Mongabay.co.id

Meski Dilindungi, Hewan Berdarah Biru Ini Masih Diburu

Hewan yang dikenal juga dengan horseshoe crab merupakan hewan inveterbrata akuatik yang tergolong pada kelompok filum Arthopoda, famili Limulidae. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

 

Kepiting tapal kuda atau biasa juga disebut ketam tapak kuda [Tachypleus gigas], merupakan satwa laut yang masih diburu saat ini. Hewan ini memiliki ekor panjang, sepintas mirip perpaduan pari dan kepiting.

Ketam tapak kuda yang dalam Bahasa Inggris dikenal dengan Horseshoe crab, sering disebut juga mimi atau belangkas. Hewan ini dapat ditemui di hampir semua perairan laut Indonesia. Tidak terkecuali di pesisir utara Gorontalo.

“Biota laut ini terlihat dari pesisir Atinggola hingga Tolinggula. Hewan ini banyak diburu karena memiliki darah biru untuk dijadikan obat dalam dunia farmasi,” ungkap Gusnar Ismail, penyelam senior dan juga pemerhati kelautan dan perikanan di Gorontalo, awal Desember 2022.

Warna biru pada darah kepiting ini, dikutip dari BBC, berasal dari tembaga di dalam darah hewan tersebut. Pada manusia, atom besi di darah memberi warna merah gelap.

Gusnar menambahkan, belum banyak masyarakat di pesisir Gorontalo yang mengetahui tingginya perburuan biota laut ini.

Biasanya, kepiting tapal kuda tertangkap jaring nelayan. Sebagian melepaskan kembali ke laut, namun ada juga yang mengambilnya dan kemudian dikeringkan untuk dijadikan sebagai hiasan dinding rumah.

Sementara, sebagian masyarakat di pesisir Gorontalo Utara masih ada yang percaya bahwa hewan ini bisa mengusir roh-roh jahat.

“Habitat kepiting tapal kuda dekat pesisir pantai di hutan mangrove. Biasanya, hidup berkelompok tapi juga sering saya jumpai berpasangan. Biota ini termasuk dilindungi,” ungkap Gusnar.

Baca: Belangkas Si Darah Biru Berharga Mati Terlilit Jaring Nelayan

 

Kepiting tapal kuda merupakan hewan laut berdarah biru yang statusnya dilindungi. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Banyak yang menyebut, kepiting tapal kuda sebagai fosil hidup dan mempunyai leluhur yang diperkirakan hidup sejak 450 juta tahun lalu. Hewan ini mempunyai keunikan mata yang banyak.

Dalam Peraturan Mengeri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MenLHK/Setjen/kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, kepiting tapal kuda merupakan jenis yang dilindungi. Terdapat tiga jenis yang diatur dalam Peraturan Menteri tersebut, yakni Tachypleus gigas [belangkas besar], Tachypleus tridentatus [belangkas tiga duri], dan Carcinoscorpius rotundicauda [belangkas padi].

Baca: Penyelundupan 7 Ribu Ekor Belangkas ke Thailand Digagalkan, Tiga Pelaku Ditangkap

 

Belangkas memiliki dua mata majemuk utama dan tujuh mata sederhana sekunder. Sumber: Wikimedia Commons/Rachel Oh/CC BY-SA 3.0

 

Perburuan

Perburuan kepiting tapal kuda beberapa kali dilaporkan. Pada 2017, delapan ribu ketam tapak kuda yang diambil dari perairan Taman Nasional Sembilang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan dan akan diselundupan ke Malaysia, digagalkan Direktorat Polisi Air [Ditpolair] Polda Sumsel.

Tingginya permintaan ketam tapal kuda dari luar negeri, diduga karena adanya informasi soal penggunaan satwa tersebut sebagai bahan makanan popular di Kota Tinggi, Johor, Malaysia.

Dan juga, ekstrak plasma darahnya yang dipercaya dapat mencegah penyakit meningitis. Di Amerikat Serikat, Tiongkok, dan Jepang, ekstrak darah digunakan sebagai bahan pengujian endotoksin serta mengdiagnosis penyakit meningitis dan gonorhoe.

Pada tahun 2019, sebanyak tujuh ribu ekor belangkas yang hendak diselundupkan ke Thailand, digagalkan TNI AL saat berpatroli menggunakan KRI Patimura-371 Satkor Koarmada I di perairan Aceh Timur, Aceh. Satwa unik ini marak diselundupkan karena harga jualnya yang mahal. Bahkan di pasar online, sudah ada yang menjual ekstrak darah biru kepiting tapal kuda.

Darah kepiting tapal kuda telah lama digunakan sebagai bahan kunci penelitian vaksinasi dan produk medis lainnya. Darahnya mengandung zat pembekuan khusus yang digunakan untuk membuat ramuan yang disebut Limulus amebocyte lysate atau LAL.

Dilansir dari BBC, saat pandemi COVID-19, kesehatan manusia bergantung pada kepiting tapal kuda. Sebab darah dari hewan ini digunakan untuk menguji apakah sebuah calon vaksin aman dipakai untuk manusia.

Baca juga: Digagalkan, Penyelundupan Ribuan Ketam Tapak Kuda dari TN Sembilang ke Malaysia

 

Kepiting tapal kuda yang sudah dikeringkan dan dijadikan sebagai hiasan dinding di wilayah Gorontalo Utara. Foto: Dok. Gusnar Ismail

 

Dalam sebuah publikasi ilmiah disebutkan, untuk memperoleh LAL, kepiting tapal kuda yang berukuran besar ditangkap, dicek kesehatannya, lalu darahnya diambil dengan menggunakan jarum suntik. Kemudian darah kepiting tapal kuda disentrifugasi untuk memisahkan amoebosit dari plasma cairnya. Amoebosit yang didapat lalu di freeze-dried dan diproses untuk digunakan.

Semakin tingginya kebutuhan uji deteksi pirogen dan endotoksin oleh industri farmasi terkait, membuat semakin langkanya jumlah kepiting tapal kuda di dunia. Hal ini mengakibatkan harga dari kit analisa LAL yang semakin mahal.

 

Kepiting tapal kuda berukuran besar di pesisir Gorontalo Utara. Foto: Dok. Gusnar Ismail

 

Penelitian berjudul “Karakteristik Darah Mimi [Tachypleus gigas] sebagai Pendeteksi Bakteri Kontaminan Penghasil Endotoksin Pada Produk Perikanan” yang terbitkan pada Buletin Oseanografi Marina [2018] menjelaskan bahwa kepiting tapal kuda merupakan jenis hewan beruas [Artropoda] yang menghuni perairan dangkal wilayah payau dan kawasan mangrove. Hewan ini merupakan salah satu sumber daya genetika yang dilindungi.

Penelitian tersebut mengambil darah untuk setiap ekor kepiting tapal kuda rata-rata 15-16 ml. Dan total 10 ekor kepiting tapal kuda menghasilkan darah biru 165,72 ml.

“Jika umumnya hewan darat maupun laut memiliki darah berwarna merah, namun darah pada Tachypleus gigas berwarna biru dan memiliki ekstrak darah yang kemungkinan mengandung senyawa antibakteri,” tulis para peneliti.

 

Exit mobile version