Mongabay.co.id

Menelusuri Jejak Duyung di Desa Pengudang Bintan

 

Beberapa anak-anak terlihat menyaksikan kerangka tulang seekor dugong yang sudah diawetkan di acara Festival Seafood Pengudang, Kabupaten Bintan pada akhir 2022 lalu. Kerangka tulangnya masih utuh, dari kepala hingga ekor.

Namun kepak sayap tulang dugong ini memiliki lima jari menyerupai tangan manusia. Jari-jari tersebut menjadi perhatian pengunjung ketika melihat kerangka tulang dugong. “Jarinya memang lima, itu sejak pertama diawetkan, sudah begitu,” kata Yusuf salah seorang warga di Pengudang.

Kerangka tulang yang dipajang di festival itu merupakan kerangka hewan dugong. Karena memiliki jari, membuat dugong ini semakin dipercaya warga sebagai ikan duyung, manusia setengah ikan.

Yusuf mengatakan, kerangka dugong itu di awalnya digali setelah beberapa tahun dikubur. Kemudian diawetkan untuk keperluan penelitian salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Sampai saat ini tulang dugong menjadi aset Desa Pengudang, Kabupaten Bintan. “Ini juga bukti bahwa desa ini banyak hewan dugong,” kata Yusuf.

baca : Minim Sosialisasi, Dugong Terdampar di Lingga Dipotong dan Dijual

Seorang anak-anak melihat kerangka dugong yang sudah diawetkan di dalam kaca. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Desa Pengudang Habitat Dugong

Desa Pengudang terletak di Timur Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Desa ini memiliki pantai yang panjang. Selain itu juga tempat konservasi padang lamun. Setidaknya terdapat 2.600 hektar padang lamun di pesisir desa dalam kondisi sehat.

Karena memiliki padang lamun yang luas. Desa ini disebut menjadi salah satu lokasi ekosistem dugong. Tidak dipungkiri beberapa kali kasus dugong terdampar, terperangkap jaring nelayan terjadi di desa ini.

Hannashi, salah seorang warga Desa Pengudang yang acap kali menemukan dugong di perairan Desa Pengudang bercerita kepada Mongabay Indonesia. Ia mengatakan, dulu dugong yang ditemukan dimakan warga, sekarang setelah mengetahui aturannya dugong dilepas atau dikubur kalau sudah mati.

Penemuan dugong tidak terjadi baru-baru ini saja di Desa Pengudang. Tetapi sudah pernah ditemukan pada tahun 1982. “Ketika itu setelah ditemukan dipotong warga,” kata Hannashi akhir November 2022 lalu di kediamannya.

Hannashi mengatakan memang dulunya dugong banyak di pesisir Desa Pengudang. Pada suatu ketika kata pria 60 tahun itu, satu ekor anak dugong pernah terperangkap di jaring ikannya. Selang beberapa menit, tiga ekor dugong menghampiri jaring tersebut. “Seolah-olah mereka ingin menyelamatkan anaknya,” kata Hannashi.

Dahulu bagi masyarakat masuknya dugong ke jaring sebuah petaka. Pasalnya jaring nelayan akan rusak ketika tertangkap dugong. Kondisi itu membuat nelayan dan warga membawa dugong ke darat bahkan dijual untuk mencari pengganti jaring yang rusak.

baca juga : Seekor Dugong ditemukan di Rupat Utara Bengkalis Riau. Bagaimana Kondisinya?

 

Pemandangan Pesisir Desa Pengudang Telu Sebong Bintan. Kawasan ini menjadi lokasi konservasi padang lamun dan dugong. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Seingat Hannashi ia menemukan dugong pada tahun 2001, 2013, 2015, dan 2018. “Yang tahun 2001 kita tidak tahu aturan, dipotong warga kemudian dibagi-bagi,” katanya.

Terakhir pada 2018 Hannasi kembali menemukan dugong terdampar di perairan Desa Pengudang. Panjangnya hampir lima meter. Ketika itu dugong langsung dilepaskan. “Dilepaskan, karena tidak merugikan kami juga, kecuali jaring rusak,” katanya.

Tidak hanya dijual dagingnya, beberapa bagian organ tubuh dugong juga diburu orang. Salah satunya taring dugong. Taring dugong banyak dicari karena dapat mengobati bayi yang sedang sakit.

Taring direndam kemudian airnya diminum atau untuk cuci muka. “Saya masih simpan satu taring, sudah ada yang menawar, saya tidak mau karena tidak tahu lagi kapan kita bisa dapat ini taring,” katanya.

Semenjak 2018 Hanashi tidak pernah lagi menemukan ikan dugong. Ia juga menceritakan bahkan beberapa tahun lalu seorang peneliti menyelam untuk mencari dugong juga tidak melihat keberadaannya.

Dalam situs The International Union for Conservation of Nature (IUCN) dugong berstatus vulnerable (rentan). Bahkan di China mamalia laut langka ini sudah dinyatakan punah, oleh Zoological Society of London (ZSL) dan Chinese Academy of Sciences dalam studi terbaru mereka.

baca juga : Kisah Para Pemburu Dugong di Teluk Bogam

 

Pesisir desa pengudang yang asri. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Masih Adakah Dugong di Desa Pengudang?

Banyaknya habitat dugong di kawasan ini, menjadikan Desa Pengudang satu dari empat daerah di Indonesia yang mendapatkan program konservasi Dugong Seagress Conservation Project (DSCP) pada tahun 2016-2019. Sedangkan tiga daerah lainnya yaitu ada di Toli-toli, Waringin Barat dan Alor.

Program tersebut hasil kerjasama dengan LIPI, Institut Pertanian Bogor (IPB), World Wide Fund for Nature (WWF) dan masyarakat setempat. Program utama DSCP berguna meningkatkan perlindungan terhadap duyung dan padang lamun di empat perairan tersebut.

Peneliti Mamalia Laut Pusat Riset Oseanografi Badan Riset Dan Inovasi Nasional (BRIN) Sekar Mira belum bisa memastikan Desa Pengudang apakah masih menjadi hotspot keberadaan dugong atau tidak. Bahkan di Indonesia sulit mengetahui keberadaan dugong tersebut. “Sekarang sudah susah, kita tidak bisa lagi melihat secara langsung,” katanya kepada Mongabay Indonesia belum lama ini.

Sekar mengatakan, program DSCP cukup berhasil di Kabupaten Bintan. Semenjak itu masyarakat jadi paham untuk melindungi dugong yang semakin punah. Namun, sosialisasi belum menyasar ke daerah lain. Seperti di Kabupaten Lingga. Sehingga masih banyak terjadi praktek jual beli bahkan masyarakat yang memakan daging dugong.

baca juga : Padang Lamun di Teluk Bogam, Rumah Makan Kawanan Dugong

 

Ilustrasi. Seekor Dugong (Dugong dugon) di perairan Filipina. Foto : Jürgen-Freund/WWF

 

Kandidat doktor Leiden University itu mengatakan, yang amat penting dalam menjaga dugong tetap ada selain sosialisasi adalah penegakan hukum. Selama ini kepedulian pemerintah terkait keberadaan ekosistem hewan langka seperti dudong ini minim. “Ini yang perlu penegakan hukum, terkadang diabaikan,” kata Mira.

Dalam sebuah penelitian bertajuk, “Kandungan Energi Lamun Desa Berakit dan Desa Pengudang Pulau Bintan untuk Mendukung Keberadaan Dugong” oleh LIPI, 2018 lalu menyebutkan berbagai ancaman mempengaruhi keberadaan dugong di Desa Pengudang. Diantaranya rusaknya habitat lamun, keberadaan alat tangkap nelayan, pembangunan di pesisir, hingga polusi atau pencemaran laut.

 

 

Exit mobile version