Mongabay.co.id

Hindari Predator, Telur Penyu Sisik Ditetaskan Disarang Semi Alami

 

Sebanyak 120 butir telur penyu sisik (Eretmochelys imbricate) dievakuasi petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta dari kawasan Pulau Bokor, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Untuk menghindari predator alami dan para pemburu telur penyu dipindahkan oleh petugas ke kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut.

Budi Kusuma Wardana (42), Polisi Kehutanan BKSDA Jakarta Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Pulau Rambut mengatakan, telur-telur itu ditemukan pada awal November 2022 saat ia dan tim melakukan patroli di kawasan Pulau Bokor secara rutin.

”Dari situ kemudian kami evakuasi menggunakan ember yang diisi pasir,” cerita Budi, Sabtu (28/01/2023). Saat evakuasi, pihaknya juga menghitung jumlah telur penyu sisik yang ditemukannya. Total ada 120.

Setelah itu, telur-telur penyu sisik tersebut dipindahkan ke pulau yang memiliki keluasan 90 hektare ini dengan dibuatkan tempat penetasan semi alami (hatchery). Hal tersebut dilakukan karena di pulau yang yang dikenal dengan sebutan pulau kerajaan burung itu kondisinya lebih terjaga.

Budi menyadari, idealnya telur-telur penyu itu dibiarkan menetas di sarang alaminya. Namun, karena perlindungan terhadap sarang alaminya (in situ) tidak memungkinkan karena berbagai ancaman, sehingga ia dan tim terpaksa harus memindahkan ke tempat yang lebih aman.

baca : Tantangan Konservasi Penyu Sumbawa Barat : Pejabat hingga Pelajar Doyan Makan Telur Penyu (Bagian 1)

 

Tukik yang menetas dari telur penyu sisik yang direlokasi dari Pulau Bokor, Kepulauan Seribu Jakarta, itu berhasil hidup. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

 

Pelepasan

Usai dipindahkan, diusia 52 hari secara bertahap telur-telur itu mulai menetas. Dari 120 butir telur yang dipindahkan sudah 50 yang berhasil menetas. Sembari menunggu telur lain menetas, telur yang sudah menjadi tukik ini kemudian dilepasliarkan pada saat ada wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Rambut.

Saat pelepasliaran, kata Budi, tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Ada tata cara yang harus diperhatikan. Pertama, untuk menghindari ancaman predator, pelepasliaran harus dilakukan pada sore menjelang malam.

Selain itu, melepas tukik pada sore hari juga bisa memberikan waktu adaptasi lebih lama. Karena para predator tukik biasanya aktif pada pagi hari.

Kedua, pelepasliaran juga harus dilakukan secara bergerombol atau bersamaan, tujuannya adalah untuk mengecoh predator. Jika yang dilepasliarkan jumlahnya sedikit, kemungkinan besar anakan penyu sisik tidak bisa selamat karena menjadi incaran predator.

Budi menyebut, dibandingkan dengan tahun 2021 penemuan telur penyu selama patroli di tahun 2022 jumlahnya lebih sedikit, ia dan tim hanya menemukan sekali. Sedangkan pada tahun 2021 selama patroli pihaknya merelokasi telur penyu hingga 10 kali.

Menurut dia, telur penyu sisik ini seringkali ditemukan di Pulau Bokor. Sedangkan di Cagar Alam Pulau Rambut selalu kalah cepat dengan predator seperti biawak air asia (Varanus salvator).

Adapun rata-rata telur yang ditemukan semuanya berjenis penyu sisik atau hawksbill sea turtle. Dikenal dengan nama penyu sisik karena dilihat dari bentuk kepalanya mempunyai mulut kecil meruncing layaknya paruh burung.

Bentuk mulut tersebut memungkinkan penyu sisik untuk mencapai celah-celah di terumbu karang dan juga daerah sulit lainnya untuk mencari mangsa.

baca juga : Digagalkan, Penyelundupan Ribuan Telur Penyu dari Tambelan ke Pontianak

 

Pengunjung saat melakukan pelepasan anak penyu sisik di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu, Jakarta. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Libatkan Masyarakat

Meriussoni Zai, selaku Direktur Keilmuan Yayasan Penyu Indonesia mengatakan, dalam konservasi penyu aturanya sebenarnya tidak boleh memindahkan telur dari sarang ke tempat lain, apalagi dari pulau ke pulau.

Menurut Merius, perlindungan penyu seharusnya itu tidak hanya dilakukan pada satwanya saja melainkan juga habitat mereka bertelur dan mencari makan. Jika tukik ditahan terlebih dulu dan dilepasliarkan setelah ada instruksi itu sudah menghilangkan siklus hidupnya.

“Artinya tujuan untuk menyelamatkan penyu ini malah terkesan eksploitatif, dan ini banyak terjadi di Indonesia,” terang Merius, Rabu (01/02/2023).

Karena, tukik itu ketika menetas mempunyai sifat alami yaitu imprinting atau melakukan perekaman terhadap situasi lingkungan disekitarnya. Sehingga setelah dewasa dia akan kembali menetas ditempat tersebut.

Selain itu, tukik juga mempunyai sifat swimming frenzy atau berenang gila-gilaan sejak dia keluar dari pasir menuju ke laut. Tukik yang baru menetas, masih membawa kuning telur di perutnya. Ini cadangan makanan untuk bertahan di laut sekitar 2 minggu.

“Seharusnya konservasi penyu itu tidak perlu campur tangan manusia, kecuali untuk kepentingan riset,” tegas dia. Untuk itu, jika ada penyu yang bertelur sebaiknya tetap dibiarkan disarang dan habitatnya. Tidak perlu dipindahkan.

baca juga : Melepas Tukik, Menjaga Masa Depan Ekosistem Bumi

 

Pengunjung memperlihatkan anakan penyu sisik yang akan dilepasliarkan di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu, Jakarta. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Agar telur penyu yang ada di habitat alaminya itu bisa tetap terjaga, lanjut dia, sepatutnya pemerintah atau petugas mampu melibatkan masyarakat lokal yang tempatnya tidak jauh dari pulau tersebut.

“Konservasi penyu itu sebaiknya memang harus berbasis masyarakat. Dibuat atraksi wisata dengan melihat penyu bertelur secara langsung, atau pada saat menetas. Yang paling penting juga menjaga etika,” pungkasnya.

 

Exit mobile version