Mongabay.co.id

Kecelakaan Laut Menghantui Nelayan Kepri, Apa Kabar Asuransi Nelayan?

 

Masih jelas dalam ingatan Abu Hurairah (54 tahun) nelayan tradisional Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kala itu. Kecelakaan laut ekstrem terjadi beberapa tahun lalu menimpanya. Gelombang tinggi membuat kapal Abu tenggelam. Ia hanya bisa berpegangan pada fipper di tengah Laut Natuna Utara.

Setelah bertahan di atas fiber, Abu mengikuti kemana arus laut membawanya. Ia kemudian diselamatkan kapal nelayan lain yang berasal dari Tanjung Balai Karimun. “Resiko nelayan ini cukup besar, terutama cuaca ekstrem,” ujar Abu, sapaan akrabnya, saat dihubungi Mongabay Indonesia, Selasa, 2 November 2022.

Setidaknya dia sudah mengalami dua kali kejadian yang hampir sama. Penyebab kecelakaan ini akibat cuaca yang tiba-tiba berubah di tengah laut. “Kita pergi cuaca bagus, tiba-tiba turun angin, disitulah kenanya,” katanya.

Kepala Kantor SAR Tanjungpinang Slamet Riyadi mencatat 80 persen kecelakaan laut yang terjadi di wilayah kerjanya (Batam, Bintan, Tanjungpinang, Lingga dan Karimun) terjadi kepada nelayan. Pada tahun 2021, sebanyak 20 kejadian kecelakaan kapal, 35 meninggal dunia, 56 selamat dan 29 orang tidak ditemukan. “Nelayan didata ini, ada yang menggunakan kapal kecil, dan ada juga yang bekerja di kapal besar,” ujar Slamet saad dihubungi Mongabay Indonesia, Rabu, 2 November 2022.

Pada tahun 2022, kasus meningkat menjadi 24 kecelakaan kapal, diantaranya 84 orang selamat, 20 orang meninggal, 16 orang tidak diketemukan. “Beberapa waktu lalu kita juga melakukan pencarian terhadap pemancing yang mesin kapalnya dikabarkan mati ditengah laut,” katanya.

Slamet menghimbau, nelayan selalu memperhatikan persiapan melaut, seperti menyediakan pelampung, alat keselamatan dan memperhatikan himbauan BMKG. “Begitu juga nelayan harus punya radio, ketika terjadi sesuatu sampaikan ke kami, kami juga bisa melakukan penyelamatan dengan cepat,” katanya.

baca : Penyaluran Asuransi Nelayan Berjalan Lambat, Kenapa Bisa Terjadi?

 

Dua orang nelayan Natuna sedang melaut menggunakan pancing ulur tradisional. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Asuransi Siluman

Semenjak kejadian kecelakaan laut itu, Abu memahami asuransi nelayan sangatlah penting. Apalagi ketika melaut ia harus meninggalkan istri dan enam anak. “Asuransi harus ada, setidaknya untuk keluarga yang kita tinggal,” katanya.

Resiko melaut tidak hanya terjadi akibat gelombang tinggi. Tetapi banyak kecelakaan ketika melaut, misalnya terkena mesin, serangan jantung, hingga penyakit yang tidak diduga.

Abu bercerita, pada 2015 lalu ABK-nya meninggal tiba-tiba ketika sedang melaut. Padahal sebelum berangkat kondisinya sehat bugar, hanya saja cuaca cukup kuat. “Kami pergi pukul 5, pada pukul 9 saya bangunkan dari tidurnya, dia tidak bergerak lagi,” katanya. Abu tidak mengetahui penyebab ABK itu meninggal dunia.

Abu sudah melaut puluhan tahun di Natuna dengan kapal dibawah 10 gross tonnage sampai ke perbatasan Brunei Darussalam. Selama melaut Abu sudah memiliki kartu asuransi, tetapi kartu itu belakangan tidak jelas rimbanya. “Saya ada asuransi, tetapi sekarang asuransi tinggal asuransi saja, kartu tinggal kartu,” ujarnya.

Abu tidak ingat asuransi itu didapatkannya sejak kapan. Tetapi ia mengaku asuransi itu dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Waktu itu kita bayar premi awal Rp280 ribu setelah itu bayar Rp62 ribu setiap bulan,” katanya.

Semenjak tahun 2019, asuransi itu tidak pernah dibayarkannya lagi. Karena pengelola asuran menghilang entah kemana. “Pengurus kayak siluman, nggak tahu siapa lagi, nomor HP mereka tidak hidup lagi,” kata menggunakan logat Natuna.

baca juga : Mengurai Benang Kusut Perlindungan Nelayan dan Wilayah Pesisir Laut

 

Nelayan Natuna pulang melaut dengan latar gunung Ranai, Natuna. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Senada dengan Abu, Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri menceritakan perihal kebijakan asuransi yang didapatkan nelayan Natuna beberapa tahun belakangan. Asuransi sudah pernah dinikmati oleh nelayan Natuna pada masa Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Menjelang berakhirnya jabatan Susi, asuransi kemudian diusulkan dipegang melalui anggaran Pemerintah Daerah. Sebelum akhirnya menjadi asuransi mandiri atau berbayar oleh nelayan. “Saat dijadikan mandiri, nelayan tidak banyak yang melanjutkan,” kata Hendri.

Salah satu penyebab nelayan tidak melakukan pembayaran iuran asuransi karena urusan administrasi yang tidak mereka pahami. “Nelayan ini kadang susah, mereka nggak paham administrasi, bukan nggak mampu bayar,” kata Hendri.

Begitu juga proses pembayaran. Nelayan biasanya harus membayar asuransi harus datang ke Batam atau Tanjungpinang. Harusnya di setiap kecamatan perlu ada tempat pembayaran termasuk untuk sosialisasi.

Dalam tahun 2022 ini, kata Hendri, BPJS Ketenagakerjaan sudah gencar mensosialisasikan asuransi ketenagakerjaan untuk nelayan di Natuna. Sudah banyak nelayan yang mengikuti asuransi BPJS Ketenagakerjaan secara mandiri.

Sistem pembayaran BPJS sangat mudah, melalui perwakilan nelayan yang ada di daerah tersebut. “Jadi ada agen diantara nelayan yang akan membayarkan kepada BPJS,” katanya.

baca juga : Pencapaian Asuransi Nelayan di Lamongan masih Belum Maksimal

 

Nelayan Natuna sedang melaut ke arah laut lepas Natuna Utara. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Asuransi Gratis dari Pemprov Kepri

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Tengku Said Arif Fadillah mengatakan, saat ini pemerintah sedang mendorong pemberian asuransi gratis kepada nelayan pada 2023 mendatang. “Itu sedang kami upayakan,” kata Arif kepada Mongabay Indonesia belum lama ini.

Ia melanjutkan, baru-baru ini banyak terjadi kejadian kecelakaan laut yang menimpa nelayan, terutama diakibatkan badai yang kencang. Misalnya beberapa waktu lalu, nelayan di Anambas jatuh ke laut karena kapalnya dihantam gelombang besar secara tiba-tiba. “Asuransi ketenagakerjaan ini bisa diklaim ketika terjadi musibah kecelakaan ketika melaut,” katanya.

Arif berharap nelayan memiliki kesadaran untuk mendaftarkan diri mendapatkan asuransi, apalagi resiko melaut cukup tinggi. “Memang pada masa Menteri Susi Pudjiastuti ada asuransi, tetapi setelah itu tidak ada lagi anggarannya,” katanya.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Kepri Eko Fitriandi bersyukur pemerintah provinsi Kepri memiliki rencana untuk mengeluarkan asuran gratis untuk nelayan. “Ini (asuransi) sangat penting, nasib nelayan perlu diutamakan,” kata Eko, Selasa, 1 November 2022.

Informasi yang diterima Eko, pemerintah Provinsi Kepri akan mengucurkan anggaran asuransi Rp3,5 miliar untuk 32 ribu nelayan di Kepri pada 2023 mendatang.

Namun Eko berharap, asuransi tidak hanya diberikan pada satu tahun saja, apalagi bertepatan tahun politik 2023 mendatang. Tetapi asuransi untuk nelayan diberikan sepanjang tahun. “Karena itu jaminan untuk seluruh nelayan kita agar nyaman dan aman ketika melaut,” katanya.

Semenjak Provinsi Kepri hadir, menurut Eko, belum pernah dikucurkan anggaran untuk asuransi nelayan dari pemerintah Provinsi Kepri. Sedangkan anggaran dari KKP tidak berlangsung lama.

baca juga : Bagaimanakah Pencapaian Asuransi Nelayan di Bali?

 

Rahmad, seorang nelayan Natuna bersama ABK-nya mengendalikan kemudi kapal ketika melaut. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Profesi nelayan, menurut Eko, paling berbahaya. HNSI sering mendapatkan laporan kecelakaan nelayan di laut. “Kalau ada kecelakaan mereka sempat menanyakan asuransi itu, tetapi kalau tidak ada bagaimana? Melihat dari total APBD Kepri mencapai hampir Rp4 triliun, ketika disisihkan Rp5 miliar, itu tidak susahlah,” kata Eko.

Apalagi di laut beberapa tahun ini cuaca tidak bisa diprediksi akibat dampak perubahan iklim global. Meskipun nelayan memiliki ilmu untuk memprediksi cuaca tetapi hal itu tidak cukup berfungsi seperti dulu lagi. “Memang prediksi betul, tetapi satu jam setelah itu datang badai tiba-tiba, itu yang membuat nelayan jadi korban kecelakaan laut,” katanya.

Sedangkan Abu Hurairah sangat berharap pemerintah Provinsi Kepri mengucurkan anggaran asuransi gratis untuk nelayan. Tetapi harus jelas pelaksanaannya. “Yang penting jelas hitam putihnya, jangan ada ‘silumannya’ lagi,” kata Abu.

Abu mengakui, ancaman melaut semakin besar ketika cuaca di laut berubah secara cepat. Misalnya di Natuna, pada bulan November ini biasanya sudah masuk angin kencang. Tetapi saat ini cuaca masih teduh. “Nanti takutnya tiba-tiba sedang di laut cuaca berubah, kondisi itu sering terjadi terjadi sejak 2020 lalu,” katanya.

Dalam sosialisasi jaminan sosial kepada nelayan beberapa waktu lalu Kepala Bidang Ketenagakerjaan BPJS Cabang Sekupang Kota Batam, Provinsi Kepri Arya mengatakan, sampai saat ini dari 15.000 nelayan yang ada di Batam, hanya 1.300 orang nelayan yang baru mendaftar BPJS Ketenagakerjaan. “Ini perlu kita sosialisasikan lagi kepada nelayan, tidak hanya nelayan di bawah perusahaan, tetapi juga nelayan kecil,” katanya.

Arya menargetkan, tahun 2023, ada 50 persen dari seluruh nelayan yang ada di Kota Batam sudah mendaftar BPJS Ketenagakerjaan. “Nelayan harus memahami pentingnya asuransi. Karena resiko nelayan melaut cukup besar,” katanya.

 

 

Exit mobile version