Mongabay.co.id

Nasib Nelayan Natuna: Terusir Dari Laut Sendiri, Ditangkap di Laut Malaysia

 

Nasib nelayan Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kian memprihatinkan. Setelah kesulitan melaut di perairan sendiri karena maraknya intrusi kapal ikan asing (KIA), nelayan memutuskan mencari ikan ke perairan Malaysia. Namun, sesampai di Malaysia mereka ditangkap aparat setempat.

Penangkapan nelayan Natuna itu dilakukan oleh kapal Penjaga Pantai Malaysia pada Rabu, 07 September 2022 lalu. Diketahui dua nelayan bernama Kasnadi dan Johan, dianggap aparat  Maritim Malaysia melakukan penangkapan ikan ilegal sekitar 68 mil laut Barat Tanjung Jerijeh, Malaysia. Kasnadi menggunakan kapal berukuran 3 gross tonnage (GT).

Penangkapan dua nelayan Natuna ini disampaikan melalui website resmi Penjaga Pantai Malaysia (Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia/APMM). Direktur Zona Maritim Tanjung Manis, Komandan Kelautan APMM Gilbert Tinggak Anak Numpang mengatakan, pada 7 September sekitar pukul 10.26 WIB, Kapal Kelautan (KM) Semilang melakukan patroli OP Permai di sekitar perairan Jerijeh. Mereka kemudian mendeteksi sebuah perahu nelayan yang tidak memiliki nomor registrasi di kapal dan bergerak dalam kondisi mencurigakan.

Petugas Maritim Malaysia kemudian melakukan penggeledahan dan pemeriksaan,  ditemukan bahwa kapal tersebut dioperasikan oleh nahkoda dan awak kapal Indonesia. “Diduga melakukan pelanggaran berdasarkan Undang-Undang Perikanan 1985, yaitu menangkap ikan di perairan Malaysia tanpa izin Dirjen Perikanan dan Undang-Undang Keimigrasian 1959/1963 karena tidak ada tanda pengenal yang sah,” kata Gilbert dalam laman APMM itu dua hari setelah penangkapan.

baca : Ironis, Nelayan Natuna Terusir di Laut Sendiri karena Kapal Asing

 

Kapal nelayan Natuna yang ditangkap aparat maritim Malaysia. Foto : Malaysian Maritime Enforcement Agency

 

Dalam keterangan yang sama, nelayan Indonesia yang ditangkap mengaku berasal dari Natuna Besar, Indonesia. Tidak hanya kedua awak kapal yang ditangkap, tetapi Petugas Penjaga Pantai Malaysia juga mengamankan alat tangkap serta sejumlah ikan ikut disita. “Kapal dan hasil sita digiring ke Dermaga Terminal Tanjung Manis untuk diserahkan kepada penyidik ​​guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” katanya.

Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANN) Hendri mengatakan sampai hari Senin (19/9/2022) ini, dua nelayan tersebut belum ada kabar. Oleh karena itu, dia meminta Pemerintah Indonesia untuk turun tangan menyelamatkan dua nelayan Natuna tersebut. Pemerintaah Indonesia diharapkan menjalin komunikasi dengan pihak pemerintah Malaysia agar keluarga nelayan yang ada di Natuna bisa berkomunikasi dengan dua nelayan yang ditangkap pihak Malaysia.

”Kalau perlu Pemda harus berangkat kesana, bawa keluarga ini, inikan kasihan kita keluarga mencemaskan mereka. Jangan sampai Pemerintah Indonesia telat melakukan pendampingan sehingga kedua nelayan sudah di proses hukum secara sepihak,” lanjutnya.

Nelayan terpaksa melaut ke perbatasan Malaysia karena tangkapan ikan di Laut Natuna Utara terus menurun. “Akibat maraknya kapal asing dan kapal cantrang,” katanya.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, sebenarnya ada perjanjian bilateral antara Malaysia dan Indonesia berkaitan dengan penanganan nelayan asal kedua negara yang dipandang melanggar tapal batas. Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI dan Polisi Diraja Laut Malaysia bertindak sebagai pelaksana MoU tersebut.

Kemudian katanya, melihat dari kasus yang dialami oleh nelayan kecil asal Natuna, Bakamla perlu segera berkomunikasi dengan Polisi Diraja Laut Malaysia untuk pemulangan dua nelayan asal Natuna tersebut. “Hal lainnya, Konsulat Jenderal RI di Malaysia perlu memberikan pendampingan hukum atas kasus yang dialami oleh dua nelayan asal Natuna tersebut agar hak-haknya tidak dilanggar oleh Polisi Diraja Laut Malaysia,” kata Halim, Rabu 15 September 2022.

Begitu juga yang dikatakan, Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Abdi Suhufan. Menurutnya, pemerintah Indonesia perlu membuka pembicaraan baru dengan Malaysia terkait aktivitas nelayan kecil kedua negara yang melakukan penangkapan ikan di perairan perbatasan. “Apakah perlu diatur tersendiri misalnya tidak dilakukan penangkapan tetapi cukup dihalau untuk keluar dari wilayah negara masing-masing,” katanya.

Meskipun sudah ada nota kesepahaman (MoU) antar kedua negara, perlu dievaluasi pelaksanaan MoU itu agar implementasinya sesuai tujuan kerjasama. “Jangan sampai MoU menyepakati hal lain, tetapi di lapangan tidak dapat terlaksana,” katanya, Kamis, 15 September 2022.

baca juga : KKP dan TNI AL Tangkap Kapal Ilegal, Nelayan Natuna Terus Menjerit

 

Dua orang nelayan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau ditangkap aparta maritim Malaysia karena diduga menangkap ikan di laut Malaysia. Foto : Malaysian Maritime Enforcement Agency

 

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Tengku Said Arif Fadillah mengatakan, sudah mengurus pembebasan dua nelayan tersebut melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI). “Sedang diproses, dugaan kitakan nelayan itu hanyut ke perairan Malaysia, semoga tidak ada hal lain, agar dibebaskan,” kata Arif kepada Mongabay Indonesia di Batam, Kamis, 15 September 2022.

Ia melanjutkan, sampai saat ini dua nelayan sedang menjalankan pemeriksaan, informasinya akan dibebaskan setelah 14 hari. Arif juga membenarkan Indonesia dan Malaysia sudah menjalin perjanjian bilateral (MoU) terkait pelanggaran batas laut oleh nelayan. “Kita kawal terus, setelah 14 hari supaya dilepaskan,” katanya.

 

Keluarga Minta Kasnadi dan Johan Dibebaskan

Dua nelayan Natuna ini sudah hampir sepuluh hari ditahan di Malaysia. Sampai saat ini keluarga masih menunggu Kasnadi dan Johan dipulangkan ke Natuna. Apalagi tidak ada kejelasan kondisi  mereka di ‘Negeri Jiran’ itu.

Istri Johan, Putri Risa Maharani bercerita komunikasinya terakhir dengan suami pada Jumat, 9 September 2022. Putri mengatakan, Johan berangkat melaut pada Selasa, 6 September 2022. Biasanya kalau sudah melaut Johan tidak akan menghubungi Putri. “Karena sinyal tidak ada di laut,” ujar Putri, Kamis, 15 September 2022.

Namun, baru tiga hari melaut tepat pada Kamis, 8 September 2022 Putri mendapat panggilan telepon dari Johan. “Dia sempat nelpon, bilang, ‘mak kami ada masalah kenak tangkap di perbatasan’, gitu katanya,” ujar Putri menirukan.

Setelah itu Johan tidak bisa dihubungi lagi sampai keesokan harinya, 9 September 2022. “Setelah zuhur, dia telpon lagi, cuma bilang sabar dulu ya, kita masih dalam proses untuk balik setelah 14 hari disini, tak usah nangis,” katanya.

Sampai sekarang Johan tidak ada kontak lagi dengan Putri. Putri bersama dua orang anaknya yang masih berumur dibawah tiga tahun masih menunggu kabar dari suaminya. Ia mengaku tidak ada pemberitahuan dari otoritas Malaysia tentang kondisi suaminya saat ini. “Kami hanya bisa menunggu suami balik,” katanya.

Salah seorang nelayan Natuna Dedi yang juga kenal dengan Kasnadi mengatakan, nelayan Natuna terpaksa melaut ke perairan Malaysia karena Laut Natuna sudah rusak akibat aktivitas illegal fishing kapal ikan asing, begitu juga maraknya kapal jaring cantrang dari Jawa. “Makanya terpaksa kita melaut ke Malaysia atau tidak ke Brunei Darussalam,” katanya.

Dedi bahkan sudah beberapa kali ditangkap kapal Penjaga Pantai Malaysia tetapi tidak pernah dibawa ke darat. “Saya sudah sering (ditangkap), tetapi tidak pernah dibawa ke tepi, hanya diambil ikan saja,” kata Dedi belum lama ini.

Ia mengaku, mencuri ikan di tempat orang tidaklah betul, tetapi kondisi saat ini Laut Natuna kapal asing melakukan konvoi mencuri ikan. Tidak hanya menghabiskan ikan, kapal jaring trawl itu juga merusak laut Natuna. “Sehingga hasil tangkapan kita menurun terus,” katanya.

perlu dibaca : Diintimidasi Kapal Penjaga Pantai China, Nelayan Natuna Teriak NKRI Harga Mati

 

Kapal nelayan Natuna saat hendak melaut ke laut di perbatasan negara Indonesia. Nelayan Natuna rata-rata menggunakan kapal berukuran dibawah 3 GT. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Terusir dari Laut Sendiri

Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri mengatakan, kapal asing di Natuna sudah marak beberapa tahun belakangan ini. Tidak hanya di laut perbatasan kapal asing yang menggunakan jaring trawl atau pukat harimau itu hanya berjarak 30 mill laut dari Pulau Laut Natuna. “Mereka semakin berani, nelayan tidak bisa berbuat apa-apa lagi,” kata Hendri.

Ia melanjutkan, tidak hanya kapal ikan asing trawl, laut Natuna juga dimasuki oleh kapal cantrang dari Jawa. Jaring cantrang sudah jelas dilarang digunakan dalam aturan KKP, tetapi modusnya menggunakan jaring tarik berkantong.

Beberapa kasus belakangan nelayan Natuna menangkap kapal cantrang yang kedapatan melanggar zona tangkap. “Mereka menangkap di 12 mil, padahal aturannya mereka itu diatas 30 mil, selain melanggar zona tangkap, kapal itu juga melanggar alat tangkap (cantrang),” katanya.

Hendri sudah sering menerima laporan nelayan Natuna terkait menurunnya hingga 40-50% hasil tangkapan mereka. “Apalagi sekarang minyak (BBM) naik, modal nelayan semakin tinggi, sedangkan hasil tangkapan sedikit,” lanjutnya.

Ia sangat berharap pemerintah daerah maupun pusat segera menghalau kapal ikan asing di Natuna Utara. Supaya nelayan tradisional bisa tenang mencari nafkah di laut sendiri. “Kami tidak bermasalahkan dengan masuknya nelayan lain ke Natuna, tetapi yang kami tolak itu alat tangkap mereka yang merusak, ini keberlangsungan ekosistem laut untuk anak cucu kita masa akan datang,” katanya.

baca juga : Patroli Bersama Belum Jangkau Laut Natuna Utara. Kenapa?

 

Dua orang nelayan Natuna sedang membersihkan ikan hasil tangkapan mereka. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan, sekarang ini negara Indonesia tidak memberikan akses kepada nelayan Natuna terhadap laut mereka sendiri. Artinya, pemerintah tidak mematuhi UU No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. “Pemerintah harus mengembalikan laut Natuna untuk mereka. Nelayan punya kedaulatan yang dijamin oleh negara,” katanya.

Tidak hanya itu, secara konstitusi ada Keputusan Mahkamah Konstitusi No.3/2010 yang menyebutkan bahwa nelayan punya hak akses atas laut. “Artinya Negara lalai menjamin hak itu terpenuhi,” katanya.

Begitu juga yang dikatakan Abdul Halim, nelayan menjadi korban akibat pembiaran kapal asing yang melakukan pencurian ikan di Laut Natuna. Pengabaian itu sudah jelas melanggar ketentuan UU No.7/2016 tentang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. “Ini jelas pengabaian, padahal UU menegaskan keselamatan nelayan, jelas ini pelanggaran,” katanya.

Halim mengatakan, pemerintah tidak bisa lepas tangan terkait nasib yang dihadapi nelayan Natuna saat ini. Ruang laut nelayan harus dikembalikan seperti tertera dalam konstitusi.

 

Exit mobile version