Mongabay.co.id

Mampukah Kawasan Konservasi Menjamin Kelestarian Laut Bangka Belitung?

 

 

Bentang alam Bangka Belitung didominasi laut. Dari total sekitar 8,1 juta hektar, sekitar 1,6 juta hektar adalah daratan, sementara lautannya 6,5 juta hektar dengan 950 pulaunya.

Sesuai alokasi RZWP3K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2020-2040, luas Kawasan Konservasi Laut Daerah [KKLD] mencapai 627.612,9 hektar, atau 14,74 persen dari total alokasi [4.259.119,3 hektar]. Sebarannya adalah:

  1. Kabupaten Belitung seluas 391.820,2 hektar [Perairan Kabupaten Belitung], status Penetapan Menteri [Kepmen KP No. 94 Tahun 2020]
  2. Belitung Timur seluas 124.320,7 hektar [Perairan Gugusan Pulau-Pulau Momparang dan sekitar], status Penetapan Menteri [Kepmen No. 52 Tahun 2017]
  3. Kabupaten Bangka seluas 7.372,5 hektar [Perairan Tuing], status Pencadangan oleh Gubernur tahun 2018 dan diusulkan penetapannya ke Menteri Kelautan dan Perikanan [Surat Pj. Gubernur tanggal 16 Agustus 2022]
  4. Kabupaten Bangka Tengah seluas 11.357,78 hektar [Perairan Pulau Gusung Timur, Gusung Barat, Gusung Asam, Ketugar, Gusung Ketugar, dan Bebuar], status Pencadangan oleh Bupati Bangka Tengah tahun 2017 dan sudah dilaksanakan Konsultasi Publik pada 14 Agustus 2022
  5. Kabupaten Bangka Selatan seluas 92.511,9 hektar [Perairan Pulau Lepar dan Pulau Pongok], status Pencadangan oleh Bupati Bangka Selatan tahun 2012.

 

“Luasan tersebut sesuai PP 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut, Pasal 10 Ayat 12 Huruf B, bahwa kawasan konservasi perairan paling sedikit seluas 10 persen, dari luas perairan yang ada,” kata Dr. Drs. Agus Suryadi, M.Si., Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan [DKP] Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kepada Mongabay Indonesia, Senin [05/09/2022].

Fokus saat ini adalah penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi [RPZ] KKLD di Pulau Bangka [Kabupaten Bangka, Bangka Tengah dan Bangka Selatan].

“Targetnya, ketiga kawasan tersebut segera diusulkan 2022 ini kepada Menteri Kelautan Perikanan. Mengingat pentingnya kawasan konservasi dalam menjamin kelestarian ekosistem laut di Bangka Belitung,” lanjutnya.

Baca: Perairan Pulau Gelasa Sudah Semestinya Dilindungi

 

Kabupaten Bangka Barat merupakan satu-satunya kabupaten yang tidak memiliki kawasan konservasi di Provinsi Bangka Belitung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Proses pengusulan

Dalam prosesnya, kawasan konservasi Kabupaten Bangka [Perairan Tuing], menjadi yang pertama diusulkan ke Menteri Kelautan dan Perikanan, seluas 7.372,5 hektar, setelah dilakukan konsultasi publik pada Mei 2022 lalu, di Balai Desa Mapur.

“Mengakomodir usulan Pemkab Bangka untuk pembangunan Pelabuhan,” kata Agus Suryadi dikutip dari laman resmi dkp.babelprov.go.id.

Dari laman yang sama, 24 Agustus 2022, setelah melakukan konsultasi publik, Pemkab Bangka Tengah menyepakati Karang Perlang dan Gusung Ketugar sebagai Zona Inti [578,49 hektar], sisanya Zona Pemanfaatan Terbatas, yang dibagi Sub Zona Pariwisata [4.550,01 hektar] dan Sub Zona Perikanan Tangkap [6.229,27 hektar].

“Untuk KKLD di Bangka Tengah, tengah penyusunan dokumen final, akan segera diusulkan ke Menteri. Sedangkan Kabupaten Bangka Selatan, rencananya diadakan konsultasi publik di November ini,” kata Fhores Fherado, Kepala Bidang Pengelolaan Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil [PKP3K] DKP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kepada Mongabay Indonesia.

Menurut Fhores, harus dipahami bahwa kawasan konservasi bukannya tidak boleh dimanfaatkan sama sekali, karena memuat sejumlah zonasi.

“Kami sangat terbuka dengan usulan pariwisata, wilayah tangkap, hingga kegiatan budidaya. Hanya saja zona inti memang tidak boleh diganggu, karena berperan sebagai wilayah pencadangan, guna menjamin kelestarian ekosistem sekitar,” lanjutnya.

Pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi menjadi tantangan tersendiri. Pemanfaatan ruang laut lebih kompleks, seperti adanya IUP pertambangan dan lainnya.

“Kami mengusahakan semua berjalan berdampingan, tanpa memberikan pengaruh secara langsung, antara satu zona dengan zona lain,” katanya.

Baca: Melacak Nautilus di Perairan Gelasa

 

Perairan dan pulau-pulau kecil di Teluk Kelabat sejak lama dimanfaatkan oleh sejumlah Suku Melayu dan sekitarnya. Foto: Nopri Ismi/ Mongabay Indonesia

 

Diperbanyak

Total alokasi ruang RZWP3K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencapai 4.259.119,3 hektar. Rinciannya, perikanan tangkap 2.591.390,5 hektar [60,86 persen], perikanan budidaya 185.623,9 hektar [4,36 persen], konservasi 627.612,9 hektar [14,74 persen], pelabuhan 49.683,8 hektar [1,17 persen], industri 310,3 hektar [0,07 persen], alur kabel 189.093,2 hektar [4,44 persen], pariwisata 138.327,1 hektar [3,25 persen], dan pertambangan 477.077,6 hektar [11,20 persen].

M. Rizza Muftiadi, peneliti dan dosen jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, Universitas Bangka Belitung, mengatakan, tidak ada yang bisa menjamin semua kegiatan tersebut “ramah” terhadap ekosistem laut.

“Karenanya, kawasan konservasi harus tersebar merata, dan dialokasikan lebih banyak lagi. Mengingat perannya sebagai pelindung habitat dan penjaga keanekaragaman spesies, serta menjamin kelestarian ekosistem laut yang selama ini memberikan jasa bagi kehidupan kita,” lanjutnya.

Baca: Pulau Kelapan dan Jalur Perdagangan Maritim Nusantara

 

Perairan di Pulau Gelasa yang memiliki nilai konservasi tinggi harus dijadikan kawasan konservasi. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Dalam alokasi ruang konservasi di RZWP3K, Kabupaten Bangka Barat merupakan satu-satunya kabupaten yang tidak memiliki kawasan konservasi. Mengapa?

Dijelaskan Wawan Ridwan, Sub koordiantor Pengelolaan Ruang Laut DKP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pihak Pemkab Bangka Barat pernah mencadangkan wilayah perairan di sekitar Desa Bakit [Teluk Kelabat], sebagai kawasan konservasi perairan daerah melalui SK Bupati 2013. Luasnya, 2.161,70 hektar.

“Saat dilakukan kajian, wilayah tersebut tumpang tindih dengan izin pertambangan aktif,” katanya.

Selain itu, perairan di sekitar Desa Tempilang [Sungai Jerieng-Selat Bangka] sempat diusulkan sebagai kawasan konservasi, namun perlu kajian.

“Kami sangat terbuka dengan informasi terkait potensi konservasi suatu kawasan,” tuturnya.

Masih menurut Marwan, berdasarkan Surat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, yang ditujukan ke Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut c.q. Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, 26 November tahun 2021, dokumen RZWP3K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak ada yang mengalami perubahan. Segera dilakukan proses integrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah [RTRW].

“Dengan begitu, semua proses penyusunan dokumen RPZ KKLD merujuk alokasi ruang di RZWP3K,” katanya.

Baca juga: Taber Laot, Manusia Jangan Serakah dan Merusak Laut

 

Meskipun memiliki potensi terumbu karang luar biasa, Pulau Gelasa tidak masuk dalam kawasan konservasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Belajar dari Pulau Gelasa

Walhi Kepulauan Bangka Belitung menilai penyusunan KKLD Provinsi Bangka Belitung terkesan buru-buru, sehingga mengesampingkan potensi konservasi.

“Ada beberapa wilayah yang tidak dimasukkan, seperti Kabupaten Bangka Barat, khususnya Perairan Teluk Kelabat dan Selat Bangka. Padahal, mempunyai nilai penting ekologis dan budaya,” kata Jessix Amundian, Direktur Walhi Kepulauan Bangka Belitung.

Dari segi ekologis, merujuk DIKPLLHD [Dokumen Informasi Kinerja Lingkungan Hidup Daerah] 2021, Perairan Bangka Barat mempunyai persentase terumbu karang dalam kondisi baik [78 persen].

“Selama ratusan tahun, Perairan Bangka Barat telah memberikan manfaat bagi sejumlah Suku Melayu Tua di Pulau Bangka. Mereka hidup dengan budaya bahari serta kearifan mengelola lingkungan,” lanjutnya.

Selanjutnya, perairan sekitar Pulau Gelasa [Kabupaten Bangka Tengah] yang harus dipertimbangkan menjadi kawasan konservasi.

Menurut M. Rizza Muftiadi, berdasarkan analisis tim dengan pendekatan NKT [Nilai Konservasi Tinggi], ada empat poin NKT dimiliki perairan Pulau Gelasa. NKT 1 [keanekaragaman hayati tinggi], NKT 2 [bentang alam penting bagi dinamika ekologi alami], NKT 4 [penyedia jasa lingkungan], dan NKT 6 [penting untuk budaya tradisional lokal].

“Jadi, sebaiknya perairan Pulau Gelasa, dijadikan kawasan konservasi laut, tentunya dengan mengedepankan peraturan adat dalam pengelolaannya,” katanya.

Dijelaskan Jessix Amundian, dalam Perda RZWP3K Kepulauan Bangka Belitung, Perairan Pulau Gelasa dijadikan zona pariwisata, zona jalur migrasi mamalia, dan zona pertambangan laut. Padahal sebelumnya, Pulau Gelasa sudah lebih dulu dicadangkan sebagai kawasan konservasi oleh Pemerintah Darah Kabupaten Bangka Tengah.

Pertama, Perda Kabupaten Bangka Bangka Tengah No. 21 Tahun 2014 Tentang RZWP3K Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2014-2034, Pasal 16.

Kedua, Perda Kabupaten Bangka Tengah Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 48 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bangka Tengah 2011-2031, Pasal 29.

“Pulau Gelasa harus menjadi pelajaran bersama, bagaimana potensi konservasi sebuah wilayah begitu besar, namun luput begitu saja,” tegasnya.

 

Exit mobile version