Mongabay.co.id

Catatan Akhir Tahun: Angan-angan Menyelamatkan Laut Natuna

 

Di penghujung tahun 2022 nelayan Natuna kembali melaporkan enam kapal ikan asing (KIA) Vietnam mencuri ikan di laut Natuna (illegal, unreported, unregulated fishing /IUUF). Setiap tahun permasalahan ini terus berulang. Bahkan KIA Vietnam semakin dekat ke pesisir Natuna.

Temuan nelayan itu disampaikan Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri kepada Mongabay Indonesia, Selasa, 28 Desember. “Kapal Petnam (Vietnam), peneng pale (pusing kepala),” tulis Hendri saat mengirim video singkat tersebut.

Video berdurasi 1 menit 40 detik itu memang menunjukan dugaan kapal Vietnam. Pada bagian akhir, nelayan melihatkan titik koordinat keberadaan kapal melalui GPS (global positioning system) yang ada di kapal mereka. Titiknya berada di N 05.06.461 E 107.55.311. Juga disertakan tanggal kejadian yaitu 27 Desember 2022. “Ada enam kapal Vietnam,” ujar seorang nelayan Pulau Laut dalam video itu.

Hendri mengatakan, cuaca ektrem melanda Natuna beberapa minggu belakang. Nelayan terpaksa tidak melaut. Namun, pada Selasa, 27 Desember cuaca mulai teduh, nelayan kembali turun ke laut. Di saat bersama mereka menemukan kapal asing Vietnam mencuri ikan dan mengabadikan kejadian itu. “Mereka mengaku melihat tiga pasang kapal Vietnam, artinya ada enam kapal,” kata Hendri dihubungi dari Batam, Kamis, 29 Desember 2022.

Seperti biasa, nelayan kata Hendri menemukan kapal asing Vietnam di laut dalam posisi bergandengan. Kondisi itu menandakan kapal ini menggunakan pukat harimau atau trawl. Alat tangkap menggunakan dua kapal yang bergerak perlahan menyapu ikan di laut.

Dari koordinat GPS nelayan, Hendri bilang, kapal Vietnam berada lebih kurang hanya 20 mil dari Pulau Laut Natuna. Keberadaan kapal tersebut semakin dekat dibandingkan laporan-laporan sebelumnya. “Kalau sudah dekat begitu, apakah patroli (kapal pemerintah Indonesia) memang ada atau tidak, kita tidak tahu,” kata Hendri.

baca : Nelayan Lokal Meradang: Tangkap Kapal Cantrang yang Menjamur di Natuna

 

Grafis hasil tangkapan layar monitoring AIS dari perangkat Marine Traffic IOJI. Sumber : IOJI

 

Dugaan Hendri, sejalan dengan analisis peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), yang menduga kapal yang berpapasan dengan nelayan merupakan KIA Vietnam. “Ini (KIA Vietnam) cuma 20 nautical mil dari Pulau Laut. Ini dekat sekali. Biasanya, paling dekat terpantau 40-50 nautical mil,” kata Imam Prakoso Analis Senior IOJI, yang dihubungi Kamis, 29 Desember 2022.

Imam mengatakan, ada beberapa alasan KIA Vietnam semakin berani mendekat ke Laut Natuna. Pertama, karena angin yang bertiup dari utara ke selatan memudahkan mereka menuju ke arah zone ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Kedua, ombak yang tinggi dan cuaca yang tidak bersahabat menghambat nelayan Natuna untuk menuju ke fishing ground sebelah utara Kepulauan Natuna.

Ketiga, kapal patroli Indonesia juga kemungkinan tidak berpatroli karena kondisi cuaca buruk. “Faktor satu, dua dan tiga menyebabkan kekosongan kapal-kapal Indonesia di wilayah Laut Natuna Utara yang kemudian dimanfaatkan KIA Vietnam,” katanya.

IOJI selalu menjumpai kehadiran puluhan KIA Vietnam setiap bulannya melalui teknologi AIS dan citra satelit

“Namun demikian perlu dicatat bahwa ada jauh lebih banyak KIA Vietnam yang tidak menggunakan AIS dan intrusinya dapat terjadi jauh lebih dekat dari pulau terluar, seperti yang dijumpai nelayan Natuna pada 27 Desember 2022,” kata Imam.

baca juga : Diintimidasi Kapal Penjaga Pantai China, Nelayan Natuna Teriak NKRI Harga Mati

 

Data jumlah kapal ikan Vietnam di zona ekonomi eksklusif Indonesia kurun 2021- 2022. Sumber : IOJI

 

Patroli Terkendala Anggaran

Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP) Pung Nugroho Saksono akan melakukan penindakan awal Januari mendatang terkait laporan tersebut.

Pung mengatakan, tidak bisa langsung menindak kapal tersebut, karena saat ini anggaran BBM PSDKP sudah habis. “Awal Januari  langsung kami sikat,” kata Pung, saat dihubungi Kamis, 29 Desember 2022.

Bagian Humas dan Protokol Badan Keamanan Laut (Bakamla) Kolonel Wisnu Pramandita menanggapi laporan nelayan tersebut. Dari hasil pantauan sementara melalui sistem AIS belum ada ditemukan kapal asing di titik itu. Tetapi kata Wisnu, banyak KIA melakukan illegal fishing di Natuna dengan cara memastikan AIS, sehingga tidak bisa terdeteksi.

Wisnu akan mendalami laporan tersebut sambil menunggu informasi dari Stasiun Bakamla yang ada di Natuna. “Kalau lokasi dekat dan memungkinkan tentu kita akan bergerak menuju kesana,” kata Wisnu.

Ia juga mengatakan, saat ini Bakamla juga kekurangan anggaran untuk patroli di Laut Natuna. Anggaran Bakamla dalam satu tahun hanya Rp370 miliar. “Itu untuk semua jenis belanja, termasuk kegiatan operasional,” katanya.

Menurut Wisnu, meskipun anggaran sedikit patroli atau operasi bersama bisa menjadi solusi. Ia membandingkan operasi bersama selama tahun 2022 dengan operasi mandiri di tahun yang sama.

Dalam data yang dikirim Wisnu, operasi mandiri Bakamla selama 215 hari melakukan 541 kali pemeriksaan, dengan empat tangkapan. Sedangkan operasi bersama, selama 60 hari mereka bisa melakukan 637 pemeriksaan, dengan tujuh tangkapan. “Operasi bersama tentu lebih efektif dan efisien,” katanya.

perlu dibaca : Ironis, Nelayan Natuna Terusir di Laut Sendiri karena Kapal Asing

 

Salah satu kapal asing Vietnam yang ditangkap TNI AL pada akhir tahun 2021. Foto : Humas TNI AL

 

Operasi bersama baru dimulai tahun 2022 dengan dasar Peraturan Pemerintah No.13/2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia. “Tahun depan semoga ditingkatkan anggaran operasionalnya,” kata Wisnu.

Wisnu melanjutkan, sudah mengusulkan penambahan anggaran ini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI. “Idealnya kita butuh anggaran di atas Rp1 triliun untuk maksimal menjaga Laut Natuna,” kata Wisnu.

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan mengatakan, selalu mendukung penambahan anggaran di Bakamla. Tetapi proses itu butuh waktu yang cukup panjang, karena hal ini bersinggungan dengan politik anggaran. “Kalau kami menghitung idealnya Bakamla itu anggaranya Rp5 triliun,” ujar Farhan saat dihubungi, Kamis, 29 Desember 2022.

Posisi keberadaan Bakamla di Laut Natuna sangat penting, lembaga ini sebagai alat menunjukkan eksistensi Indonesia di Laut Natuna masih bersengketa. Jika eksistensi ditunjukan Indonesia tidak lagi hanya sebatas klaim terhadap garis batas sendiri. “Jadi kita bisa katakan, wahai dunia kami memiliki wilayah tersebut, ini eksistensi kami melalui patroli Bakamla, makanya ini sangat penting, dalam diplomasi internasional di laut Cina Selatan dan Natuna Utara,” kata Farhan.

Data menunjukkan ketika kebijakan hukum menurun, produktifitas nelayan juga menurun. “Tentunya ini PR (pekerjaan rumah), bagaimana caranya meyakini bendahara negara apa yang dilakukan Bakamla itu penting,” katanya.

baca juga : Banyak Kapal Asing di Natuna, Sayangnya Patroli Laut Terbatas

 

Kapal kecil nelayan Natuna di pelabuhan. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Apakah Penangkapan Terukur Bisa Jadi Solusi?

Wisnu juga menyinggung terkait pemberdayaan nelayan di dalam menjaga Laut Natuna. Menurutnya, pemberdayaan nelayan sangat membantu. “Bakamla punya konsep nelayan nasional Indonesia,” kata Wisnu.

Maksud konsep tersebut yaitu menghadirkan nelayan menjadi mata-mata di daerah perbatasan. Tetapi, Wisnu bilang, konsep itu perlu insentif anggaran yang cukup besar. Salah satunya memberi bantuan kapal yang lebih besar untuk nelayan menjaga laut Natuna.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini mengatakan, permasalahan laut Natuna solusinya adalah konsep perikanan tangkap terukur. Baik menjawab soal anggaran atau pemberdayaan nelayan menjaga Laut Natuna.

“Dengan PIT (penangkapan ikan terukur) jika sudah diterapkan pengawasan akan lebih ketat menggunakan satelit. Sehingga semua kapal disana akan terpantau,” kata Zaini saat dihubungi Mongabay Indonesia dari Batam, Kamis, 29 Desember 2022.

Zaini meminta nelayan lokal Natuna tidak usah khawatir terkait kebijakan PIT, semuanya akan diberikan kuota dan juga KKP akan memberdayakan nelayan. “Perikanan ikan terukur ini akan dimulai Januari, tanggalnya saya belum tahu, karena masih menunggu PP (peraturan pemerintah),” kata Zaini.

Pemberdayaan nelayan, kata Zaini, juga terdapat dalam konsep kebijakan penangkapan ikan terukur yaitu melalui program turunan pendirian kampung-kampung nelayan di sekitar Natuna.

Di dalam program kampung nelayan terdapat beberapa upaya pemberdayaan nelayan, yaitu pemberdayaan bisa dalam bentuk permodalan, bantuan kapal, bantuan mesin dan bantuan alat tangkap.

KKP akan melakukan intervensi ke kampung nelayan agar usaha mereka lebih berdaya. Bisa juga penambahan dan perbaikan fasilitas seperti memberikan cold storage, pabrik es dan sebagainya. “Termasuk memperbesar kapal nelayan,” tegas Zaini.

baca juga : IOJI: Ada Dugaan Kapal Patroli Vietnam Lindungi Illegal Fishing di Natuna

 

Seorang Nelayan Natuna menunjukan ikan hasil tangkapan mereka. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan soal penambahan anggaran Zaini bilang, juga sejalan dengan penerapan kebijakan PIT. Setelah kebijakan ini diterapkan, anggaran KKP tentu otomatis bertambah. “Semua akan kita benahi, mudah-mudahan negara makin bagus, PIT berjalan, sehingga anggaran KKP makin besar, tentu anggaran PSDKP juga semakin besar,” katanya.

Zaini juga menegaskan sosialisasi perikanan terukur terus disampaikan kepada nelayan. “Tetapi sekarang lewat online,” katanya.

Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri mengaku belum mendapatkan sosialisasi terkait kebijakan ikan terukur KKP. Bahkan Hendri sudah meminta Dirjen Perikanan Tangkap KKP untuk melakukan sosialisasi langsung ke nelayan Natuna. “Bayangkan kita yang minta KKP sosialisasi ke Natuna, tetapi tidak terealisasi juga sampai sekarang,” katanya.

Bahkan, nelayan Natuna kesulitan akses bertemu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan ketika datang ke Natuna. “Mungkin karena takut didemo, padahal nelayan Natuna hanya ingin mendapatkan sosialisasi,” kata Hendri.

Minimnya sosialisasi di Natuna, menimbulkan kecurigaan nelayan terhadap kebijakan tersebut. Apalagi tersebar kabar kapal asing juga diperbolehkan menangkap ikan di Laut Natuna dengan beberapa syarat. “Mengatasi laut Natuna dari kapal asing, bukan dengan program baru, tetapi dengan tindakan tegas,” katanya.

Hendri berharap, pemerintah harus serius menangani masalah Laut Natuna, tidak hanya untuk nelayan tetapi juga kedaulatan bangsa. Akibat intrusi kapal asing ini nelayan tradisional Natuna tersingkirkan dari laut mereka sendiri.

Nelayan terpaksa menerima risiko lebih berat, dengan cara menangkap ikan di laut perbatasan Malaysia. Di perairan itu nelayan dibayangi risiko ditangkap kapal patroli negara Malaysia yang berujung penjara dan denda. “Sudah ada nelayan kita yang ditangkap, bahkan sekarang masih ditahan di Malaysia,” pungkasnya.

 

Sebuah kapal nelayan Natuna yang menggunakan panel surya berlayar di perairan Natuna Provinsi Kepri. Foto : Yogi Eka Syahputra/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version