Mongabay.co.id

Catatan Akhir Tahun: Melihat Capaian Energi Terbarukan 2022, Bagaimana Peluang Tahun Depan?

 

 

 

 

 

 

Tahun 2022 segera berganti. Bagaimana kondisi transisi energi di Indonesia? Dari pengukuran kesiapan bertransisi (transition readiness framework) memperlihatkan,  kesiapan Indonesia bertransisi energi masih rendah meskipun beberapa kebijakan, dan rencana pengembangan energi terbarukan sudah terbit. Itu antara lain tercantum dalam laporan Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2023  yang dirilis Institute for Essential Services Reform (IESR) atas dukungan Bloomberg Philanthropies ini.

Beberapa kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan seperti, seperti enhanced nationally determined contributions (NDC), rencana umum pengembangan tenaga listrik (RUPTL) 2021-2030 dengan porsi 51,6 % energi terbarukan. Juga,  sudah ada Perpres 112/2022 mengenai percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik.

Laporan IETO menemukan, pangsa energi terbarukan dalam bauran energi primer Indonesia menurun dari 11,5% pada 2021 jadi 10,4% pada 2022. Kondisi ini karena pangsa batubara meningkat 43%, membuat target 23% pada 2025 akan sulit diraih kalau pemerintah tak segera memperkuat komitmen politik terhadap pengembangan energi terbarukan.

“Ada perbedaan kontras antara ambisi dan realisasi perkembangan energi terbarukan,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR saat peluncuran IETO di Jakarta, baru-baru ini.

Meski ada komitmen mengakselerasi pemanfaatan energi terbarukan, katanya, masih ada perbedaan persepsi dan prioritas berbagai pembuat kebijakan tentang bagaimana proses transisi dilakukan.

Kondisi ini, katanya, terlihat pada keputusan meniadakan feed in tariff pada Perpres 112/2022 dan penolakan terhadap klausula power wheeling (pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik termasuk untuk energi terbarukan) pada perumusan Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU-EBT). Juga, keputusan mempertahankan subsidi batubara dalam bentuk harga domestic market obligation (DMO).

Untuk transisi energi efektif, katanya, pemerintah harus punya kesatuan posisi dan menetapkan target.

IETO 2023 juga menyoroti pencapaian investasi energi terbarukan yang masih kurang dari target pemerintah, hanya US$1,35 miliar sampai kuartal ketiga 2022 alias hanya 35% dari target 2022 sebesar US$3,97 miliar.

Menurut IESR, iklim investasi perlu diperbaiki dengan memperbanyak dukungan finansial untuk pengembang energi terbarukan, proses pengadaan, skema tarif, dan proses perizinan lebih singkat dan jelas.

Pemerintah, katanya,  juga perlu mengurangi hambatan masuk investor asing, dan meningkatkan akses ke modal dengan suku bunga yang lebih rendah.

“Selain itu, penyediaan ruang lebih luas bagi integrasi energi terbarukan dalam sistem energi Indonesia harus segera dilakukan,” kata Fabby.

Hal yang dapat dilakukan untuk memberikan ruang bagi penetrasi energi terbarukan, selain dari melakukan pensiun dini PLTU, adalah mengoperasikan PLTU secara fleksibel.

Secara teknis, pengoperasian ini akan perlu perubahan dalam komponen-komponen utama PLTU dan fleksibilitas dalam perjanjian jual beli listrik serta kontrak suplai bahan bakar.

 

Baca juga: Transisi Energi ala Campur Batubara dan Biomassa Hadapi Kendala

Tongkang batubara di sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur. Foto : Kemal Jufri/Greenpeace.

 

Antisipasi krisis energi

Krisis energi global menunjukkan, kerentanan ketahanan energi berbasis fosil, termasuk Indonesia, masih 67% energi fosil.

Guna menghadapi ketidakpastian situasi sosial, politik, ekonomi dan lingkungan masa depan terhadap ketahanan energi nasional, katanya, pemerintah perlu cepat dan segera transisi energi berkeadilan dan berkelanjutan. Tentunya,  dengan optimasi pemanfaatan sumber energi terbarukan dan gantikan energi fosil.

Hal ini jadi sorotan dalam IETO 2023 adalah dampak krisis energi terlihat pada harga batubara, gas alam, dan minyak mentah melambung 2-4 kali pada pertengahan 2022 dibandingkan pada 2019.

Buntutnya, produsen batubara domestik lebih tertarik mengekspor, menyebabkan pasokan batubara dalam negeri menipis. Untuk mengatasi masalah krisis energi jangka pendek, katanya, pemerintah Indonesia membuat berbagai keputusan seperti mempertahankan kebijakan DMO, mengucurkan subsidi energi fosil mencapai Rp650 triliun dan menyesuaikan harga BBM untuk mengurangi beban subsidi.

Menurut Fabby, kondisi negara-negara Eropa dan Inggris yang mengalami harga energi mahal adalah contoh pemanfaatan transition fuel seperti gas alam sebagai strategi keliru.

Ketika terjadi kekurangan gas, katanya, mereka secara temporer menaikkan energi fosil. Kondisi ini justru mengingkari upaya global dalam menekan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan perubahan iklim.

Untuk itu, IESR mendorong pemerintah membereskan seluruh pekerjaan rumah dalam menggenjot perkembangan energi terbarukan dan efisiensi energi dengan cepat. Yakni, dengan menyesuaikan kebijakan energi nasional dan RUEN, penghapusan subsidi batubara dan gas secara bertahap. Juga, reformasi harga dan subsidi listrik, mempercepat pengakhiran operasi PLTU batubara, mengembangkan industri sel dan modul surya dalam negeri.

Kemudian, katanya, penyesuaian aturan jaringan sistem tenaga listrik (grid code), dan mengintegrasikan strategi transportasi maupun dekarbonisasi industri sesuai jalur nir emisi.

““Kata kuncinya, target ambisius juga fleksibel. Pemerintah harus mengejar semua reformasi ini secara cepat dan masyarakat harus terus mendorong agar transisi benar-benar terjadi.”

Sisi lain, sektor transportasi dan industri jadi krusial untuk dekarbonisasi dengan cepat.

Pada sektor transportasi, ada tren menarik pada adopsi kendaraan listrik yang meningkat. Terlihat dari jumlah kendaraan roda dua dan tiga yang naik hampir lima kali lipat dari 5.748 pada 2021 jadi 25.782 pada 2022.

Meskipun demikian, jumlah ini masih jauh dari target NDCs yang menetapkan 13 juta kendaraan roda dua dan tiga pada 2030.

“Pemerintah perlu mendorong penciptaan ekosistem transisi energi di semua sektor energi, salah satunya, menciptakan level playing field antara energi fosil dan alternatif teknologi rendah karbon dan energi terbarukan,” kata Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi, IESR.

Langkah awal yang perlu dikaji, katanya, bagaimana subsidi dan kompensasi energi saat ini bisa teralih untuk pemberian insentif pengembangan energi terbarukan dan adopsi teknologi rendah karbon. Juga saat bersamaan tetap membantu menjaga kesejahteraan masyarakat.

 

Baca juga: Kajian Ini Ungkap Energi Bersih Lebih Hemat daripada PLTU

Kompleks PLTU I Indramayu, Jabar yang asap batubara dari operasionalnya berdampak negatif terhadap pertanian dan kesehatan warga setempat. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Sektor industri

Penggunaan energi fosil industri menyumbang sekitar 20% emisi gas rumah kaca (GRK) sektor energi Indonesia. Peningkatan efisiensi proses dan efisiensi energi serta penggantian bahan bakar telah diterapkan oleh beberapa industri intensif energi untuk mengurangi emisinya.

Raditya Wiranegara, peneliti senior IESR juga penulis IETO 2023 mengatakan, implementasi carbon capture, utilization and storage (CCUS) dapat jadi strategi jangka pendek dalam mengurangi emisi proses pada industri semen, pupuk, dan baja. Upaya-upaya ini, katanya,  belum dimulai.

Industri, katanya,  perlu pula mengembangkan teknologi rendah karbon alternatif, seperti amonia berbasis elektrolisis untuk pupuk dan proses peleburan besi (direct reduction iron-electric arc furnace/DRI-EAF) berbasis hidrogen.

“Saat ini, pengembangan teknologi rendah karbon sektor industri sebagian besar masih tahap awal kesepakatan studi bersama,” kata Raditya.

IESR pun mendorong pemerintah mencapai bauran energi terbarukan 100% dalam bauran energi primer pada 2050 dan bauran energi terbarukan lebih 40% di sektor ketenagalistrikan pada 2030.

“Apabila pemerintah dapat memanfaatkan peluang dan dukungan itu maka daya tarik dan bauran energi terbarukan pasti akan meningkat,” katanya.

 

Energi surya atap yang dikembangkan masyarakat. Minat masyarakat tinggi terhadap surya atap, Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Partisipasi masyarakat

IETO 2023 juga memperlihatkan kalau kesadaran masyarakat tinggi terhadap transisi energi. Namun, katanya, beberapa hal harus dibenahi seperti pembatasan kapasitas pada pemasangan PLTS atap 15%, yang menurunkan minat masyarakat memanfaatkan teknologi ini. Kondisi ini,  berkontribusi pada bauran energi terbarukan dalam skala nasional.

“Berdasarkan survei publik, lebih 60% masyarakat yang kami survei setuju mempercepat pemberhentian penggunaan batubara sebagai sumber utama dalam sektor ketenagalistrikan dan mendukung pemerintah mulai memperhatikan sumber-sumber lain seperti radiasi matahari, air, dan angin,” kata Handriyanti D Puspitarini, peneliti senior IESR dan penulis utama IETO 2023.

Dengan dukungan publik besar itu, katanya, pemerintah harus mulai bisa membuktikan komitmen dalam menyediakan sumber listrik lebih bersih untuk seluruh masyarakat.

Menanggapi kajian ini, Harris, Direktur Panas Bumi Kementerian  Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) benarkan pencapaian bauran energi terbarukan belum persis seperti target tahunan. Pada 2021,  target 14,5% pada 2023 sesuai RUEN, baru tercapai 12,2%.

“Itu baru persentase. Jika dilihat volume megawatt-nya lebih ga match lagi karena ada perubahan drastis,” kata Harris. Meski demikian, bauran energi terbarukan tetap naik meski sedikit.

Mengenai usulan menaikkan target lebih ambisius, kata Harris,  sebaiknya Indonesia memastikan dulu target 51% dalam RUPTL saat ini bisa tercapai mengingat pengalaman sebelumnya jarang penuhi target.

“Kita sudah puya regulasi, meski belum sempurna,” katanya.

Harris juga melihat prioritas yang disoroti dalam IETO 2023 agak berbeda dengan prioritas KESDM. IETO begitu optimis menggenjot PLTS, yang menurut dia perlu dipertimbangkan skenario mencapai target 1.400 gigawatt.

“Kita masih punya yang lain seperti panas bumi, hidro, dan lain-lain.”

Dia usulkan, lebih banyak pembahasan mengenai energi efisiensi sebagai satu langkah dekarbonisasi yang jarang mendapat sorotan dalam kajian.

 

 

 

********

 

Exit mobile version