Mongabay.co.id

Perburuan Biawak Air Meningkat, Diperlukan Upaya Konservasi

 

Sebagai satwa liar yang banyak diburu, biawak air mengalami tekanan yang cukup tinggi. Hal itu karena hampir semua bagian tubuh satwa liar yang memiliki nama latin Varanus salvator ini dimanfaatkan oleh manusia baik itu daging maupun kulitnya.

Siti Roudlotul Hikamah, pengampu mata kuliah Zoologi Vertebrata, Perkembangan Hewan, dan Genetika pada Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Islam Jember, mengatakan, apabila perburuan, perdagangan dan konsumsi biawak air dilakukan secara terus menerus, dikhawatirkan beberapa tahun kedepan keberadaannya akan terancam punah.

Jika pemanfaatannya melebihi batas kemampuan berkembangbiak atau reproduksinya, tidak menutup kemungkinan biawak air akan tinggal cerita.

“Keseimbangan ekosistem alam tentu akan terganggu jika salah satu spesies di alam punah,” terang Siti saat dihubungi, Selasa (27/09/2022)

Untuk itu, menurut perempuan penulis buku Satwa Liar Biawak di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi dan Wilayah Sekitarnya, diperlukan upaya konservasi terhadap biawak air.

baca : Perburuan Biawak Air untuk Ekspor Makin Marak, Bagaimana Keberlanjutannya?

 

Dengan menggunakan senapan angin pemburu mengamati kemunculan biawak air di pinggiran sungai. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Diantaranya adalah perlu adanya kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat, termasuk pemuka agama dan tokoh masyarakat untuk melakukan budidaya biawak air secara semi alami, bisa dengan memanfaatkan lahan-lahan yang tidak produktif di pinggiran sungai.

Setelah itu dibuatkan habitat yang sesuai dengan biawak air dengan menanam pohon-pohon rindang, perlu juga dibuatkan batas lokasi dengan menggunakan pagar yang terbuat dari seng, tingginya kurang lebih 3 meter.

Biawak air dapat dibudidayakan dalam kandang dengan aliran sungai di dalamny, lalu diberi makan limbah dari penyembelihan ternak, seperti usus ayam, atau ampas tahu, limbah pengalengan ikan. Hal itu untuk memenuhi tuntutan pasar yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

 

Beri Harapan Berkembangbiak

Selain itu, Pemerintah Daerah perlu membuat peraturan daerah yang mengatur perburuan terhadap biawak air. Misalnya, harus ada pembatasan ukuran biawak air yang dikonsumsi. Untuk biawak air yang masih kecil dengan berat badan di bawah 3 kilogram tidak boleh ditangkap.

Begitu juga dengan kondisi biawak air yang sedang bunting, seharusnya itu dilarang untuk diperjualbelikan dan juga disembelih. Jika tertangkap, maka harus dikembalikan ke habitatnya lagi.

Hal ini dilakukan supaya biawak air masih bisa mendapatkan kesempatan untuk berkembangbiak, sementara yang ukurannya masih kecil bisa tumbuh hingga besar.

Upaya lain yaitu perlu adanya sosialisasi terkait dengan status konservasi biawak air yang menurut IUCN Red List masuk kategori Least Concern. Selain itu juga menurut badan daftar perdagangan dunia untuk flora dan fauna yang terancam punah (CITES), Biawak air termasuk Appendix II.

Artinya spesies yang tidak terancam punah, tetapi bisa terancam punah jika perdagangannya tidak diatur dengan ketat. Ini harus dikoordinasikan dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sekarang melebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

baca juga : Heran, Masih Saja Ada Orang yang Konsumsi Daging Biawak

 

Pemburu memperlihatkan biawak air hasil perburuannya yang sudah terkapar. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Berikutnya adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) perlu melakukan pemetaan daerah tertentu sebagai wilayah konservasi biawak air.

“Sebagai satwa liar yang tergolong karnivora, peran biawak air di alam liar sangat penting. Bisa sebagai predator atau konsumen kedua-ketiga, yaitu pada tingkat tropik dua atau empat,” jelas Siti.

Hal ini, lanjut dia, menginformasikan bahwa dalam rantai makanan keberadaan biawak air sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam, terutama ekosistem hutan.

Siti bilang, berdasarkan penelitian yang dilakukan Vincent Nijman pada tahun 2015 di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur, sebelumnya terdapat 5 warung tenda makanan yang membutuhkan 15 ekor biawak air per hari.

Pada tahun 2017, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti, angka warung makan bertambah menjadi 6 dengan membutuhkan biawak air kurang lebih 86 ekor per hari. Pada tahun 2018 terdapat 9 warung tenda dengan kebutuhan kurang lebih 86 ekor Biawak air per hari.

Meski 2019 jumlah warung masih tetap, namun kebutuhan biawak air per harinya kurang lebih bertambah menjadi 104. Dari data tersebut, kata Siti, menunjukkan bahwa adanya peningkatan konsumsi daging Biawak air oleh masyarakat.

baca juga : Biawak Air, si Reptil yang Suka Berjemur

 

Pemanfaatan biawak air dari alam dikhawatirkan beberapa tahun kedepan keberadaanya akan terancam punah. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Ada Kriteria

Di daerah-daerah tertentu daging Biawak air dipercayai bisa jadi sumber protein. Sebagian masyarakat awam juga percaya bahwa bagian tubuh Biawak air ini bisa menjadi obat tradisional, seperti menyembuhkan penyakit panu, menjaga stamina, dan mengobati asma.

Karena memiliki pola serat yang tergolong unik, kulit hewan pemakan bangkai ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan seperti ikat pinggang, tas, sepatu dan dompet. Tidak hanya skala lokal, kulit Biawak air ini juga diperdagangkan secara global.

Hellen Kurniati, Peneliti Utama Bidang Herpetofauna BRIN mengatakan, tidak semua kulit Biawak air dari pemburu itu dibeli oleh pengepul. Karena ada kriteria dan ukuran tertentu untuk membuat kerajinan dari bahan kulit biawak air ini.

Menurut dia, bagi pemburu yang profesional mereka bisa membedakan mana Biawak air yang memiliki kulit bagus dan tidak. Biasanya, Biawak air yang mempunyai kulit yang bagus itu tinggalnya di rawa-rawa air tawar.

Sedangkan yang habitatnya dekat dengan pantai atau tinggal di mangrove itu kulitnya jelek. Sehingga tidak diambil. Selain itu, bagi pengepul kulit, kuota yang banyak diminati itu adalah biawak air yang berasal dari Sumatra dan Kalimantan.

Di kedua daerah itu kulitnya dinilai lebih tebal dibandingkan dengan yang hidup di Jawa, Sulawesi, maupun Kepulauan Nusa Tenggara.

“Permintaan kulit ini kan ada batasan ukuran dan kualitasnya. Jadi, yang besar itu bisa 1,5 meter itu tidak diambil, karena kulitnya sudah jelek. Kemudian yang kecil itu di bawah 40 cm juga tidak diambil,” jelas Hellen.

baca juga : Lanthanotus borneensis, Biawak Misterius Tak Bertelinga Dari Kalimantan

 

Pengunjung melihat produk tas yang terbuat dari kulit biawak air di salah satu gelaran UMKM se-Indonesia di Jakarta. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Saat ini, lanjut dia, pihaknya sedang melakukan penelitian terkait populasi biawak air, kaitannya dengan bagaimana struktur umur dan histologi tulang yang dimanfaatkan untuk kulit. Dengan begitu bisa dilihat kecepatan pertumbuhan biawak itu.

Kemudian bagaimana strategi yang akan diambil nantinya agar kebermanfaatan biawak air bisa berkelanjutan. Hal itu dilakukan karena untuk meyakinkan ke negara-negara improtir di Uni Eropa. Dalam jangka waktu 10 tahun terakhir kurang lebih ada 450.000 item kuota ekspor kulit biawak dari Indonesia ke Uni Eropa dan Cina.

 

Exit mobile version