Perairan Gelasa di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, memiliki sebuah pulau yang bernama Pulau Gelasa atau Kelasa. Pulau yang luasnya 220,83 hektar, memiliki ekosistem hutan daratan, hutan persisir, mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Mengapa Perairan Gelasa harus dilindungi?
Dalam Ekspedisi Pulau Gelasa yang dilakukan Universitas Bangka Belitung dan Mongabay Indonesia, yang juga didukung Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Kepulauan Bangka Belitung pada 25-27 Maret 2022 dan 10-11 April 2022, dilakukan penilaian kondisi terumbu karang pada empat titik pengamatan. Metode yang digunakan Underwater Photo Transect [UPT].
Panjang line transek yang digunakan 50 meter sejajar garis pantai dan dipasang penanda berupa pelampung yang diikat tali. Kedalaman karang yang digunakan adalah 5 meter dengan tipe terumbu karang tepi [fringing reefs].
Baca: Gelasa, Pulau Perawan Bertabur Terumbu Karang Purba
Setelah dilakukan pengolahan, penentuan tingkat kesehatan karang yang dirujuk menggunakan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup [Kepmen LH] No.04 Tahun 2001 Tentang Baku Mutu Kerusakan Terumbu Karang.
Berdasarkan hasil pengamatan di empat titik, diketahui persentase tutupan terumbu karang adalah 54,51-77,40 persen. Dari hasil tersebut dan berdasarkan Kepmen LH No. 4 Tahun 2001 dapat disimpulkan bahwa kondisi terumbu karang di perairan Pulau Gelasa dalam kondisi baik hingga baik sekali [Baik 50-74,9 persen, baik sekali 75-100 persen].
Terumbu karang di perairan ini juga termasuk tipe fringing reefs dan dapat ditemukan dari kedalaman 1-20 meter.
Baca: Mangrove Pulau Gelasa yang Penting untuk Bumi
Karang unik?
Berdasarkan pengamatan, ditemukan karang masif [Porites] dengan ukuran besar [diameter 5-11 meter] yang membentuk celah-celah [patches]. Celah ini berfungsi sangat besar dalam mempertahankan daratan Pulau Gelasa sebagai barrier gelombang yang besar, sehingga tidak mudah terjadi abrasi.
Selain itu, ditemukan juga karang-karang mati yang timbul di tepi pantai. Sepertinya, karang-karang itu sudah lama mati dan terkubur dalam tanah [pasir], sehingga pada saat terjadinya erosi pantai patches ini terbuka kembali.
Namun, karang masif yang ditemukan di Perairan Pulau Gelasa ini lebih kecil dari Muga Dhambi di Great Barrier Reefs, Australia.
Dengan ditemukannya karang masif berukuran besar di perairan ini, akan sangat bermanfaat bagi peneliti dunia untuk mengungkap perubahan iklim hingga sejarah. Dengan begitu, kita dapat membuktikan apakah Perairan Tanjung Berikat [Selat Gelasa] merupakan lembah purba [Kamiludin dkk, 2018].
Baca juga: Jangan Usik Perairan Gelasa Kami
Selain karang masif, di Perairan Pulau Gelasa juga ditemukan spesies karang yang tidak tersebar di perairan Bangka Belitung. Secara morfologi, karang tersebut adalah Anacropora spinosa [Veron, 2000 dan Suharsono, 2010].
Namun, terdapat perbedaan pada polip karang yang ditemukan di Perairan Pulau Gelasa ini. Karang di Perairan Pulau Gelasa tampak lebih panjang polip axial-nya. Untuk mengetahui apakah spesies ini sama, perlu dilakukan analisis genetik agar dapat diketahui apakah memiliki kekerabatan ataupun spesies yang berbeda.
Baca juga: Melacak Nautilus di Perairan Gelasa
Keanekaragaman biota laut
Selain memiliki ekosistem terumbu karang yang baik, Perairan Pulau Gelasa juga mempunyai keanekaragaman biola laut. Organisme ini hidup bersimbiosis dengan ekosistem lamun dan terumbu karang.
Informasi tersebut didapat dari pengamatan visual secara langsung di lapangan serta hasil wawancara dengan nelayan yang melaut di perairan ini. Hewan-hewan tersebut antara lain:
- Penyu hijau [Chelonia mydas], penyu sisik [Eretmochelys imbricata], dan penyu belimbing [Lepidochelys olivacea]. Penyu-penyu ini masuk Daftar Merah IUCN [The International Union for Conservation of Nature’s] atau masuk CITES Appendix I, artinya spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang diperdagangkan secara internasional dalam segala bentuk.
- Nautilus. Masuk CITES Appendix II yaitu daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Nautilus adalah chepalopoda purba tersisa, salah satu moluska yang telah ada sejak jutaan yang lalu [Wisuda, 2015]. Organisme ini sedang diajukan ke Appendix I.
- Dugong [Dugong dugon] salah satu mamalia laut langka yang hidup di perairan tropis. Tersebar di berbagai penjuru dunia seperti Indo Pasifik, Afrika Timur, hingga Kepulauan Solomon. Indonesia melindungi dugong dengan UU No.7 Tahun 1999 dan Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018. IUCN menetapkan statusnya Vulnerable atau Retan punah. Dugong tergolong Appendix I CITES yang berarti dilarang diperdagangkan dalam bentuk apa pun [KKP].
- Hiu pari [Rhynchobatus australiae] dan hiu paus [Rhincodon typus]. Hewan ini adalah Top Predator dalam sistem rantai makanan laut. Dengan sering ditemukannya hiu di Perairan Pulau Gelasa, membuktikan jika kondisi perairan tersebut dalam kondisi baik. Berdasarkan wawancara dengan nelayan diketahui panjang hiu paus diperairan ini melebihi panjang perahu nelayan [8 meter]. Indonesia telah melindungi secara penuh hiu paus melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 18 Tahun 2013 dan sudah ditetapkan masuk Appendix II dalam Convention on Migratory Species [CMS]. [KKP]
- Ikan ini memiliki kepala cenderung besar, dikenal dengan nama lokal Ikan siomay. Ikan napoleon merupakan ikan ukuran besar penghuni ekosistem terumbu karang dengan panjang mencapai 230 sentimeter, dan berat hingga 191 kilogram. Eksploitasi ikan napoleon secara berlebihan, serta kerusakan ekosistem terumbu karang sebagai habitatnya, mengakibatkan penurunan secara signifikan di berbagai lokasi perairan. Ikan napoleon masuk daftar CITES Appendix II pada 2004 [KKP].
- Lumba-lumba hidung botol [Tursiops truncatus]. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, semua jenis lumba-lumba air laut dilindungi.
- Pari manta [Mobula birostris]. Sejumlah nelayan di Tanjung Berikat menyatakan pernah melihat pari manta di Perairan Pulau Gelasa. Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan pari manta sebagai jenis ikan dilindungi secara penuh, melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 4/KEPMEN-KP/2014. Proses penetapan status perlindungan pari manta diinisiasi Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Ditjen PRL, mengacu kriteria Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2007 tentang “Konservasi Sumber Daya Ikan”, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 3 tahun 2010 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 tahun 2013 tentang “Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan”. Saat ini ikan pari manta dikategorikan Appendiks II CITES dan juga masuk dalam Daftar Red List IUCN dengan kategori rawan terancam punah [KKP].
- Kima [Giant clam]. Di dunia, sekitar 12 jenis kima telah diidentifikasi. Sebanyak delapan jenis ditemukan di Perairan Indonesia. CITES memasukkan semua jenis kima dalam daftar Appendiks II, yang berarti pemanfaatan kima dari habitat alam untuk tujuan perdagangan internasional masih diperbolehkan dengan penerapan kontrol [pengawasan] ketat, serta penerapan prinsip-prinsip Non Detrimental Findings [NDF]. IUCN memasukkan dua spesies kima dalam status Vulnerable [VU] yaitu T. derasa dan T. Gigas yang keduanya ditemukan di Perairan Pulau Gelasa.
Selain biota di atas, ditemukan juga ikan marlin [Istiompax indica], ikan-ikan trevally, barakuda [Sphyraena barracuda], kerapu [Epinephelinae], tenggiri [Scomberomorini], cumi [Loligo chinensis], sotong [Sephia sp], teripang [Holothuroidea], bintang laut [Asteroidea], dan lainnya.
Nilai konservasi tinggi
Selain kondisi terumbu karang di Perairan Pulau Gelasa yang baik dan baik sekali, serta karang masif dengan ukuran besar [diameter 5-10 meter] yang membentuk celah-celah [patches] sebagai barrier, ditambah ditemukannya berbagai organisme laut yang sudah dikategorikan dilindungi baik secara nasional maupun internasional, serta biota laut yang bernilai ekonomis tinggi, juga masyarakat adat yang melindungi Perairan Pulau Gelasa, maka wilayah ini memiliki Nilai Konservasi Tinggi [NKT].
Dari enam kategori penilaian NKT, empat poin NKT dimiliki Perairan Pulau Gelasa. Yaitu NKT 1 [keanekaragaman hayati tinggi], NKT 2 [bentang alam penting bagi dinamika ekologi alami], NKT 4 [penyedia jasa lingkungan], dan NKT 6 [penting untuk budaya tradisional lokal].
Perlu dilindungi
Berdasarkan RZWP3K [Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil] Kepulauan Bangka Belitung [2020], Perairan Pulau Gelasa dijadikan zona pariwisata, zona jalur migrasi mamalia, dan zona pertambangan laut.
Dari penetapan zonasi tersebut, akan lahir sejumlah kegiatan yang di kemudian hari mengakibatkan degradasi ekosistem laut, serta hilangnya biota-biota laut yang dilindungi tersebut.
Beranjak dari uraian di atas, menurut saya, sebaiknya Perairan Pulau Gelasa, dijadikan kawasan konservasi laut di perairan Barat Indonesia, khususnya di perairan Kepulauan Bangka Belitung. Tentunya, dengan mengedepankan peraturan adat dalam pengelolaannya.
* Muhammad Rizza Muftiadi, peneliti terumbu karang dari Universitas Bangka Belitung. Mengikuti Ekspedisi Pulau Gelasa yang diadakan Mongabay Indonesia dan Universitas Bangka Belitung, serta didukung Walhi Kepulauan Bangka Belitung pada 25-27 Maret 2022 dan 10-11 April 2022.