Mongabay.co.id

Banjir dan Longsor Landa Trenggalek, Kalau Ada Tambang Emas Bakal Perparah Bencana

 

 

 

 

Oktober ini bencana banjir dan longsor menghajar Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, bertubi-tubi. Masyarakat Trenggalek pun makin khawatir, keadaan makin buruk dari banjir dan longsor ini bakal mereka hadapi kala pertambangan emas masuk di kabupaten Pesisir Selatan Jawa ini.

Pada 17 Oktober lalu, banjir parah melanda sebagian pusat kota Trenggalek dengan ketinggian air 50-100 sentimeter yang merendam jalanan dan pemukiman penduduk. Sejumlah fasilitas publik seperti kantor pemerintahan sampai rumah sakit turut tergenang.

Nur Arifin, Bupati Trenggalek menyebut, banjir yang dipicu luapan Kali Ngasinan itu merupakan terparah dalam satu dekade ini. Banjir besar terakhir terjadi pada 2006 yang merendam sebagian pusat kota.

“Sudah lama tidak pernah banjir sebesar ini,” katanya melalui sambungan seluler.

Pemerintah Trenggalek menetapkan status siaga bencana selama dua pekan ke depan. Penetapan itu sekaligus merespons peringatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai potensi cuaca ekstrem di sebagian wilayah Indonesia.

Banjir dan longsor pada 8 Oktober lalu mengawali rentetan bencana di kabupaten ini. Peristiwa itu melanda di seluruh kecamatan di Trenggalek yang terdiri dari 47 desa dan dua kelurahan di tengah kota.

 

Baca juga: Kala Bupati Trenggalek Surati KESDM (Lagi) Minta Batalkan Izin Tambang Emas

RSUD dr. Soedomo, Kabupaten Trenggalek yang terendam banjir, Selasa (18/10/22). . Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Dari 12 wilayah kecamatan yang banjir dan longsor, empat paling parah. Adalah Kecamatan Panggul (17 desa), Gandusari (7 desa), Dongko dan Kampak, masing-masing melanda empat sampai lima desa.

Saat belum tuntas penanganan bencana di 47 desa itu, bencana serupa kembali terjadi, 9 Oktober dini hari. Air bah meluncur dari dataran tinggi tumpah ruah menerjang permukiman penduduk di tiga desa di Kecamatan Watulimo, Desa Prigi, Karanggandu, dan Tasikmadu.

Tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini tetapi banjir bandang di tengah warga tidur lelap itu membuat suasana kampung nelayan itu porak-poranda. Sedikitnya, tiga rumah warga, sepeda motor dan ternak hilang tersapu banjir.

Sisa lumpur setinggi hingga 30 sentimeter memenuhi badan jalan dan rumah-rumah warga.

Berdasar data Satkorlak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), hanya dua pekan, tercatat 87 kali bencana di Kabupaten Trenggalek. Angka ini belum termasuk longsor dan banjir parah yang merendam pusat kota pada 18 Oktober lalu.

 

Baca juga: Bupati Trenggalek Siap Pasang Badan Tolak Tambang Emas

Beberapa rumah warga di Desa Tasikmadu, Kabupaten Trenggalek porak poranda usai diterjang banjir bandang, Minggu (9/10/22). . Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Tri Puspita Sari, Sekretaris BPBD Trenggalek menyebut, bencana sepanjang Oktober ini paling parah dibanding sebelumnya. Dari sisi kejadian, jumlah jauh melampaui catatan bencana bulanan dari sejak Januari-September. “Padahal ini baru separo bulan, bencana sudah melampaui bulan-bulan sebelumnya,” katanya.

Kendati demikian, Pipit, biasa disapa sedikit bersyukur rentetan bencana tak memakan korban jiwa. Hal itu, katanya, tak lepas dari kesiapsiagaan warga di daerah rawan bencana.

Selama dua pekan awal Oktober lalu, banjir dan longsor tercatat sebagai bencana paling mendominasi. Bila dirinci, banjir terjadi 53 kali, longsor (27), gempa bumi (5), dan tanah bergerak (2).

Terhitung sejak Januari lalu, bencana di Trenggalek tercatat 261 kejadian dengan rincian, tanah longsor (126), banjir (53), angin kencang (28), gempa bumi (47), dan tanah bergerak (4).

Jumlah bencana dalam kurun Januari-Oktober 2022 ini meningkat drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada 2021, bencana tercatat 187 kejadian dengan longsor paling banyak (84), angin kencang (33), banjir (28) dan gempa (37).

Pada 2020, tercatat ada 163 kejadian, dengan longsor 90 kejadian, angin kencang (29), banjir (23), gempa (15), kekeringan (5) dan tanah (1).

 

Baca juga: Was-was Tambang Emas Rusak Trenggalek [1]

Sejumlah warga membersihkan tumpukan sampah kayu yang terbawa banjir bandang di Kabupaten Trenggalek. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Makin parak kalau ada tambang emas

Kabupaten Trenggalek merupakan satu dari sejumlah daerah yang berada di pesisir selatan (Pansela) Pulau Jawa. Dua pertiga wilayah ini berupa gunung, perbukitan dan hutan.

Dikutip dari laman resmi Pemerintah Trenggalek, menyebutkan, luas wilayah ini 126.140 hektar terdiri dari 14 kecamatan, 157 desa dan empat kelurahan.

Dengan topografi sebagian besar pegunungan dan perbukitan jadikan daerah ini berisiko tinggi bencana alam, seperti longsor, banjir, tanah gerak, hingga gempa bumi.

Wahyu Eka Setiawan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur mengatakan, peta rawan bencana BPBD Trenggalek mengonfirmasi itu. Dari 14 kecamatan di Trenggalek, lebih separuh masuk kategori rawan bencana longsor dan banjir.

Wilayah itu adalah Kecamatan Panggul, Munjungan, Dongko, Pule, Kampak, Tugu, Watulimo, Bendungan, Trengalek dan Durenan.

Kondisi mengkhawatirkan, katanya, karena wilayah yang terkena bencana itu, masuk konsesi tambang emas PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) antara lain, Munjungan, Watulimo, Kampak, Pule juga Tugu.

 

Permukiman pesisir di Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek yang rusak diterjang banjir bandang, Minggu (9/10/22). Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Izin operasi produksi SMN keluar pada 2019. Dalam dokumen itu, perusahaan yang terafiliasi dengan Far East Gold (FEG)– perusahaan pertambangan asal Australia– itu peroleh konsesi 12.813 hektar.

Luasan itu tersebar di 9 dari 12 kecamatan di Trenggalek, meliputi, Kecamatan Watulimo, Dongko, Suruh, Pule, Munjungan, Kampak, Trenggalek, Gandusari, dan Pogalan.

Pemerintah  Trenggalek telah tumpang susun peta konsesi SMN, 6.951 hektar pada kawasa hutan produksi, hutan lindung (2.779 hektar), kawasan lindung karst (1.032 hektar), dan permukiman penduduk (804 hektar).

Kemudian, tegalan dan ladang (380 hektar), perkebunan (280 hektar), rawan longsor (209) hektar, serta hutan rakyat (170 hektar). Termasuk dalam peta konsesi itu wilayah sempadan mata air (190 hektar), permukiman perkotaan (43 hektar), sempadan sungai (33,4 hektar), sawah tadah hujan (27,27 hektar), sempadan embung (24 hektar), sungai (18,78 hektar). Total keseluruhan area konsesi yang bertabrakan dengan tata ruang mencapai 12.824 hektar.

Kalau sampai tambang emas masuk, katanya, tak hanya akan merusak bentang alam juga meningkatkan risiko bencana.

 

Bocah bermain lumpur sisa banjir bandang di Desa Tasikmadu, Kabupaten Trenggalek. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Wahyu menilai, bencana bertubi-tubi dalam dua pekan terakhir itu mengindikasikan, ada persoalan pada lingkungan di Trenggalek. Dengan kondisi saat ini saja, katanya, banjir dan longsor terjadi di banyak tempat, apalagi kalau sampai ada tambang emas.

“Ini soal daya tampung dan daya dukung. Dengan kondisi sekarang saja sudah mengakibatkan banjir dan longsor begitu parah. Apa jadinya jika tambang tetap diteruskan?”

Wahyu mengatakan, banjir dan longsor belakangan ini seharusnya jadikan pemerintah lebih serius melakukan perbaikan di kawasan hulu yang mulai rusak.

Hulu, katanya, seharusnya mampu memberikan payung perlindungan bagi wilayah di bawahnya. Dia sebutkan di kawasan hulu bisa dengan penanaman pohon. Saat ini, ada penanaman pohon pinus secara masif.

“Seyogyanya upaya rehabilitasi kawasan dengan tetap memperhatikan kecocokan tanaman. Tidak harus pinus,” katanya, bisa dengan tanaman buah yang secara ekonomi bisa jadi hasil hutan bukan kayu.

Sayangnya, di tengah situasi itu, pemerintah pusat justru abai dengan desakan masyarakat dan Pemerintah Trenggalek agar izin operasi tambang emas SMN dicabut.

“Kehadiran tambang akan merusak data tahan kawasan. Konsekuensinya, risiko bencana pasti meningkat. Jika itu yang terjadi, siapa yang menjadi korban? Tentu masyarakat,” ucap Wahyu.

 

Tumpukan material sampah dan kayu yang terbawa banjir bandang Tasikmadu, Kabupaten Trenggalek. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Pemerintah, katanya, perlu benahi tata kelola untuk memperbaiki kondisi lingkungan, bukan malah alih jadikan tambang emas yang bakal memperburuk keadaan.

“Ini justru akan memicu bencana lebih besar di masa mendatang.”

Bupati Trenggalek mengamini pernyataan Walhi. Hal itu pula yang jadi salah satu pertimbangan penolakannya atas rencana tambang emas SMN. Tercatat sudah dua kali orang nomor satu di lingkungan Pemerintah Trenggalek ini mengirim surat ke KESDM meminta cabut izin SMN.

“Karena dampak buruknya akan jauh lebih besar ketimbang manfaatnya. Tak sesuai semangat kita untuk mendorong ekonomi hijau yang lebih ramah terhadap lingkungan, tanpa industri ekstraktif.”

Izzuddin Zakky alias Gus Zakky, Ketua GP Ansor, mendukung sikap bupati itu. Kalau sampai tambang emas beroperasi, katanya, hanya akan memperparah kondisi alam Trenggalek.

 

 

 

Perusahaan tambang emas, katanya, hanya akan merugikan masyarakat dan lingkungan serta akan memanggil bencana lebih besar.

Pria yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah, Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan, Trenggalek ini mendesak pemerintah pusat (KESDM) mendengar keresahan, dan kegelisahan rakyat serta mencabut izin SMN.

Izin konsesi yang diberikan pemerintah kepada SMN, beberapa memiliki kerawanan tinggi banjir dan longsor, termasuk Desa Karangrejo dan Ngadimulyo, Kecamatan Kampak.

Dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) perusahaan, dua desa itu masuk sebagai lokasi tapak pertama yang akan digali. Sepanjang Oktober ini, kedua desa itu alami longsor beberapa kali.

Selain Karangrejo dan Ngadimulyo, bencana di wilayah konsesi seperti Desa Sobo, Masaran, Besuki, Kecamatan Munjungan; Desa Minjon, Puru, Kecamatan Suruh.

Kemudian, Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo; Desa Siki, Salam Wates, Pandean, Pringapus, Kecamatan Dongko dan beberapa desa lain.

“Lha wong ini belum ada tambang saja sudah seperti ini, apalagi nanti kalau sudah dikeruk. Bencana sudah seperti ini apa tetap ngotot mau diteruskan,” kata Zakky.

 

Jalur protokol di tengah kota Kabupaten Trenggalek yang terendam banjir, Selasa (18/10/22). Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

 

******

Exit mobile version