Mongabay.co.id

Mendesak Produsen Bertanggung Jawab Atas Sampah Mereka [2]

 

 

 

 

Kantong plastik putih, merah, hitam dan banyak warna lain berserakan di tepian sungai maupun di tepi jalan di Kota Gorontalo, Gorontalo. Banyak juga kantong bermacam kemasan (sachet) kopi, snack, sabun, shampo, bermacam gelas atau botol kemasan air mineral dan lain-lain.

Pemandangan seperti ini hampir jamak terjadi di berbagai daerah di Indonesia, tak hanya di Gorontalo. Di Sumatera, Kalimantan, Maluku Utara, sampai Papua Barat dan lain-lain, sampah berserakan sembarangan dan berakhir di sungai atau laut. Perairan tercemar sampah terutama sampah plastik.

Di Indonesia,   sampah jadi persoalan serius. Berbagai kebijakan dibuat pemerintah dinilai belum berjalan optimal.  Sampah-sampah plastik ini terdeteksi menciptakan berbagai persoalan, dari penumpukan di tempat pembuangan akhir (TPA), merusak ekosistem laut, sungai dan air tawar, hingga polusi udara karena pembakaran sampah plastik.

Fajri Fadhillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup di Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) mengatakan, setiap produsen penyumbang sampah di Indonesia, harus diberi sanksi tegas. Sikap acuh tak acuh produsen, harus dapat tindakan tegas dan serius pemerintah.

Dia menilai, Pemerintah Indonesia tidak tegas dalam menjalankan peraturan, termasuk Peraturan No. P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Sebenarnya, kata Fajri, Peraturan No. P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen merupakan langkah awal cukup baik untuk mengarahkan pengurangan sampah oleh produsen. Sayangnya, pelaksanaan minim.

Produsen, katanya, masih gunakan pengurangan sampah dengan daur ulang, apalagi ada teknologi waste to energy yang disebut sebagai solusi dari permasalahan di Indonesia. Padahal, katanya, metode itu merupakan solusi palsu malah bisa memicu pencemaran lingkungan.

Teknologi waste to energy terakomodir dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 18/2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah. Penerapan teknologi itu mahal dan berpotensi gagal.

“Ketika sampah plastik dan sampah sekali pakai dibakar akan menimbulkan beban lingkungan juga. Abu-abu pembakaran akan bocor ke udara dan menimbulkan pencemaran lingkungan kembali,” katanya, kepada Mongabay, akhir Desember lalu.

 

Baca juga: Kala Sungai di Lombok Tercemar Mikroplastik, Limbah Medis pun Ditemukan di Perairan Ambon [1]

Sampah plastik kemasan berbagai hal ditemukan di tepian sungai maupun laut di berbagai daerah di Indonesia. Foto: Ecoton

 

Pada 2018, Indonesia hasilkan sekitar 9.975.000 ton sampah plastik, setara 15% dari timbulan sampah. Dari jumlah itu, antara 270.000-590.000 ton sampah plastik diperkirakan berakhir di lingkungan laut. Pengelolaan sampah tidak tepat di darat adalah alasan utama plastik berakhir di laut.

Berdasarkan laporan National Plastic Action Partnership (NPAP) Indonesia Oktober 2022 menunjukkan, ada sekitar 49% sampah kota yang terkumpul dibuang ke tempat pembuangan akhir, 51% lainnya pengelolaan masih buruk.

Pengelolaan sampah buruk,  katanya, kebanyakan melalui pembuangan terbuka, pembakaran, atau kebocoran ke saluran air yang menambah masalah polusi plastik dan sampah. Selain itu, Pandemi COVID-19 juga meningkatkan produk plastik tertentu, seperti masker dan sarung tangan.

Pada 2016, Forum Ekonomi Dunia memperkirakan pada 2050,  akan ada lebih banyak sampah plastik di lautan daripada ikan. Hal itu, katanya, mungkin terjadi kalau tak ada strategi dan intervensi kebijakan yang efektif oleh berbagai negara, termasuk Indonesia.

Terlebih, Indonesia negara kedua penghasil sampah plastik terbesar di dunia setelah Tiongkok. Menurut Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebanyak 37% sampah plastik di pantai dan laut. Berdasarkan hasil Ekspedisi sungai Nusantara (ESN), seluruh wilayah Indonesia, baik provinsi dan kabupaten/kota, sudah banjir mikroplastik.

 

10 Perusahaan Penyumbang Sampah Plastik Terbesar di Indonesia:

 

 

Penyumbang sampah

Berdasarkan hasil brand audit oleh Break Free From Plastic menyebutkan,  ada produk Danone, masuk dalam top plastic polluters di Indonesia bersama dengan Wings Group, Mayora Indah, Indofood, dan Unilever.

Secara global, Break Free From Plastic menemukan, produk Coca Cola masuk dalam peringkat pertama setelah, PepsiCo, Nestle, Unilever dan Mondelez International. Hasil brand audit oleh Break Free From Plastic itu, dilakukan selama lima tahun, 2018-2022.

Berdasarkan hasil observasi lapangan atau audit sampah sachet dari Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) menunjukan, Indofood, Wings Food, Mayora, Unilever, dan Ajinomoto mendominasi tumpukan sampah di tepi sungai, danau dan pantai di Indonesia.

Hasil penelitian Tim ESN, ada 68 sungai strategis nasional dibanjiri mikroplastik yang merupakan serpihan kecil sampah plastik. Ada juga lima provinsi di Indonesia yang paling tinggi terkontaminasi partikel mikroplastik, yaitu, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bangka Belitung, dan Sulawesi Tengah.

Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) sekaligus peneliti tim ESN mendesak, produsen penyumbang sampah plastik di Indonesia harus benar-benar bertanggung jawab atas sampah mereka.

Sejak 29 November 2022, Mongabay menyurati 10 perusahaan yang jadi produsen peyumbang sampah plastik terbesar menurut Break Free From Plastic maupun Tim ESN.  Sayangnya, dari 10 perusahaan yang disurati, hanya satu perusahaan merespon, yaitu Indofood. Yang lain, sampai berita terbit tak ada jawaban.

 

Sampah kemasan plastik. Foto: Ecoton

 

Stefanus Indrayana, Head of Corporate Communication Division PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) mengatakan, Indofood sudah dan sedang proses pengurangan sampah plastik di Indonesia. Baik,  dengan mandiri maupun bekerja sama berbagai pemangku kepentingan lain di dalam negeri dan kalangan industri.

Saat ini, katanya, Indofood membangun kerjasama bersama Packaging and Recycling Association for Indonesia Sustainable Environment (PRAISE) dan Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO). Mereka membangun ekosistem sirkuler ekonomi yang terintegrasi untuk penanganan sampah pasca konsumsi di Indonesia.

“Upaya dan penetapan target dalam bentuk peta jalan pengurangan sampah akan kami laporkan kepada pemerintah,” katanya dalam email balasan kepada Mongabay, Desember lalu.

Pada Juni 2021, atau kurang lebih dua tahun setelah aturan dan penetapan target dalam bentuk peta jalan pengurangan sampah dibuat, ada 23 produsen mengirimkan dokumen perencanaan pelaksanaan peta jalan pengurangan sampah 2020-2029 sesuai tenggat waktu yang ditetapkan.

Sayangnya, dokumen perencanaan pelaksanaan peta jalan pengurangan sampah 2020-2029 mereka terkesan lamban dan tak berarti. Sampah-sampah di Indonesia tak menunjukan pengurangan signifikan, bahkan serpihan plastik yang sudah berubah menjadi mikroplastik sudah membanjiri seluruh wilayah Indonesia.

Prigi mengatakan, timbunan sampah makin meningkat setiap tahun dan banyak sampah plastik berakhir di sungai dan lautan menunjukkan belum ada aksi nyata. Apalagi, kapasitas layanan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah masih sangat rendah.

Dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia, katanya,  hanya 45% memiliki Peraturan Daerah (Perda) Persampahan dan Perda Retribusi Persampahan. Presiden Joko Widodo, katanya, meminta pengelolaan sampah harus menjadi program penting yang dibuat terpadu dan sistemik. Untuk itu, harus ada aksi nyata produsen.

“Harus ada juga keterlibatan masyarakat dan swasta serta sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan sampah di Indonesia,” kata Prigi.

Identifikasi Mikroplastik pada Sungai di Indonesia Tahun 2022:

 

 

Aksi produsen

Peran produsen dalam penanganan sampah mereka mulai dilakukan. Coca Cola, misal, punya program ‘Recycle Me’ kolaborasi bersama Yayasan Mahija Parahita Nusantara dan Waste4Change sebagai mitra pengumpulan sampah.

‘Recycle Me’ digagas sejak 2021. Dalam rilis kepada media Oktober lalu, menyebutkan, dalam 2022,  program ini meningkatkan insentif logistic sampai Rp3,000.

Para konsumen dapat mengumpulkan, memilah dan mengirimkan botol plastik PET bekas pakai mereka ke pusat pengumpulan yang dikelola Mahija Parahita Nusantara melalui situs Waste4Change di Jakarta dan sekitar. Kemudian mereka akan memperoleh poin reward karena turut berpartisipasi dalam proses daur ulang.

Botol plastik PET bekas pakai yang terkumpul akan didaur ulang dan diubah jadi kaus, tas dan produk yang bermanfaat lain.

Triyono Prijosoesilo, Director of Public Affairs, Communications and Sustainability PT Coca-Cola Indonesia, mengatakan, senantiasa mendorong lebih banyak orang mendaur ulang dan membantu memberikan kehidupan kedua bagi botol plastik PET bekas pakai.

“Botol-botol plastik yang kita gunakan bukanlah sampah dan masih memiliki nilai. Kami bangga dapat kembali mendukung program ‘Recycle Me’ tahun kedua ini.”

Perusahaan, katanya, memberikan insentif bagi konsumen untuk memilah kemasan botol bekas pakai dari sampah yang tak bisa didaur ulang. “Melalui kerja sama kami dengan Waste4Change dan Yayasan Mahija Parahita Nusantara ini kami ingin memastikan agar botol-botol itu terdaur ulang dan mendapatkan kehidupan kedua.”

 

Program Coca Cola yang bikin depot khusus untuk mengembalikan kemasan plastik mereka. Foto: dokumen Coca Cola

 

Ada lagi PT. Monica Hijau Lestari (The Body Shop). Produsen kosmetik ini punya program bring back our bottles (BBOB) yang mengajak konsumen untuk mengembalikan kemasan kosong produk The Body Shop ke toko-toko terdekat untuk didaur ulang,  Hasil pengolahannya,  untuk pemberdayaan masyarakat.

Konsumen yang mengembalikan bekas kemasan pun mendapat poin yang kemudian, antara lain, bisa untuk alat tukar mendapatkan produk The Body Shop.

“Konsumen yang mengembalikan kemasan kita diberikan harga yang adil. Kami juga bekerjasama dengan berbagai lembaga untuk mengsukseskan program BBOB,” kata Dita Agustia, Corporate Values Manager The Body Shop Indonesia kepada Mongabay, akhir November lalu.

Melalui program BBOB, katanya, The Body Shop Indonesia berusaha mengedukasi konsumen dan publik agar bertanggung jawab terhadap produk kemasan plastik mereka hingga bisa mengurangi timbulan sampah di lingkungan sekitar ataupun tempat pembuangan akhir (TPA).

BBOB, katanya,  pertama kali rilis pada 2008 dan menjadi pionir untuk program pengembalian kemasan kosong di Indonesia. Dia bilang, program bertujuan mengubah cara berpikir terhadap kemasan dan plastik.

The Body Shop Indonesia juga ingin memberdayakan pemungut sampah dan mengurangi permasalah global soal sampah plastik.

Pada 2016, program BBOB menerima dua penghargaan, dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas inisiatif dalam pengurangan sampah.

 

The Body Shop, salah satu produsen produk kecantikan, yang meminta konsumen mengembalikan lagi kemasan mereka dengan mendapat poin. Foto: dari laman resmi The Body Shop

 

Dita bilang, tanggung jawab ini bersifat jangka panjang, hingga The Body Shop dapat berkontribusi mengatasi persoalan sampah plastik.

Targetnya, pada 2025, seluruh plastik The Body Shop akan gunakan 100% plastik daur ulang untuk kembali dalam rantai pasok serta terbebas dari bahan baku fosil.

Pada 2030, The Body Shop berencana menggunakan tiga jenis plastik agar memudahkan konsumen mendaur ulang.

“The Body Shop juga berencana, plastik baru nanti akan terbuat dari sumber yang bersih, berbahan dasar tumbuhan atau sejenisnya, yang jelas bukan plastik dari bahan baku fosil.”

Fajri bilang, yang dilakukan perusahaan-perusahaan itu merupakan aksi nyata yang seharusnya ditiru semua produsen. Apalagi, seperti program BBOB The Body Shop dibuat jauh sebelum ada peraturan pemerintah pada 2019.

Fajri bilang, pemerintah maupun produsen-produsen peyumbang sampah harus mampu menerjemahkan jelas untuk menutup keran pencemaran lingkungan.

Pengelolaan sampah, katanya,  harus mengutamakan pengurangan dahulu agar beban penanganan tidak makin besar. Hal itu, katanya,  sebenarnya diatur dalam UU Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Dia menganalogikan, ketika air dalam bak sudah penuh, harusnya bukan langsung mengepel air yang sudah mengalir ke lantai, tetapi matikan keran air.

“Harus tutup keran produksi sampah di produsen, karena produsen yang memiliki kuasa lebih besar dalam pengurangan sampah,” katanya

 

Sampah-sampah kemasan plastik di Ambon, Maluku. Foto: Ecoton

 

Prigi juga mendesak semua produsen penyumbang sampah harus menetapkan target dan peta jalan detail, jelas dan tegas dalam menghentikan penjualan produk kemasan sachet banyak lapisan dan sekali pakai. Kemudian para produsen ini beralih ke sistem distribusi guna ulang. Prigi bilang, produsen harus mengumumkan komitmen keseriusan pencegahan dan pengurangan timbulan sampah plastik kepada publik.

Produsen, katanya, harus dapat meningkatkan investasi pada solusi sesungguhnya dalam penanggulangan persoalan plastik. Antara lain dengan mengembangkan material, teknologi dan sistem distribusi yang aman dan berkelanjutan. Juga meningkatkan pengumpulan dan pemilahan sampah plastik dari konsumen secara menyeluruh untuk semua kemasan mereka.

“Produsen juga harus memperluas area penerapan uji coba atau pilot penjualan kemasan reusable dan membangun jaringan distribusi kios refill hingga ke pelosok dan terpencil Indonesia yang tidak terjangkau layanan pengelolaan sampah formal dari pemerintah daerah,” kata Prigi.

Dia juga meminta produsen harus mendukung upaya pemerintah dan masyarakat dalam membangun dan mereplikasi kawasan pengelolaan sampah mandiri untuk mendorong penerapan tanggung jawab warga negara. Produsen, katanya, harus menerapkan prinsip zero waste secara massal melalui pengurangan timbulan sampah, pilah sampah dari sumber dan pengoperasian sarana pengolahan sampah organik di setiap kawasan permukiman desa dan kelurahan.

Produsen juga diminta melakukan pencegahan kontaminasi bahan kimia beracun dan partikel mikroplastik pengganggu hormon dan karsinogenik pada produk dan kemasan produk yang dipasarkan. Juga upaya pembersihan dan pengumpulan sampah sachet dan plastik yang tercecer di perairan Indonesia.

“Produsen juga harus edukasi kepada konsumen tentang bahaya plastik dan ajakan beralih pada sistem distribusi reuse dan refill produk melalui iklan masyarakat secara masif dan massal di televisi, media cetak dan media online,” katanya.

Novrizal Tahar, Direktur Penanganan Sampah KLHK mengatakan, peraturan dan target Pemerintah Indonesia dari rencana aksi nasional kelautan sampah plastik 2017-2025,  sudah berjalan. Pada 2021, terjadi pengurangan sekitar 28,5% sampah plastik di laut.

Dia optimis, RAN Kelautan Sampah Plastik, yang menargetkan ada pengurangan sekitar 70% sampah plastik di laut bisa berjalan. Secara paralel, KLHK juga akan terus melakukan upaya-upaya mitigasi.

“Misal, kita akan mendorong kebijakan-kebijakan pengelolaan sampah di sumbernya dengan, tempat pengelolaan sampah reduce, reuse, recycle, bank sampah, serta tempat pembuangan sementara dan tempat pembuangan akhir,” katanya, awal Januari 2023.

Dia bilang,  paling penting, penerapan penuh metode pengelolaan sampah dengan konsep zero waste to landfill yaitu pengelolaan sampah berbasis pengurangan,  guna ulang dan recycle yang berujung pada berkurangnya sampah.” Itu yang kita dorong di kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.” (Selesai)

Timbunan Sampah Tahunan di Indonesia pada tahun 2019, 2020, dan 2021:

 

Sebelumnya:  Kala Sungai di Lombok Tercemar Mikroplastik, Limbah Medis pun Ditemukan di Perairan Ambon [1]

 

********

 

Exit mobile version