Mongabay.co.id

Cuaca Ekstrem Jadi Kendala Pelaku Usaha Ikan Hias

 

Pelaku usaha ikan hias di pasar grosir ikan hias Jatinegara, Jakarta Timur, DKI Jakarta, mulai mengeluhkan dampak cuaca ekstrem yang menyebabkan ikan mudah terserang penyakit dan mati. Hal itu dikarenakan suhu air terlalu dingin dalam beberapa pekan terakhir.

Rais (38), pedagang ikan hias asal Padang, Sumatra Barat mengaku sudah sejak Desember tahun lalu beberapa jenis ikan hias dagangannya terserang penyakit, terutama penyakit jenis bakteri jamur yang bisa merugikan ekosistem akuarium.

Timbulnya parasit tersebut bisa menyebabkan penyakit pada sejumlah ikan di dalam aquarium yang dipajang di lapak berukuran sekitar 3×6 tersebut. Penyakit ini bisa menginfeksi ikan dengan menempel pada sirip atau sisip ikan.

Secara bertahap, jamur itu terus tumbuh dan menyebar sehingga kesehatan ikan menjadi terpengaruh. Bukan hanya itu, jamur ini juga bisa sampai ke insang ikan sehingga mengganggu pernafasan anggota vertebrata poikilometermik atau hewan berdarah dingin ini. Jika tidak bisa diatasi ikan akan kesulitan bernafas, dan akhirnya mati.

“Kalau ikan sudah kena jamur kayak gini ya gak berani menjual. Kan kasihan juga ke pembeli, masak beli ikan penyakitan. Kalau bisa merawat ya harus dirawat dulu, sampai benar-benar ikan normal baru dijual,” ujar pria yang menekuni usaha ikan hias sejak tahun 2000-an, Sabtu (07/01/2023).

baca : Dilema Nelayan Pencari Ikan Hias Di Masa Pandemi

 

Beberapa jenis ikan hias dalam satu aquarium yang dipajang di lapak Pasar Grosir Ikan Hias Jatinegara. Pedagang mengaku, karena cuaca ekstrem ini membuat perawatan ikan hias lebih maksimal. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Karena ukuran jamur sangat kecil, sehingga gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini juga tidak bisa dilihat secara kasat mata. Hanya berupa titi-titik putih yang samar.

Namun, lanjut Rais, gejala itu juga bisa diamati lewat lendir yang berlebihan pada tubuh ikan. Selain itu, gejalanya bisa dilihat berbentuk spot-spot berwarna putih keabuan seperti kapas yang mendompleng di tubuh ikan.

 

Air Berubah

Asep Sukandar (35), pedagang ikan koi juga mengaku akhir-akhir ini cuaca memang kurang baik. Dampaknya, selain berpengaruh terhadap kesehatan ikan pengunjung juga menjadi berkurang. Padahal, di tahun sebelumnya meski dalam kondisi pandemi pasar grosir selalu ramai didatangi pengunjung.

Sehingga berdampak juga terhadap pendapatannya. Bahkan, dalam sehari ia bisa mendapati uang Rp1 juta. Namun, karena saat ini cuaca kurang bagus penghasilannya jadi menurun. Dagangannya jadi lebih sering buka-tutup.

Asep beranggapan, jika cuaca mendukung perawatan ikan dengan nama latin Cyprinus rubrofuscus untuk dijual ini sebenarnya mudah. Tetapi, karena belakangan ini cuaca tidak jelas sehingga menjadi tantangan tersendiri.

“Ikan jadi mudah terserang penyakit, jenis penyakitnya pun bermacam-macam. Kalau yang sering menyerang ikan koi jenisnya penyakit White spot,” jelas pria bertubuh dempal itu disela-sela mengatur air di kolam ikan hias terbuka.

baca juga : Melihat Perempuan Tejakula Menjodohkan Ikan Hias

 

Rais (38), salah satu pelaku usaha ikan hias mengaku cuaca ekstrem ini sangat berdampak terhadap kesehatan ikan hias. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Umumnya, penyakit yang dikenal juga dengan protozoa ini berasal dari virus bakteri Ichthyopthirius multifilis. Ketika ikan koi diserang tandanya muncul bintik putih di bagian tubuhnya. Sekilas mirip dengan jamuran, namun kedua penyakit ini ternyata berbeda.

Pola penyakit jamur yang menyerang bisa menyebar ke seluruh tubuh ikan. Sedangkan protozoa hanya menimbulkan bintik-bintik putih namun sangat berbahaya.

Sementara itu, Andi Avianto Wakil Ketua Pasar Grosir Ikan Hias Jatinegara menjelaskan, saat ini hambatan terbesar yang dihadapi para pelaku usaha ikan hias di pasar yang berada di Jl. Jend. Urip Sumoharjo 1 No. 2, RW.6, Bali Mester yaitu cuaca ekstrem.

Ekstremnya cuaca ini membuat pH air dimasing-masing pelaku usaha ikan hias jadi berubah. Sehingga, memerlukan perawatan yang maksimal. Hal yang bisa dilakukan oleh para pelaku usaha ikan hias ini yaitu dengan memberikan garam dan mengontrol air dalam aquarium.

Meskipun begitu, beberapa pedagang masih gagal. Sehingga ikan peliharaan banyak yang mati.

“Sekarang ini jumlah pedagang yang berjualan ikan hias sekitar 220. Untuk pedagang subuh jumlahnya 150. Sedangkan yang siang jumlahnya kurang lebih ada 70,” terang Andi.

baca juga : Pemerintah Percepat Peta Jalan Industri Ikan Hias Nasional

 

Selain berpengaruh terhadap kesehatan ikan, dampak dari cuaca ekstrem ini juga membuat para pengunjung menjadi berkurang. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Alami Ketidakteraturan

Menanggapi fenomena itu, Peneliti Oseanografi Fisik dan Perubahan Iklim dari Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Dr. Salvienty Makarim mengatakan, pertumbuhan ikan baik itu di dalam ruangan maupun di alam liar memang sangat dipengaruhi oleh perubahan faktor lingkungan.

Terutama lingkungan eksternal seperti salinitas dan temperatur air. Sehingga, pada saat terjadi ketidaksesuaian salinitas dan temperatur air karena kondisi cuaca yang tidak stabil, maka pada jenis-jenis ikan tertentu seperti ikan hias atau jenis ikan pelagis pasti akan mengalami perubahan.

Perubahannya mereka bisa pindah ke tempat lain yang sesuai dengan habitatnya. Atau kemungkinan terburuk ikan bisa mati. “Jadi, ada respon ke tubuh mereka yang membuat mereka kuat atau tidak kuat,” jelas Doktor lulusan Xiamen University, Cina ini.

Belakangan ini, kata dia, jika mengacu pada Indian Ocean Dipole atau IOD cuaca memang sedang berubah. Dampaknya, selain ke pelaku usaha ikan hias kondisi ini juga berpengaruh terhadap nelayan dan petani.

IOD adalah salah satu pengendali iklim (climate driver), merupakan suatu fenomena naik turunnya suhu permukaan laut dalam periode tidak teratur.

 

Pelaku usaha ikan hias saat mengatur air di dalam bak terbuka di Pasar Grosir Ikan Hias Jatinegara, Jakarta Timur, DKI Jakarta. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Naik turunnya suhu muka laut ini dalam indeks menyerupai osilasi yang menyebabkan wilayah barat Samudra Hindia lebih hangat pada fase positifnya, dan lebih dingin di fase negatifnya dibandingkan wilayah timur Samudra Hindia.

Ia beranggapan hal ini berbeda dengan pola iklim di tahun 2000-an yang datangnya musiman, seperti musim penghujan maupun musim kemarau. Perubahan cuaca ini, kata dia, merupakan efek dari perubahan iklim.

 

Exit mobile version