Mongabay.co.id

Menjaga Tanah dengan Akar Wangi

 

Akar Wangi, dalam kamus besar Bahasa Indonesia dirujuk ke kata Narwastu. Artinya akar wangi atau serai wangi (Andropogon zizanicides). Sejenis rumput yang akarnya mengandung minyak atsiri, bahan baku aroma.

Sumber wewangian adalah akarnya, yang dikeringkan secara tradisional dikenal sebagai pengharum lemari penyimpan pakaian atau barang-barang yang disakralkan. Akar Wangi juga dikenal sebagai tanaman yang kuat menyangga tanah karena bentuk perakarannya, terutama di daerah-daerah kritis seperti tebing dan sempadan sungai.

Kehabatan tanaman kecil dan liar ini jadi suguhan selametan atau syukuran yang disebut Tur Kenduri oleh Hara. Ini nama panggung anyar dari biduan dan musisi Rara Sekar Larasati. Rara, musisi cum akademisi ini pernah populer dalam duo Banda Neira (2012-2016), proyek musik trio Daramuda (2017-2020)

Akar Wangi

Kutanam akar wangi
Di pinggir-pinggir sungai
Sungai yang kering
Sungai yang kering

Kugenggam sisa air
Air mata ibuku
Ibuku Zahir
Ibuku Zahir

Oh, Ibu
Aku anakmu
Aku anakmu
Tak tahu malu

Oh, Ibu
Aku anakmu
Aku anakmu
Datang bersimpuh
Meminta restu

Memula akar wangi
Ring sisin tukade
Tukade tuh
Tukade tuh

Kagamel sisan yeh
Penyingakan i meme
I meme Zahir
I meme Zahir

Oh, Ibu
Aku anakmu
Aku anakmu
Tak tahu malu

 Demikianlah tembang Akar Wangi yang tercipta ketika Hara meratap dan merenungi diri. “Tanaman akar wangi, sangat bagus jaga tanah. Mengingatkan dosa-dosa saya, seberapa berusahanya ingin lestari, sebagai permohonan maaf dari situasi penghancuran dan eksploitasi saat ini,” urainya usai mendendangkan Akar Wangi di tengah kebun Taman Bermain Nosstress. Sebuah studio band dari Bali yang juga kerap membahas masalah lingkungan dalam lagu-lagunya.

baca : Perpaduan Anyaman Sabut Kelapa dan Rumput Akar Wangi untuk Penahan Erosi

 

Tur Kenduri Hara di kebun mungil Taman Bermain Nosstress. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Salah satu yang meresahkannya adalah kotornya sungai. Akar Wangi adalah tanaman yang cocok menjadi salah satu penjaga sungai, sekaligus membagi semerbak aromatik akarnya.

Dengan menyajikannya dalam album EP Kenduri (2021), Hara hendak merayakan kekuatan ibu bumi dan alam yang selalu memberi akar untuk menyangga kehidupan.

Hara selalu membawa narasi-narasi kecil lingkungan dan keseharian, namun kerap terlupa, dalam perjalanan Tur Kenduri di beberapa kota. Tiap titik tur memiliki topik masing-masing sesuai lagu-lagu dalam Kenduri.

Sekitar 30 orang duduk mematung di tengah kebun kecil studio musik. Suara burung dan air terdengar di saluran irigasi. Di kebun kecil Taman Bermain Nostress pada 31 Oktober 2022 lalu tajuk Tur Kenduri adalah Dapur Bumi. Hara membuat konser kecil yang sangat jarang jadi pilihan kebanyakan musisi. Pendengar tak hanya menyimak musik live, juga masak bersama dari hasil kebun. Terong ungu diolah jadi sumber vitamin dan serat di menu ayam bakar sebagai proteinnya.

Pengunjung juga bisa memetik tanaman lain yang ada di kebun untuk dimakan langsung atau diolah. Di antaranya kemangi dan bunga-bunga yang aman dimakan, edible flower. Suasana batin yang resah dengan situasi lingkungan saat ini mengalir melalui lirik-lirik lagu, petikan gitar Rara Sekar, dan sayatan kontra bass Jimmy.

baca juga : Berkebun di Pekarangan Rumah Sendiri, Solusi Pangan di Masa Pandemi

 

Hara dan band Nosstress. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Penghobi kebun-kebun mungil kini mendapatkan musik pengantarnya melalui Hara. Musik pengantar berkebun. Seperti dituturkan Tembang Tandur.

 

Tembang Tandur

Tumbuh
Gugur

Tumbuh
Gugur

Kulantunkan tembang tandur
Agar tanah kami subur

Tumbuh
Gugur

Tumbuh
Gugur

 

Sebelum singgah di Bali, Tur Kenduri berlangsung di Omah Lor, Jogjakarta berlangsung selama dua hari, 17-18 September 2022. Bertajuk Gulma yang Benar. Gulma biasanya dianggap tidak berguna, musuh tukang kebun. Namun, di syukuran pada alam atau Kenduri ini, gulma bagian dari aktivitas meramban atau memetik dedaunan oleh Hara dan penonton konser. Mereka dikenalkan jenis gulma yang bermanfaat bagi ekosistem tanah. Dedaunan hasil meramban seperti bayam brasil dan sintrong kemudian diolah jadi menu makan bersama.

baca juga : Uniknya Kebun Hidroponik Tenaga Surya di Noja Bali

 

Rara Sekar konser di kebun dalam Tur Kenduri. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Tentang gulma, EP Kenduri menarasikannya di lagu Kebun Terakhir. Setelah mendengarkan lagu ini, bisa jadi kini sudut pandang berubah melihat gulma di kebun. Banyaknya gulma bukan berarti kebun akan mati. Inilah saatnya merawatnya agar kehidupan dalam kebun seimbang.

Kebun Terakhir

Kebun yang mati adalah kebun
Yang hidup
Dalam sunyi
Kebun yang mati adalah kebun
Di mana
Aku berdiri

Melihat dan mendengar
Segala membelukar
Mengakar dan menjuntai
Jadi gulma yang benar


Tanah, air, udara
Teriakku meminta
Tanah, air, udara
Tubuh-tubuh terluka
Tanah, air, udara
Teriakku meminta
Tanah, air, udara
Tubuh-tubuh terluka

 

Menyimak Kenduri, memang seperti mendengarkan ensklopedia kebun nan merdu. Dalam konteks lebih luas, berkebun bagi Hara seperti upaya mempertahankan tanah. Hal ini nampak dalam lagu Tanah Terakhir.

Rara terkesan dengan gerakan-gerakan warga dalam mempertahankan tanahnya. Misalnya Ibu-ibu Kendeng yang rela kakinya disemen karena ingin pegunungan karst sebagai sumber air tak dikeruk untuk bahan baku semen.

“Mereka mempertajankan tanah sampai titik penghabisan. Kita tak bisa membuat tanah lagi karena sumber daya terbatas. Semoga bukan tanah terakhir,” urai Rara Sekar. Laiknya siklus alam, setelah kehancuran, alam akan mempersiapkan kelahiran baru. Dengan Kenduri, ia berusaha optimis, kesadaran akan lahir dalam bentuk baru, salah satunya pemulia tanah.

baca juga : Berkebun Selaras Alam di Kota

 

Masak bersama mengolah hasil kebun. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Penghormatan pada Tur Kenduri ini diberikan Nosstress dengan mendendangkan lagu Tanam Saja, salah satu karya yang sangat populer bagi pendengarnya. Menurut Nyoman Angga dari Nosstress, Hara memiliki cara menarik merespon masalah saat ini melalui konser kecil Kenduri yang minim emisi. Karena menggunakan alat minimalis dan penonton terbatas. Jika dihelat di panggung besar dan banyak penonton, tak mudah menyampaikan masalah dan berdiskusi sedetail ini.

Angga sendiri mengaku resah dengan kondisi lingkungan saat ini. Misalnya di Bali ada banyak daerah resapan air yang jadi akomodasi. “Berita banjir ini jarang terdengar, karena KTT G20, banyak masalah tertutup di Bali,” sebutnya.

Sebelum KTT G20 di Bali, ada bencana longsor dan banjir bandang di seluruh kabupaten dan kota. Alam menunjukkan kerentanannya, setelah dipicu hujan deras selama 2 hari. Sedikitnya 9 warga meninggal dan ribuan rumah rusak. Kawasan hulu seperti hutan dan kaki gunung paling terdampak karena sudah tidak mampu menampung air hujan.

Upaya menumbuhkan kesadaran untuk mengubah perilaku memperlakukan alam ini tak akan hadir hanya dengan kehadiran bencana. Hara mendorong kesadaran ini dari narasi-narasi musik dan berkebun, untuk mengenali tanah dan tanaman yang menghidupi.

Pemantik lain adalah lagu Arumdalu, bunga yang semerbak harum pada malam hari. Ada juga Bunga Seroja, representasi rasa hormat untuk seniman teater alm Gunawan Maryanto, yang ia panggil mas Cindil. “Duka adalah cinta yang selalu ada,” tuturnya emosional usai menyanyikannya.

Melalui Kenduri, ia juga hendak merayakan sifat feminin yang memberi energi bagi dirinya dan bumi. Berkebun menjadi medium sederhana mengenali zat-zat kehidupan dalam tanah, gulma, dan akar-akar tanaman.

 

Exit mobile version