Mongabay.co.id

Awal Pendanaan Biru Semakin Dekat

 

Rencana penerapan kebijakan pendanaan biru (blue financing) terus dimatangkan Pemerintah Indonesia. Program tersebut diperkirakan akan mulai dilaksanakan pada 2023 mendatang dengan tujuan untuk melaksanakan pembangunan dengan mengadopsi prinsip ekonomi biru.

Pendanaan tersebut akan menyasar banyak program pembangunan yang ada di wilayah pesisir dan laut. Instrumen pendanaan biru akan berbentuk sukuk/pinjaman, dana amanah (dana hibah/trust funds), ataupun pendanaan campuran (blended finance) yang melibatkan publik dan swasta.

Untuk menuju ke sana, sejumlah strategi dan langkah sudah disiapkan oleh Pemerintah Indonesia. Salah satunya, dengan menerbitkan panduan penyusunan pendanaan biru yang bertujuan untuk memperkuat pembangunan ekonomi biru di Indonesia.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) memimpin persiapan tersebut dengan melibatkan instansi terkait yang akan mengambil peran utama saat program berjalan.

Menteri PPN/Kepala BAPPENAS Suharso Monoarfa mengatakan, penyiapan rencana pendanaan biru dikebut dari sekarang, karena Pemerintah menyadari kalau pendanaan di masa mendatang akan semakin banyak dan berat.

Jika hanya mengandalkan dari Pemerintah saja, pendanaan untuk banyak pembangunan nasional akan dinilai sangat berat. Terlebih, kemampuan Negara dalam mengeluarkan anggaran juga sangat terbatas.

baca : Apa Manfaat Ekonomi Biru untuk Sektor Kelautan dan Perikanan?

 

Menteri PPN/Kepala BAPPENAS Suharso Monoarfa mengatakan pihaknya sedang mempercepat penerapan kebijakan pendanaan biru (blue financing) untuk mendanai pembangunan dengan mengadopsi prinsip ekonomi biru. Foto : Kementerian PPN/Bappenas

 

Rencana menerapkan pendanaan biru sendiri, menjadi alternatif yang sangat bijak untuk dilaksanakan pada pembangunan nasional di pesisir dan laut. Mengingat, cara serupa sudah diterapkan pada wilayah darat melalui pendanaan hijau dan itu dinilai berhasil.

Salah satu instrumen pendanaan hijau yang sudah diterapkan adalah green sukuk yang diterbitkan pada 2018 dan SDGSs bond pada 2021. Sejak diterbitkan, green sukuk sudah mengumpulkan dana hingga senilai USD1.200.000.000 dan SDGS bond senilai EUR500.000.000.

“Dana ini telah membiayai proyek-proyek strategis di Indonesia, namun belum menyentuh sektor pembangunan kelautan yang berkelanjutan,” ungkap Suharso di Jakarta, awal November 2022.

Dia meyakini, dengan dibukanya jalan untuk melaksanakan pendanaan biru, maka pembangunan yang ada di wilayah pesisir dan laut bisa berjalan menjadi lebih baik. Tentu saja, dengan mengedepankan prinsip keberlanjutan untuk menjaga ekosistem dan lingkungan tetap lestari.

Bukan itu saja, hadirnya pendanaan biru juga akan menjadi jawaban atas pendanaan yang selama ini masih sangat terbatas untuk pembangunan pada sektor kelautan dan perikanan. Selama ini, pendanaan masih fokus di wilayah darat melalui beragam skema.

“Instrumen yang tengah kita konkretkan panduannya ini, kami harapkan akan menjadi salah satu jawaban dalam memenuhi gap pendanaan di sektor kelautan dan perikanan di masa yang akan datang,” ucap dia.

baca juga : Karbon Biru dalam Ekonomi Biru di Perairan Laut Indonesia

 

Aktivitas bongkar muatan di kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Menurut Suharso, dokumen panduan penyusunan pendanaan biru ini akan sangat membantu Pemerintah dan sektor swasta dalam mengembangkan instrumen pendanaan yang tepat untuk membiayai kegiatan-kegiatan ekonomi biru berkelanjutan.

Asisten Deputi Zona Maritim dan Kawasan Perbatasan Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Sora Lokita pada kesempatan yang sama juga memberikan ulasannya tentang penerapan ekonomi biru di Indonesia.

Menurut dia, pendanaan biru menjadi pilihan yang tepat untuk melaksanakan pembangunan dengan prinsip ekonomi biru, karena itu bisa mewujudkan laut tetap sehat dan berkelanjutan. Itu artinya, semua ekosistem yang ada di laut bersama sumber daya alamnya akan tetap lestari.

Itu juga menjadi alasan kenapa pendanaan biru penting dijalankan, karena bisa menjaga kesehatan laut tetap berlanjut. Melalui laut yang sehat, maka semua sumber daya alam yang menjadi aset utama laut akan bisa tetap ada.

“Kehidupan yang ada di atas dan bawah air laut juga sangat bergantung pada laut yang sehat. Itu sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs poin 14,” jelas dia.

Alasan lain kenapa laut menjadi lokasi yang penting untuk diterapkan pendanaan biru, tidak lain karena kawasan perairan lepas tersebut menyimpan aset secara global dengan nilai tahunan bisa mencapai USD2.500.000.000.000.

Dengan segala potensi yang ada di wilayah laut, pendanaan biru akan membantu Indonesia untuk menjalankan akselerasi program ekonomi biru menuju pembangunan yang berkelanjutan. Semua itu, akan mempertegas Indonesia sebagai negara kepulauan di dunia.

perlu dibaca : Membumikan Prinsip Ekonomi Biru di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil

 

Ilustrasi. Seorang nelayan melempar jaring ikan di perairan di Thailand. Foto : shutterstock

 

Detailnya, Indonesia adalah pemilik wilayah laut dengan luas mencapai 8.300.000 kilometer persegi (km2), dan garis pantai sepanjang 108.000 km. Selain itu, Indonesia juga adalah salah satu pihak yang aktif memperjuangkan UNCLOS 1982 dan menjadi pemimpin 48 negara pulau dan kepulauan (AIS).

Selain poin 14, pendanaan biru juga akan mendukung Indonesia dalam mencapai SDGs poin 13 tentang aksi penanganan perubahan iklim. Semua itu akan berjalan, jika semua pihak bekerja sama dengan baik dan saling bantu membantu.

Sora Lokita kemudian menjelaskan contoh simulasi pendanaan biru di Indonesia dengan target kontribusi ekonomi sektor kelautan dan perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) secara nasional. Jika target ditetapkan 12,45 persen pada 2045, maka investasi yang dibutuhkan minimal senilai Rp1.929 triliun, dengan catatan tidak ada penurunan nilai sumber daya alam yang ada di laut.

Untuk mendapatkan pendanaan biru, maka diperlukan proyek pembangunan dengan hitungan skala kecil ataupun menengah dan besar. Jika skalanya kecil, maka instrumen pendanaan bisa dilakukan melalui Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Tanggung Jawa Sosial (CSR), urun dana (crowdfunding), dan dana keagamaan (religious fund).

Sementara, proyek dengan skala besar akan memerlukan instrumen pendanaan melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Kementerian Keuangan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), trust fund melalui Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), pinjaman biru (blue bond)/Sukuk, pendanaan berdampak (impact investing), social and development impact bonds (SIB & DIB), dan blended financing.

Semua instrumen tersebut, ada di bawah jaminan institusi perbankan di Tanah Air. Skema penerbitan instrumen tersebut akan dibahas berikutnya melalui tahapan akhir, yaitu rencana penerbitan pendanaan biru.

baca juga : Begini Implementasi Ekonomi Biru di Laut Natuna dan Natuna Utara

 

Seorang penyelam diantara keindahan terumbu karang di perairan di perairan,Raja,Ampat, Papua Barat. Foto : shutterstock

 

Sora Lokita menerangkan, penerbitan panduan instrumen pendanaan biru yang dilakukan oleh Bappenas, menjadi tahapan keempat dari lima tahapan yang direncanakan. Tiga tahapan sebelumnya, di antaranya adalah penerbitan SDG Government Security Framework oleh Kemenkeu.

Kemudian, peluncuran Blue Financing Strategic Document oleh Kemenko Marves. Ketiga, peluncuran Blue Finance Policy Notes yang dilakukan oleh Bappenas. Semua tahapan tersebut menjadi bagian dari penguatan kerja sama sektor biru di Indonesia.

 

Potensi Besar

Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Dwi Irianti Hadiningdyah dalam paparannya mengapresiasi langkah pembaruan yang dilakukan oleh Bappenas.

Menurutnya, rencana penerbitan skema pendanaan biru akan menjadi langkah yang impresif dan bermanfaat banyak bagi masyarakat. Skema tersebut akan membawa level arah pembangunan nasional di kawasan pesisir dan laut menjadi lebih baik lagi.

Kata dia, ekonomi biru di Indonesia bisa menyumbang 20 persen kepada PDB nasional atau sekitar USD27 miliar. Bahkan, pada 2017 bisa berkontribusi hingga 50 persen dari kinerja ekspor. Semua itu melibatkan 5,23 juta nelayan dan pembudidaya ikan, seperti data yang dikumpulkan pada 2019.

“Serta 1,25 juta pelaut yang sudah bekerja untuk sektor kelautan dan perikanan, seperti catatan 2021 yang diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Perhubungan,” jelas dia.

Dwi Irianti Hadiningdyah kemudian menambahkan, besarnya potensi ekonomi biru di Indonesia, bisa dilihat dari nilai potensi ekonomi kelautan pada 2021 yang mencapai USD1.334 miliar atau ekuivalen Rp19.271 triliun.

Kemudian, dengan luas wilayah laut yang sedikitnya mencapai 8 juta km2, maka laut Indonesia menjadi panggung pertunjukkan utama untuk beragam kegiatan ekonomi biru. Termasuk di antaranya adalah energi angin lepas pantai, perikanan budi daya skala industri, bioteknologi kelautan, penambangan dasar laut, dan kegiatan lainnya.

baca : Ekonomi Biru untuk Menjaga Ekosistem Laut dan Pesisir

 

Sejumlah buruh nelayan saat membongkar ikan cakalang di Pelabuhan Perikanan Muara Angke di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Alasan lain kenapa Indonesia harus mengembangkan ekonomi biru, tidak lain karena Indonesia adalah negara kepulauan yang rentan terhadap resiko perubahan iklim. Misalnya, fenomena naiknya permukaan air laut dan bencana kebakaran hutan.

Dengan fakta tersebut, maka pengelolaan segala sumber daya alam, baik di darat maupun di laut harus dilakukan dengan sangat bijak dan memperhatikan prinsip keberlanjutan untuk melestarikan semua ekosistem yang ada.

Untuk itu, dia menilai kalau rencana penerbitan pendanaan biru akan menjadi kebijakan yang tepat. Namun, perlu dipersiapkan secara detail dan lengkap, sejak dari sekarang, agar saat pendanaan biru dimulai, tidak ada kendala ataupun permasalahan.

“Fokus dilakukan untuk menentukan arah tujuan, proyek apa saja yang akan masuk dalam pendanaan biru, dan instrumen apa yang tepat untuk memulai pendanaan biru nantinya,” papar dia.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber daya Alam Kemen PPN/Bappenas Vivi Yulaswati menegaskan bahwa pentingnya Indonesia melaksanakan prinsip ekonomi biru, karena itu akan menyeimbangkan semua kegiatan ekonomi yang ada dengan kegiatan ekologi.

Prinsipnya, di mana ada kegiatan ekonomi di wilayah pesisir dan laut, maka kegiatan ekologi mutlak harus dilaksanakan demi mempertahankan kelestarian alam dan ekosistemnya. Cara tersebut akan memaksimalkan setiap potensi yang ada.

Adapun, potensi ekonomi maritim Indonesia meliputi 11 sektor dengan nilai potensi ekonomi mencapai angka USD133 triliun dan bisa menyerap tenaga kerja sedikitnya 45 juta orang. Semua potensi itu berasal dari perikanan tangkap, budi daya, pengolahan perikanan, industri wisata bahari, dan bentuk layanan lain terhadap lingkungan.

Vivi Yulaswati menerangkan, dengan menyeimbangkan kegiatan ekonomi dan ekologi secara bersamaan, maka itu sudah bisa menghasilkan pinjaman SDG dalam bentuk surat utang Negara (SUN). Sementara, potensi ekonomi pada 11 sektor ekonomi, akan bisa menjadi jalan untuk penerbitan instrumen pendanaan biru.

baca juga : Ekosistem Karbon Biru dalam Peta Konservasi Nasional

 

Direktur Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk Indonesia Jiro Tominaga dalam acara peluncuran panduan penyusunan instrumen pendanaan biru di Jakarta. Foto : Kementerian PPN/Bappenas

 

Rencana pendanaan biru yang sudah semakin dekat untuk dimulai tersebut, direspon oleh Direktur Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk Indonesia Jiro Tominaga. Menurut dia, pendanaan biru akan menjadi tahapan berikut dari praktik ekonomi biru.

Praktik tersebut, akan menengahi polemik yang selama ini muncul dalam persepsi ekonomi dan ekologi. Contoh paling sederhana adalah aktivitas menangkap ikan yang akan dipahami berbeda oleh ekonomi sebagai kegiatan menarik hingga melebihi batas tangkap.

Sebaliknya, dalam perspektif ekologi, kegiatan menangkap ikan hanya akan merusak ekosistem karena ikan akan semakin banyak hilang akibat penangkapan yang berlebihan. Oleh karenanya, ekologi berkesimpulan tidak boleh ada kegiatan menangkap ikan lagi jika ingin ekosistem tetap lestari.

“Oleh karena itu, ekonomi biru kemudian menengahinya dengan mengizinkan praktik kedua prinsip tersebut menjadi penangkapan ikan yang berkelanjutan. Ada batasan dalam praktik tersebut. Jadi, ekonomi bisa berjalan, ekologi juga tetap dijaga,” tutur dia seusai acara.

Menutup kegiatan peluncuran panduan penyusunan instrumen pendanaan biru, Direktur Kelautan dan Perikanan Kemen PPN/Bappenas Sri Yanti JS mengatakan kalau pendanaan biru di Indonesia akan menjadi langkah strategis di masa mendatang.

“Itu akan mendukung penuh pertumbuhan ekonomi biru di Indonesia,” ucap dia kepada Mongabay seusai acara.

Tetapi, dia mengingatkan agar semua pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya harus bisa sama-sama kompak dan berkomitmen untuk terus melakukan koordinasi, serta bekerja sama antara satu dengan lain pihak yang terkait.

Dia yakin, saat pendanaan biru digulirkan, akan banyak program kegiatan yang diselenggarakan dalam lingkup sektor kelautan dan perikanan bisa berjalan lebih baik dan berkelanjutan. Tidak hanya program dengan skala besar, program dengan skala kecil juga tidak akan luput dari perhatian Pemerintah.

 

Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian PPN/Bappenas Sri Yanti JS mengatakan pendanaan biru akan menjadi langkah strategis mendukung pertumbuhan ekonomi biru di Indonesia. Foto : Kementerian PPN/Bappenas

 

Diketahui, Bank Dunia pada 2017 mendefinisikan ekonomi biru sebagai penggunaan sumber daya laut yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan mata pencaharian dan lapangan kerja sambil menjaga kesehatan ekosistem laut.

Ekonomi biru berkelanjutan didefinisikan sebagai ekonomi yang memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi generasi sekarang dan mendatang. Dengan demikian ia memulihkan, melindungi dan memelihara ekosistem yang beragam, produktif dan tangguh, menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati, meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi emisi karbon dan polusi sambil meningkatkan mata pencaharian dan pekerjaan.

Sementara, keuangan biru adalah sebuah kerangka kerja untuk mendukung pembiayaan proyek-proyek terkait sumber daya kelautan dan pesisir yang berkelanjutan. Konsep ekonomi biru dan keuangan biru tercermin dalam Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan (Agenda 2030).

Dalam menyusun dokumen panduan penyusunan instrumen pendanaan biru, Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan ADB dan Bank Dunia.

 

Exit mobile version