Mongabay.co.id

Perburuan Hiu-Pari yang Tak Pernah Mati

 

Sebagai negara kepulauan, perairan Indonesia kaya akan biodiversitas. Laporan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menyebut, dari 500 spesies hiu pari di dunia, sekitar 221 spesies di antaranya ditemukan berada di perairan Indonesia. Terdiri dari 120 jenis hiu dan 101 pari.

Beberapa wilayah yang banyak dihuni hiu pari di antaranya perairan Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), hingga laut Arafura di Kepulauan Maluku. Masalahnya, maraknya perburuan nelayan mengancam keberadaan mereka.

Di wilayah perairan Arafura misalnya, sepanjang 2018-2020 lalu, total sirip hiu kering yang diproduksi mencapai 56 ton. Atau, sekitar 18,6 ton per tahun. “Itu hanya dari sirip hiu yang dikeringkan. Belum daging, tulang, atau kulit. Bila ditotal, hampir 1000 ton,” kata Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan, awal September lalu. Ia menduga, jumlah tangkapan hiu pari lebih banyak ketimbang yang dilaporkan.

Abdi menjelaskan, regulasi internasional memang mengharuskan pelaporan tangkapan hiu-pari hingga di tingkat spesies. Ini dilakukan untuk memantau tingkat populasi dua satwa itu sebagai akibat dari maraknya kegiatan penangkapan. Akan tetapi, prosedur ini tidak dilakukan dengan benar. Dalam banyak kasus, sebagian hiu dan pari yang didaratkan bahkan sudah ‘diolah’ sejak di atas kapal guna mengaburkan proses identifikasi.

Penuturan Abdi ada benarnya. Mongabay yang melakukan penelusuran di sejumlah simpul nelayan Pantura Jawa pada Juni-Juli lalu mendapati kegiatan pendaratan hiu-pari begitu marak. Di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong, Lamongan, Jawa Timur misalnya. Setiap hari, ada ratusan hiu pari dari berbagai ukuran didaratkan di pelabuhan berskala nasional ini.

Begitu juga dengan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasiagung, Kabupaten Rembang atau Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah. Dari pantuan, sebagian hiu-pari termasuk Apendix Cites II, yang itu berarti kegiatan penangkapan dan pemanfaatkan diatur berdasar kuota. Seperti pari kupu-kupu atau pari gitar (Rhina ancylostoma), pari lontar (Shynchobatus palpebratus), pari kikir (Glaucostegus typus) hingga hiu martil (Sphyrna zygaena).

baca : Penting dalam Ekosistem Laut, Hiu dan Pari di Indonesia Justru Terancam

 

Ikan hiu hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Kendati regulasi telah mengatur dengan ketat, kenyataannya, kegiatan pendaratan hiu-pari nyaris tanpa pengawasan. Selama hampir dua pekan melakukan pemantauan, Mongabay tak mendapati adanya petugas yang melakukan pendataan morfometri atas hiu pari yang didaratkan.

Alih-alih mendata, oleh para nelayan, hiu pari yang telah didaratkan itu langsung diserahkan kepada para jagal guna diambil sirip dan kulitnya. “Kalau dagingnya murah, hanya Rp15 ribu sekilonya. Sirip sama kulitnya yang mahal,” kata seorang jagal pari di PPN Brondong, Lamongan.

Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Permana Yudiarso yang dihubungi Mongabay tak mengelak maraknya kegiatan penangkapan hiu pari di Indonesia. Di Jawa Timur, lokasi pendaratan biasanya banyak dilakukan di Pelabuhan Brondong (PPN) di Kabupaten Lamongan dan Muncar, Kabupaten Banyuwangi.

Namun demikian, menurut Permana, tidak semua hiu dan pari dilarang tangkap. Beberapa di antaranya masih bisa diperbolehkan untuk dimanfaatkan. “Karena kan memang ada banyak spesies. Jadi, yang banyak ditangkap para nelayan itu yang masih diperbolehkan,” katanya.

Dikatakan Permana, untuk jenis pari, hanya ada dua yang masuk dalam perlindungan penuh. Yakni, pari manta, berdasar Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 4 Tahun 2014 dan pari gergaji berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999.

Sedangkan untuk jenis hiu, hanya ada satu jenis yang dalam status perlindungan penuh. Yakni, hiu paus berdasar Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2013. Dengan status perlindungan penuh itu, upaya penangkapan atau pemanfaatan tidak diperbolehkan sama sekali.

baca juga : Ada Apa dengan Perdagangan Hiu dan Pari di Indonesia?

 

Pari manta hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Namun demikian, menurut Permana, ada pula yang masih dimanfaatkan kendati dengan aturan ketat. Misalnya, dengan pembatasan kuota. Atau hanya boleh diperdagangkan di dalam negeri, sebagaimana di atur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 61 tahun 2018 tentang Pemanfaatkan Jenis Ikan.

Permana bilang, sebagai bagian dari pengaturan itu, pelaku usaha yang memanfaatkan ikan jenis ini harus memiliki izin. Mulai dari surat izin pemanfaatkan jenis ikan (SIPJI) hingga izin pengangkutan (SAJI). Selain itu, pelaku usaha bersangkutan harus mendapat kuota, untuk perdagangan luar negeri. “Kalau tidak ada izin atau tidak mendapat kuota ya tidak bisa,” terangnya.

Berdasar rekapitulasi pelayanan perizinan BPSPL Denpasar, sebanyak 852 Surat Keterangan Jenis Ikan (SAJI) sepanjang tahun 2021 lalu. Dari jumlah tersebut, 351 SAJI diperuntukkan bagi pelaku usaha domestik dan 501 tujuan ekspor. Di antaranya ke Taiwan, Hongkong, Singapura, Korea Selatan, Amerika Serikat dan Korea Selatan.

Masih berdasar sumber yang sama, total nilai ekonomi dari perdagangan hiu pari ini mencapai Rp105,8 miliar. Dari sisi jumlah, produk hiu mati yang diperdagangkan mencapai 2,5 juta kilogram (hiu beku tanpa kepala dan sirip); 365 ribu kilogram (hiu beku tanpa kepala) dan sirip kering mencapai 157,3 ribu kilogram. Sedangkan pada jenis pari, jumlah yang diperdagangkan dalam kurun 2021 lalu mencapai 105,1 ribu kilogram (pari beku); 72 ribu kilogram (pari segar) dan 67,4 ribu kilogram daging beku.

WWF Internasional menyebut, hiu dan pari di Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang kritis, baik spesies yang hidup daerah terumbu karang atau di wilayah samudera karena mengalami penurunan populasi yang signifikan. Situasi itu dipicu kegiatan penangkapan yang berlebihan. Baik sengaja maupun tidak. Dari ratusan jenis hiu di Indonesia, hampir seperempatnya mendapat status Terancam Punah oleh International Union for Conservation of Nature’s (IUCN).

baca juga : Mencari Formula Efektif untuk Pengendalian Perburuan Hiu dan Pari

 

Ikan hiu dan pari manta hasil tangkapan nelayan di PPN Brondong, Lamongan, Jatim. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebut, Indonesia memiliki potensi dan keanekaragaman sumber daya ikan hiu dan pari yang tinggi. Setidaknya terdapat 218 jenis ikan hiu dan pari ditemukan di perairan Indonesia.

Jenis tersebut terdiri dari 114 jenis hiu, 101 jenis pari dan 3 jenis ikan hiu hantu yang termasuk ke dalam 44 suku. Tercatat, 13% dari total produksi hiu dan pari dunia berasal dari Indonesia dengan nilai ekspor yang cukup signifikan yaitu mencapai Rp1,4 triliun berdasarkan hasil kajian tahun 2018.

 

Perketat Rantai Pasok

Laporan Status Perikanan Pari Kekeh dan Pari Kikir yang dipublikasikan Yayasan Rekam Nusantara 2020 lalu menyebut, perairan Utara Jawa merupakan salah satu hotspot dari kegiatan pendaratan ikan pari kekeh dan pari kikir di Indonesia.

Alat tangkap yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan pari kekeh dan pari kikir di Perairan Utara Jawa sebagian besar menggunakan cantrang dan beberapa menggunakan alat tangkap bottom longline.

Spesifikasi alat tangkap cantrang yang digunakan memiliki panjang tali ris 1.000-2.000 meter, panjang badan 20-30 meter dan panjang kantong 20-25 mete

Spefikasi alat tangkap bottom longline yang digunakan memiliki panjang tali utama sebesar 16.000 meter dengan ukuran mata pancing no. 7. Jenis kapal yang digunakan dalam kegiatan penangkapan yaitu kapal dengan material kayu. Ukuran kapal yang melakukan penangkapan pari kekeh dan pari kikir di Perairan Utara Jawa berkisar antara 20-150 GT dengan jumlah ABK sebanyak 10-30 orang.

Lama trip penangkapan untuk kapal ukuran dibawah 50 GT selama 10-30 hari, sedangkan kapal dengan ukuran di atas 50 GT lama trip penangkapan selama 30-80 hari. Kapal cantrang yang menggunakan fasilitas freezer di dalam kapal yaitu kapal yang mendaratkan di PPP Tegalsari Tegal, sedangkan kapal cantrang lainnya hanya menggunakan es sebagai pendingin penyimpanan hasil tangkapan.

baca juga : Bagaimana Cara Hentikan Eksploitasi Hiu dan Pari di Indonesia?

 

Ikan hiu hasil tangkapan nelayan di PPN Brondong, Lamongan, Jatim. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Peneliti senior pada Fisheries Resource Center Indonesia (FRCI) Irfan Yulianto mengatakan, tingginya nilai ekonomi menjadikan praktik perburuan hiu pari sulit diberantas. Karena itu, menurutnya, pengetatan jalur rantai perdagangan melalui kewajiban pengurusan izin dan kuota bagi pelaku usaha bisa menekan permintaan pasar.

“Sementara ini memang kewajiban izin hanya berlaku untuk pelaku usaha karena jumlahnya lebih sedikit ketimbang nelayan. Harapannya, dengan pengetatan ini permintaan pasar berkurang. Kalau pasarnya sepi, nelayan juga akhirnya tidak akan melakukan penangkapan,” jelas Irfan.

 

Terjerat Jaring

Sementara itu, seekor pari oseanic jenis pari manta terjerat jaring nelayan di kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi, Kabupaten Trenggalek, Senin (29/8/2022). Satwa yang masuk dalam status perlindungan penuh karena terancam punah itu didapati mati usai terkena baling-baling kapal.

Menyusul kejadian ini, tim dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar wilayah kerja Surabaya menurunkan tim ke lokasi guna melakukan pengumpulan bahan dan keterangan. “Tim dari BPSPL langsung meluncur ke lokasi begitu mendapat informasi,” kata Kepala BPSPL Denpasar, Permana Yudiarso, Kamis (1/9/2022).

Dari pemeriksaan yang dilakukan, pari malang tersebut terjerat jaring di sisi barat perairan Prigi. Dari pemeriksaan morfometri yang dilakukan pengawas PSDKP (Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) Prigi, pari manta tersebut memiliki dimensi panjang 4 meter dan lebar 2 meter, serta berat sekitar 300 kilogram.

Setelah dilakukan pengukuran, tim lantas melakukan penguburan sesuai dengan ketentuan jenis ikan dilindungi. Beberapa instansi yang terlibat dalam kegiatan itu meliputi PPN Prigi, PSDKP Prigi, Polair, Posmat AL, serta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Trenggalek.

baca juga : Kemampuan Identifikasi Jadi Kunci Penyelamatan Hiu dan Pari di Alam

 

Pari manta hasil tangkapan nelayan di PPN Brondong, Lamongan, Jatim. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Permana menyebut, perairan selatan Indonesia yang menjadi bagian Semudera Hindia memang menjadi wilayah Pari Manta. Namun demikian, sebaran Pari Manta banyak dijumpai di laut dalam wilayah Indonesia Timur. Seperti wilayah Selatan Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), hingga Nusa Tenggara Timur (NTT).

Karena itu, insiden terjeratnya pari manta di pantai Trenggalek yang pertama kali terjadi ini sekaligus membuka fakta baru akan kemungkinan keberadaan pari manta di daerah setempat. Apalagi, kapal yang menyebabkan pari ini terjerat merupakan kapal dengan sasaran ikan pelagis.

“Ini memang agak unik ya. Karena pari manta ini terkena jaring oleh kapal pelagis,” terang Permana. Kuat diduga, pari manta yang terjerat tersebut sedang mencari makan atau sedang membersihkan parasite sehingga naik ke perairan dangkal, 5-10 meter dari permukaan,” jelas Permana.

Permana bilang, kendati dalam kelompok ikan, pari manta memiliki perbedaan dengan ikan-ikan pada umumnya. Sebab, pari manta tidak memiliki gigi yang bisa dipakai untuk mengunyah makanan. Karena itu, makanan pari manta bukanlah ikan-ikan yang lebih kecil, melainkan plankton dengan cara menghisapnya.

“Pari manta ini memang unik. Makannya bukan ikan gede. Dia kalau makan hanya membuka filter untuk menjaring plankton, udang yang ukurannya sangat kecil. Jadi bukan dengan mengunyah karena tidak memiliki gigi, beda dengan ikan,” ungkapnya.

 

Pari manta hasil tangkapan nelayan di PPN Brondong, Lamongan, Jatim. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Mengutip concervation.org, terdapat dua spesies pari manta: pari manta karang (Mobula alfredi) dan pari manta oseanik (Mobula birostris). Pari manta Dipercaya dapat hidup hingga usia 50 tahun. Makanan utamanya adalah zooplankton (hewan kecil yang mengapung bersama arus laut).

Hewan yang sangat cerdas, terkenal ramah, lembut dan berkeingintahuan besar. Tidak berbahaya karena tidak memiliki duri di ekornya dan tidak menyengat. Pari ini dapat ditemukan di seluruh Indonesia dengan populasi utama terkonsentrasi di Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Papua Barat. (*)

 

Exit mobile version