Mongabay.co.id

Begini Upaya Global Indonesia untuk Jaga Kekayaan Hayati Laut

 

Kekayaan alam yang ada di wilayah laut dan pesisir atau blue natural capital (BNC) menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi Indonesia. Keberadaannya sudah menunjukkan peran sangat penting karena bisa memberikan perlindungan pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Kekuatan tersebut berhasil mencuri perhatian dunia yang saat ini sedang fokus untuk melaksanakan perlindungan melalui beragam program konservasi di negara-negara yang dinilai memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi di lautnya.

Indonesia sebagai salah satu bagian di dalamnya, sudah menyadari akan kekayaan yang dimilikinya di wilayah laut dan pesisir. Bahkan, kekayaan alam di laut sudah menjadi bagian penting bagi kehidupan dan itu diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Sumber daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi dalam Workshop Blue Natural Capital (BNC) sebagai side event dari Presidensi G20 belum lama ini di Bali.

Dia mengatakan, tak hanya untuk mengatasi perubahan iklim, kekayaan alam di pesisir dan laut juga menyediakan jasa ekosistem yang luas dan bernilai tinggi. Tentu saja, semua itu untuk melindungi wilayah pesisir dari bencana.

“Juga melindungi keanekaragaman hayati laut, dan sekaligus menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat pesisir,” ungkapnya.

Jodi Mahardi menambahkan, Indonesia juga memiliki hutan bakau dan padang lamun terbesar di dunia, mencakup 20 persen dari total luasan yang ada. Tak hanya itu, sebaran terumbu karang juga signifikan dan itu harus dijaga dengan baik.

“Oleh karena itu, terdapat potensi ekonomi dan jasa yang besar tidak hanya untuk generasi masa depan Indonesia tetapi juga secara global,” sebutnya.

baca : Kawasan Konservasi Perairan, Kunci Pengelolaan Ekosistem Laut dan Pesisir

 

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi dalam Workshop Blue Natural Capital (BNC) sebagai side event dari Presidensi G20 di Bali. Foto : Kemenko Marves

 

Dengan kekayaan yang dimiliki sekarang, ada alasan kuat bagi Indonesia untuk menjaganya dengan sangat baik dan berkomitmen untuk mengambil tindakan nyata melalui pelestarian, pemulihan, dan perlindungan ekosistem di pesisir dan laut.

Agar itu semua bisa berjalan, Kemenko Marves ada untuk memastikan sinergi antar pemangku kepentingan, sehingga program nasional berjalan lancar dan mampu memberikan manfaat bagi lingkungan, khususnya bagi masyarakat.

Dia menerangkan bahwa 2021 menjadi momen istimewa bagi Indonesia, karena tahun tersebut berhasil meluncurkan Peta Mangrove Nasional 2021. Pembaruan tersebut menjadi bagian dari upaya rehabilitasi mangrove yang akurat dan sesuai dengan informasi geospasial.

Kehadiran pembaruan peta mangrove tersebut selaras dengan upaya perluasan kawasan konservasi perairan yang dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dia menjanjikan bahwa luasan akan mencapai 32,5 juta hektare saat 2024 tiba mendatang.

Namun, dia mengingatkan bahwa semua program kerja yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, disertai dengan kekayaan alam pesisir dan laut tak ternilai, harus mendapatkan perhatian dari banyak pihak.

Tidak hanya dari Pemerintah Indonesia saja, upaya perlindungan dan pelestarian ekosistem di wilayah pesisir dan laut juga harus bisa melibatkan masyarakat luas, khususnya yang ada di sekitarnya.

“Setelah bertahun-tahun, kita dapat belajar bahwa keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan. Untuk itu, Pemerintah harus memfasilitasi akses dan hak mereka untuk menjamin pengelolaan ekosistem yang berkelanjutan,” terang dia.

baca juga : Konservasi Laut Lebih Efektif dengan Keterlibatan Warga Lokal

 

Sebuah kapal penangkap ikan di perairan Flores, NTT. Foto : shutterstock

 

Jodi Mahardi yang berbicara di Bali, di tengah kegiatan Presidensi G20, berharap bahwa kemitraan internasional bisa menjadi jalan untuk mempermudah peluang Indonesia melaksanakan kegiatan konservasi di wilayah pesisir dan laut.

Karenanya, dia mengajak semua negara di dunia, khususnya yang tergabung dalam kelompok G20 untuk bisa mewujudkan kolaborasi melalui kemitraan. Ajakan tersebut juga berlaku untuk para pihak lain seperti lembaga non profit, swasta, atau pemangku kebijakan lainnya.

Di antara ekosistem laut dan pesisir yang membutuhkan perhatian banyak pihak, adalah terumbu karang yang berperan sangat besar untuk mengamankan wilayah pesisir. Namun sayang, walau upaya restorasi sudah dilakukan, masih saja ada terumbu karang yang mengalami kerusakan.

“Diperlukan aksi nyata agar penambahan kerusakan pada terumbu karang tidak terjadi, serta untuk meningkatkan kondisi kesehatan karang di laut Indonesia,” ucap dia.

Menurut dia, penentuan sebuah wilayah perairan laut menjadi kawasan konservasi perairan, salah satunya karena untuk menciptakan perlindungan dan pemanfaatan fungsi ekosistem terumbu karang sebagai penunjang biota perairan sekitar karang.

Berdasarkan panduan umum tersebut, KKP dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama pemerintah daerah melaksanakan fungsi konservasi. Hasilnya, kawasan konservasi terbukti bisa melindungi area pesisir pada pulau-pulau kecil dan menciptakan manajemen lingkungan yang berkelanjutan.

Upaya melaksanakan konservasi terumbu karang sudah dimulai sejak 1998, tepatnya saat program The Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) dilaksanakan di Indonesia. Sejak saat itu, kesadaran akan pentingnya terumbu karang secara perlahan meningkat di dalam negeri.

COREMAP sendiri dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu inisiasi, akselerasi, dan penguatan institusi. Seluruh proses tahapan tersebut dilaksanakan dengan menelan biasa investasi hingga sebesar USD170,77 juta atau ekuivalen Rp2,55 triliun.

“Implementasi COREMAP di Indonesia tidak hanya memperbaiki kondisi karang, namun berimplikasi pula pada peningkatan keanekaragaman biota laut yang secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir,” ungkap dia.

baca juga : Pasca COREMAP Selesai, Perlu Disiapkan Jejaring Pengelolaan Ekosistem Pesisir

 

Seorang penyelam diantara keindahan terumbu karang di perairan di perairan,Raja,Ampat, Papua Barat. Foto : shutterstock

 

Tentang kekayaan alam di laut dan pesisir, Asisten Deputi Pengelolaan Ruang Laut dan Pesisir Kemenko Marves Rasman Manafi menyebutnya itu sebagai salah satu aset yang menopang output ekonomi dari pesisir laut.

Selain itu, BNC juga menjadi sumber daya alam yang digunakan untuk memberikan input untuk konsumsi dan produksi ekonomi. BNC merupakan sumber daya alam yang terdapat di lingkungan pesisir dan laut, seperti rumput laut, terumbu karang, padang lamun, dan ekosistem mangrove.

Dia bilang, terumbu karang Indonesia termasuk yang paling kaya secara biologis di dunia, mewakili sekitar 75 persen spesies karang dunia. Lamun di Indonesia juga memiliki 13 spesies yang tersebar setidaknya di area perairan 30.000 kilometer persegi.

“Di Indonesia juga terdapat 41 spesies mangrove yang menempati sekitar 3,2 juta hektar,” jelasnya.

 

Perlindungan Ekosistem

Untuk melindungi semua kekayaan alam di laut dan pesisir, saat ini Pemerintah sedang melakukan tindak lanjut penyusunan kebijakan penataan ruang laut yang telah menjadi acuan utama pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

Juga, pelaksanaan program rehabilitasi karang, Indonesian Coral Reef Garden (ICRG) semakin fokus dilaksanakan yang berfokus pada lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Caranya, dengan memperkuat kapasitas adaptif dan memperluas tutupan lahan yang dapat berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

“Selain itu, Indonesia juga berfokus pada produk akuakultur yang memiliki nilai strategis untuk menyerap karbon dan menjadi bahan baku bagi industri,” tutup dia.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Air, dan Pertanian Arab Saudi Osama Faqeeha menilai kalau perlindungan terumbu karang menjadi salah satu cara untuk melindungi dunia dari pesisir dan laut. Namun, jika tetap dengan kebijakan yang lama, itu akan sulit diwujudkan.

Untuk itu diperlukan langkah signifikan untuk menyelamatkan terumbu karang yang saat ini mengalami kerusakan. Kesehatan biota laut tersebut akan berdampak pada kesehatan lingkungan sekitar dan juga kesejahteraan masyarakat.

Sebagai negara yang fokus pada penyelamatan ekosistem laut, Arab Saudi berkomitmen untuk terus berkontribusi mendukung program konservasi dan restorasi terumbu karang di Indonesia. Setiap tahun selama sepuluh tahun pertama, negara kerajaan tersebut akan menyumbangkan uang senilai USD10 juta dolar.

“Saya mendorong negara lain, baik yang tergabung dalam G20 maupun tidak, serta sektor swasta untuk memberikan sumbangsih,” ajak dia.

baca juga : Siasat Mempertahankan Ekosistem Terumbu Karang Melalui Ekonomi Biru

 

Terumbu karang yang ditemukan di perairan Jemeluk, Karangasem, Bali. Foto : shutterstock

 

Perwakilan Organisasi Pendanaan Terumbu Karang Dunia (GCFR) Yabanex Bastita pada momen yang sama juga mengakui kalau terumbu karang di Indonesia menjadi bagian penting dari ekosistem dunia. Untuk itu, pihaknya fokus mengawal target program konservasi dan restorasi di Indonesia.

Sementara, berkaitan dengan pengelolaan mangrove dan kawasan konservasi perairan, Pemerintah Indonesia semakin fokus dengan melibatkan mitra dari lembaga non profit yang ada. Salah satunya, adalah Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI).

Jalinan kerja sama tersebut berfokus pada perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati pesisir dan laut. Dengan demikian, upaya untuk bisa terus memperkuat pengelolaan ruang laut juga bisa berjalan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Hendra Yusran Siry menjelaskan, kerja sama dilaksanakan dari 2022 hingga 2025 dengan meliputi ruang lingkup pengelolaan dan rehabilitasi kawasan mangrove, pengelolaan kawasan konservasi, dan dukungan pengelolaan pesisir.

Saat menjalankan kerja sama, KEHATI akan bekerja di Brebes (Jawa Tengah), Majene (Sulawesi Barat), Palu (Sulawesi Tengah), dan Pandeglang (Banten). Di sana, fokus akan dilakukan pada penanaman dan pemeliharaan mangrove seluas 26 hektar yang berstatus lahan kritis.

Direktur Program Yayasan KEHATI Roni Megawanto menjelaskan, selain mendukung melakukan penanaman dan pemeliharaan mangrove di lokasi lahan kritis, pihaknya juga melakukan penguatan ekowisata dan pusat pembelajaran mangrove.

baca juga : Menguji Keseriusan Wacana Showcase Mangrove Bali di G20

 

Sekretaris Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Hendra Yusran Siry dan Direktur Program Yayasan KEHATI Roni Megawanto mewakili KKP dan Yayasan KEHATI menandatangani Perjanjian Kerjasama (PKS) di bidang pengelolaan ruang laut di bidang pelindungan, pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati pesisir dan laut. Foto : KKP

 

Diketahui, berdasarkan peta Mangrove Nasional 2021, kawasan mangrove di Indonesia luasannya mencapai 3.364.080 juta ha, yang terbagi menjadi mangrove lebat seluas 3.121.240 ha atau 92,78 persen dari total luasan, mangrove sedang seluas 188.366 ha (5,60 persen), dan mangrove jarang seluas 54.474 ha (1,62 persen).

Selain kawasan mangrove eksisting tersebut, Pemerintah juga menghitung potensi area mangrove seluas 756.183 ha. Terdiri dari area terabrasi seluas 4.129 ha (0,55 persen), lahan terbuka 55.889 ha (7,39 persen), mangrove terabrasi 8.200 ha (1,08 perseb), tambak 631.802 ha (83,55 persen) dan tanah timbul seluas 56.162 ha (7,43 persen).

Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono pada kesempatan berbeda menegaskan kalau rehabilitasi ikut berperan besar memulihkan mangrove yang rusak, sehingga bisa menyerap dan menyimpan karbon.

“Oleh karena itu, ekosistem mangrove memegang peranan kunci dalam pemenuhan target NDC Indonesia,” jelas dia menyebut nationally determined contribution (NDC) atau rencana nasional tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

KLHK sebelumnya juga merilis informasi bahwa ekosistem mangrove memiliki fungsi yang sangat penting bagi lingkungan hidup dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Tanaman tersebut bisa memberi pengetahuan dan kesempatan bagi siapa saja untuk melihat satwa liar.

Selain itu, mangrove juga dapat tumbuh dekat dengan tempat wisata seperti terumbu karang dan pantai berpasir. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai benteng untuk melindungi pantai dari abrasi, gelombang kuat, badai, dan naiknya permukaan laut.

“Mangrove merupakan habitat penting dan tempat berkembang biak ikan dan satwa lainnya,” ucap Hartono.

perlu dibaca : BRGM: Rehabilitasi Mangrove Bukan Pekerjaan Mudah

 

Keindahan pesisir dengan hutan mangrove dan terumbu karang di Pulau Gam, kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Foto : shutterstock

 

Di sisi lain, mangrove juga bisa menyediakan bahan baku yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, seperti hasil hutan bukan kayu, sumber pangan, hasil ikan, dan sebagainya. Juga, mangrove menjadi salah satu ekosistem yang paling efektif untuk menangkap, menyerap, dan menyimpan karbon dioksida (CO2) dari atmosfer (karbon biru).

Mangrove menyerap CO2 dari atmosfer untuk menyimpannya dalam biomassa dan tanah organik yang membuatnya tetap stabil. Ekosistem mangrove yang terjaga dengan baik dapat menyimpan karbon 3-5 kali lebih banyak dari hutan terestrial biasa.

Karbon yang tersimpan di kawasan mangrove dan padang lamun di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 3,4 Gton CO2e, sekitar 17 persen dari simpanan karbon biru di dunia.

 

Exit mobile version