan diam. Setelah dibuat ritual adat, hiu paus pun ditenggelamkan di tengah laut,” jelasnya.

Kristo katakan, pihaknya di Pokmaswas pun selalu memberitahukan kepada masyarakat mengenai hewan dan biota laut yang dilindungi tidak boleh ditangkap atau dikonsumsi.

baca juga : Seekor Hiu Paus Mati Terkena Jaring Nelayan di Larantuka. Bagaimana Penanganannya?

 

Tim Terpadu Pengawasan Laut Flores Timur sedang melakukan identifikasi hiu paus yang mati di pesisir pantai Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Tim Terpadu Pengawasan Laut Flores Timur

 

Staf Yayasan Misool Baseftin Monika Bataona kepada Mongabay Indonesia mengatakan setelah mendapat laporan pihaknya bertolak ke lokasi. Tim beranggotakan Satwas SDKP Flores Timur, Yayasan Misool Baseftim dan KCD DKP NTT wilayah Lembata, Flores Timur dan Sikka tiba sekitar pukul 11.00 WITA.

Setelah berdiskusi bersama pihak pemerintah Kecamatan Solor Barat, Lurah Ritaebang, ketua adat, tokoh masyarakat, Pokmaswas Pedan Wutun dan warga setempat, hiu paus pun di tenggelamkan ke laut.

“Hiu paus ditenggelamkan dengan cara diikat menggunakan pemberat berupa karung berisi pasir. Ditenggelamkan di laut pada kedalaman 55 meter dengan titik koordinat 08°31’30″S 122°52’49″E. pada pukul 15.25 WITA di perairan Ritaebang,” paparnya.

 

Sering Terkena Jaring

Hiu paus sering terlilit pukat dan jaring nelayan di perairan antara ujung barat Pulau Solor dan Flores di sekitar Selat Lewotobi.

Bila ditambah dengan kasus hiu paus di Ritaebang, selama tahun 2022 hingga akhir Agustus sudah ada tiga hiu paus yang mati terlilit jaring nelayan di Flores Timur.

Sebelumnya,Kamis (17/2/2022), hiu paus mati terkena jaring Siprianus Kelen (60 tahun) warga Desa Mokantarak, Kecamatan Larantuka.

“Kondisi ikan utuh tanpa ada luka tusuk atau goresan. Saat tim ke lokasi,ikan hiu pausnya sudah dilepas dari pukat,” sebut Monika.

baca juga : Hiu Paus, Raksasa Pengembara Samudera dan Ancaman Keberadaannya di Indonesia

 

Tim Terpadu Pengawasan Laut Flores Timur sedang melakukan identifikasi hiu paus yang mati di pesisir pantai Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Tim Terpadu Pengawasan Laut Flores Timur

 

Jumat (8/4/2022), seekor hiu paus (Rhincodon typus) juga terjerat pukat nelayan Desa Nurabelen, Kecamatan Ile Bura hingga mati.

Petugas dari Satwas SDKP Flores Timur dan Yayasan Misool Baseftin pun turun ke lokasi kejadian. Namun setiba di lokasi, hiu paus sudah dipotong-potong dan dagingnya diambil warga untuk dikonsumsi setelah digelar ritual adat.

Alasanya, secara adat hewan laut berukuran besar yang mati atau terdampar maka dagingnya harus dibagikan kepada warga untuk dikonsumsi.

Bernadus menyebutkan, sejak menajdi nelayan tahun 2016, sering sekali pukatnya terlilit hiu paus .Ia tidak bisa menghitung berapa kali sudah pukatnya rusak. Namun sejauh ini hiu paus bisa dilepas kembali dengan selamat.

Ia jelaskan, biasanya hiu paus sering terlilit di jaring bulan Mei sampai Oktober. Selain hiu paus, hiu jenis lainnya dan paling banyak penyu sering terkena jaring.

Bernadus pun sedih sebab jaring ukuran 3,5 inch sebanyak 3 pcs dan ukuran 4,5 inch hampir 2 pcs rusak. Katanya, kalau menjahitnya sendiri butuh waktu hampir 3 bulan.

Kristo menambahkan, hasil kesepakatan dengan aparat pemerintah dan berbagai lembaga, jaring milik Bernadus akan diganti yang baru.

Kristo pun membenarkannya. Dia katakan, nelayan anggota Pokmaswas dan lainnya sudah sering melepaskan ikan, penyu dan mamalia laut yang terlilit jaring. Konsekuensinya, pukat nelayan pun mengalami kerusakan.

baca juga : Manfaatkan Hiu Paus Sebagai Daya Tarik Wisata, Daerah Harus ada Rencana Aksi

 

Tim Terpadu Pengawasan Laut Flores Timur sedang melakukan upaya evakuasi hiu paus yang mati di pesisir pantai Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat. Foto : Tim Terpadu Pengawasan Laut Flores Timur

 

Ekowisata Bahari

Lektor Kepala Bidang Keahlian Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Chaterina Agusta Paulus, M.Si mengatakan pencegahan hiu paus tidak terkena jaring dan mati dapat dilakukan melalui upaya pengelolaan yang berkelanjutan.

Chaterina katakan, harus tersedia data dan informasi yang memadai tentang status populasi dan pola migrasi hiu paus. Jika sudah ada pemetaan pada lokasi-lokasi kemunculan hiu paus maka lokasi-lokasi ini dapat dihindari oleh nelayan gill net.

“Bisa juga lokasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kawasan ekowisata hiu paus melalui pengembangan ekowisata bahari,” ucapnya.

Tentunya kata dia, melalui tahapan-tahapan seperti identifikasi lokasi kemunculan hiu paus, lalu diusulkan sebagai kawasan yang dilindungi. Pemda dapat menetapkan perairan tersebut menjadi kawasan ekowisata hiu paus.

Dikutip dari kkp.go.id, hiu paus dilindungi penuh berdasarkan Undang-undang No.31 Tahun 2004 jo UU No.45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

Selain itu, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus, sehingga segala bentuk pemanfaatan yang bersifat ekstraktif terhadap Hiu Paus, termasuk pemanfaatan bagian-bagian tubuhnya, dilarang secara hukum.

Ancaman terhadap penyalahgunaan pemanfaatan ikan dilindungi cukup serius. Pelaku bisa dikenakan pasal pidana sesuai aturan UU Perikanan Pasal 88.

 

Exit mobile version