Mongabay.co.id

Pengurangan 70 Persen Plastik di Laut Maluku Utara Sebatas Jargon

 

Saat musim hujan datang, laut Pulau Ternate dan sekitarnya laksana lautan sampah plastik. Air yang keluar dari mulut barangka (kali mati) ke laut dipenuhi beragam sampah. Sampah terbanyak adalah plastik, terdiri dari botol bekas minuman, kantong kresek, berbagai sachet makanan dan minuman ringan hingga popok bayi dan sampah rumah tangga lainnya. Ini gambaran umum tiap hujan dan banjir seperti sekarang ini. Semuanya dibawa ke laut lepas. Sebagian mendarat lagi ke tepi pantai.

Temuan tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) yang berkolaborasi dengan komunitas Solidaritasi Aksi Mahasiswa Untuk Rakyat Indonesia (Samurai) di Kota Ternate dan Komunitas Seasoldier Kota Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara, pada akhir Oktober, menegaskan bahwa banjir sampah plastik yang masuk ke laut dan badan air lainnya di dua daerah itu sangat memiriskan.

Hasil brand audit dari pengumpulan sampah di saluran air (barangka) dan kali mati di Ternate oleh Tim ESN dan Samurai yaitu 197 pieces sampah atau 14,4 persen dari 1.342 pieces sampah yang terkumpul adalah bungkus yang diproduksi PT Unilever Tbk. Terdiri dari bungkus royco, shampo clear, sunsilk, rinso dan bungkus sari wangi. Sachet ini bentuknya multilayer sehingga tak bisa diolah secara alami. Sampah ini berpotensi terurai menjadi mikroplastik.

Data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate menyebutkan sampah meningkat sangat tinggi dalam 4 tahun terakhir. Pada 2018 lalu misalnya volume sampah per hari hanya 60 ton. Masuk 2021 sudah di atas 100 ton lebih. Sementara daya angkut sampah ke TPA tidak seluruhnya. Ini juga berhubungan dengan kesadaran masyarakat dan dukungan fasilitas serta sumberdaya yang ada. Sisa sampah yang tidak terangkut ini kemudian sebagian besar dibuang ke kali mati dan pantai lalu terbawa ke laut.

baca : Ternate Darurat Sampah Plastik, Produsen Diminta Bertanggung Jawab

 

Sampah plastik yang terdampar di pantai Sasa Kota Ternate Selatan. Foto : Tim ESN

 

Sementara kolaborasi komunitas Seasoldier dengan Tim ESN pada Kamis (3/11/2022) hingga Minggu (6/11 2022) yang melakukan kegiatan brand audit sampah di pantai Kota Weda, menemukan banyaknya sampah botol air minum sekali pakai, gelas plastik, popok dan sachet menghiasi pantai dan sungai.

Ditemukan sampah dari brand-brand terkenal seperti Mayora, Wings, Unilever, Indofood, Danone, Unicharam dan Coca cola teronggok di muara sungai.

“Temuan brand audit ini menunjukkan bahwa Mayora mendominasi sampah packaging dari brand terkenal sebesar 18%, disusul Wings 12%, Unilever 9%, Unicharm produsen popok Mamypoko 7%, sedangkan Danone dan Coca Cola masing-masing 4%,” ungkap Baba Ali dari Seasoldier. Sedangkan sampah botol plastik didominasi merk Asegar (45%) yang merupakan brand lokal.

“Kondisi perairan yang dipenuhi sampah plastik menjadi indikator tidak seriusnya Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah dan sama sekali tidak peduli dengan upaya Pemerintah Indonesia mengurangi limpasan sampah plastik dari sungai menuju ke laut,” jelas Prigi Arisandi, peneliti dari Tim ESN.

Padahal saat ini Indonesia memiliki roadmap pengurangan sampah plastik ke laut hingga 70% pada tahun 2025. Temuan tim ESN di Perairan Provinsi Maluku Utara masih banyak sampah di muara sungai tanpa ada upaya serius Pemerintah Kabupaten dan Kota mengendalikan dan mengelola sampahnya.

Sehingga Tim ESN menyimpulkan kebijakan pengurangan sampah masih belum berjalan. “Road map pengurangan sampah ke laut hingga 70% belum dipahami pemerintah daerah sehingga tidak ada regulasi, strategi dan aksi di daerah dalam mengurangi sampah plastik ke lautan,” katanya.

baca juga : Pulau-pulau di Maluku Utara Terkepung Sampah, Bagaimana Sungai di Malang?

 

Sampah plastik yang menumpuk di kali mati atau barangka, Kelurahan Dufa dufa, Kota Ternate. Foto : Tim ESN

 

Hal ini terjadi di Kota Ternate, Halmahera Utara, Halmahera Tengah, Halmahera Barat dan Halmahera Selatan, sampah tidak terkelola dan dibiarkan ditimbun di jalan-jalan dan mengalir ke selokan dan sungai yang akhirnya menuju ke laut.

Padahal, dampak dari pembiaran sampah plastik di perairan akan menjadi ancaman serius bagi ekosistem laut dan kesehatan warga Maluku Utara. Pasalnya keberadaan sampah plastik di perairan akan terfragmentasi menjadi mikroplastik. Mikroplastik yang identik dengan plankton ini akan dimakan ikan.

“Perairan Weda dan Ternate sudah tercemar mikroplastik. Dari dua lokasi sungai dan pantai di Weda, tim ESN menemukan lebih dari 100 partikel dalam 100 liter air. Jenis mikroplastik yang mendominasi adalah jenis fiber yang berasal dari limbah cair domestik pemukiman. Dengan tidak adanya instalasi air limbah di pemukiman maka air cucian yang membawa mikroplastik akan mencemari perairan Weda,” jelas Prigi.

Oleh karena itu, peneliti ESN mendorong Pemprov Maluku Utara untuk memprioritaskan penanganan sampah plastik dan mengimbau masyarakat mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Misalnya gelas dan botol plastik air mineral, soft drink, popok, sachet, styrofoam dan kantong kresek.

“Pemerintah Malut tidak memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik. Sampah plastik umumnya akan di bakar, ditimbun di lahan terbuka atau dibuang ke sungai yang besar potensinya menjadi mikroplastik yang ujung-ujungnya hanyut di air dan dimakan ikan, selanjutnya ikan akan dimakan manusia,” jelas Prigi Arisandi. Menurut dia sampah yang dibuang warga ke barangka dan laut akan kembali juga ke meja makan.

baca juga : Sampah, Ancaman Serius Laut Ternate

 

Sampah plastik yang menumpuk di kawasan pantai Kelurahan Soasio, Kota Ternate. Foto : ESN

 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2021, mencatat sebanyak 11,6 juta ton dari 68,5 juta ton limbah adalah sampah plastik. Padahal sejak 2017, Pemerintah Indonesia telah menetapkan target menekan sampah plastik di lautan hingga 70 persen di tahun 2025.

Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Novrizal Tahar dalam acara Road to G20: “Beating Plastic Pollution from Source to Sea” Minggu (6/11/2022) seperti dilansir dari Kantor Berita Antara, menjelaskan bahwa tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan yang diterapkan secara efektif dan sejalan dengan model ekonomi sirkular merupakan strategi yang diharapkan dapat memberikan perubahan berarti dalam mengurangi sampah plastik, meningkatkan kualitas penanganan sampah dan daur ulang di Indonesia, hingga akhirnya mengurangi sampah plastik sampai di laut.

Karena itu, katanya, dibutuhkan tindakan prioritas di seluruh ekosistem pengelolaan sampah termasuk pengurangan penggunaan plastik, inovasi kemasan, serta pemulihan, daur ulang, dan pengumpulannya sesuai dengan Peraturan Menteri LHK No.75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah.

Lalu seperti apa upaya pemerintah daerah di Maluku Utara mengatasi hal ini?

Di Kota Ternate sebagai salah satu parameter kota di Maluku Utara yang memiliki program dan strategi menangani problem sampah plastik saat ini saja belum mampu mengendalikan membanjirnya sampah plastik. Upaya mengurangi secara nyata sampah plastik juga belum berjalan di lapangan.

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Ternate Syarif Tjan MSi dikonfirmasi Selasa (15/11/2022) menjelaskan pihaknya memiliki instrument bank sampah untuk mengelola sampah.

Tetapi peran bank sampah ini belum maksimal karena belum didukung budaya dan kebiasaaan masyarakat yang memilih dan memilah sampah sebelum diambil petugas kebersihan.

Selain itu, Pemkot Ternate saat ini sudah menyiapkan peraturan Wali Kota tentang pengurangan penggunaan kantong kresek. Pemkot Ternate juga sedang menyiapkan Pusat Daur Ulang (PDU) untuk sampah plastic yang akan ditempatkan di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPU) Takome di Kecamatan Ternate Barat, Kota Ternate.

“Semua rencana ini mulai berjalan, walaupun belum sepenuhnya menjawab persoalan sampah plastik yang semakin hari semakin banyak diproduksi. Bank sampah misalnya memang belum mampu menjawab secara penuh problem sampah plastik. Tetapi setidaknya sedikit mengurangi sampah plastic yang ada. Jika tidak, akan masuk barangka dan laut,” jelas Syarif.

baca juga : Bersih Laut, Cara Kaka Slank, Ridho dan EcoNusa Menata Ekosistem di Maluku

 

Brand audit sampah di Kota Ternate yang dilakukan oleh Tim SAMURAI dan Tim ESN. Foto : ESN

 

Di Provinsi Maluku Utara, baru ada dua peraturan daerah pengelolaan sampah yakni Kota Ternate dan Kota Tidore. Di Ternate ada Perda No.1 /2013 tentang Pengelolaan Sampah. Sementara di Tidore baru tahap penggodokan rancangan perda pengelolaan sampah di DPRD yang akan disahkan dalam tahun ini.

Meski sudah ada perda pengelolaan sampah di Kota Ternate, tetapi pelaksanaanya di lapangan belum dijalankan secara baik.

Hal yang sama juga terjadi di pemerintah provinsi Maluku Utara. Hingga kini belum ada program atau skema yang dibuat mengatasi sampah plastik yang semakin hari semakin banyak menghiasi laut dan pesisir.

Kepala Dinas Lingkugan Provinsi Maluku Utara Fahrudin Tukuboya dikonfirmasi Rabu (16/11/2022), tidak menjawab pertanyaan Mongabay Indonesia tentang upaya Pemprov Maluku Utara dalam penanganan sampah plastik sebagaimana target KLHK mengurangi sampai 70 persen sampah plastik di laut pada 2025 nanti. Pesan singkat yang dikirim melalui WhatsApp tidak tanggapi meskipun sudah dibaca. (*)

 

Exit mobile version