Mongabay.co.id

Asal Mula Masakan Rica-rica Khas Manado dan Sumber Pedasnya

 

 

Sebagai negara tropis, Indonesia terkenal dengan bumbu masakannya yang pedas. Sumber pedas tersebut berasal dari rica atau cabai.

Daerah yang memiliki makanan super pedas dapat ditemukan di Sulawesi Utara [Minahasa dan Manado] serta Gorontalo. Namun, sebagian besar orang lebih mengenal dengan nama makanan yang disebut rica-rica Manado. Nama rica-rica bahkan sudah dimasukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Pada dasarnya rica-rica diartikan pedas. Namun kini, lebih identik sebagai bumbu masakan yang bersumber dari rica dan aneka rempah lainnya, serta dapat diolah untuk ayam bakar maupun ikan bakar.

Tahukah Anda, dari mana sumber pedasnya rica?

Peni Lestari, dari Pusat Riset Biologi BRIN, dalam publikasi ilmiah yang diterbitkan di Jurnal BioTrends [2021], menyebut bahwa sumber pedas rica berasal dari senyawa capsaicinoid. Ini adalah senyawa yang dijumpai pada seluruh bagian buah atau hanya pada biji dan plasenta buah rica.

Dalam tulisannya dijelaskan, rica yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp adalah salah satu spesies dalam famili Solanaceae; selain tomat, tembakau, terong, dan kentang yang terkenal di Indonesia. Namun, sejatinya spesies ini berasal dari Amerika Selatan dan lekat dalam keseharian masyarakat sebagai bumbu masakan.

“Dari total 30 jenis cabai yang telah teridentifikasi, ada lima jenis yang dapat dijumpai di Indonesia, yaitu Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum pubescens, Capsicum baccatum, dan Capsicum chinensis,” ungkap Peni.

Baca: Menu Puasa Sehat dengan Tinutuan, Makanan Legendaris Manado

 

Ayam rica-rica Manado, yang merupakan bumbu masakan super pedas dari Sulawesi Utara dan Gorontalo. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Penelitian lainnya oleh Iis Nuraeni dan Tina Rostinawati menjelaskan bahwa capsaicinoid yang menyebabkan rasa pedas merupakan senyawa turunan dari fenilpropanoid yaitu capsaicin. Lalu senyawa capsaicin ini adalah capsaicin primer yang terdapat dalam cabai, kemudian diikuti oleh dihidrocapsaicin dan senyawa lainnya.

Capsaicin dan dihidrocapsaicin merupakan capsaicinoid paling banyak dengan jumlah 90 persen dari total capsaicinoid dalam cabai.

Capsaicin merupakan sebuah alkaloid, digunakan sebagai aditif makanan untuk memberikan rasa pedas dalam makanan yang diformulasikan. Capsaicin juga digunakan dalam sediaan farmasi sebagai stimulan pencernaan dan untuk gangguan rematik,” tulis peneliti.

Baca: Tiliaya, Kuliner Khas Gorontalo yang Disajikan Saat Sahur

 

Masakan ayam rica-rica Manado ini begitu digemari meski rasanya sangat pedas. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Asal mula rica-rica khas Manado

Hari Suroto, Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, menjelaskan rica bagi masyarakat Minahasa menegaskan bauran kultural hubungan dagang maupun sosial politik antara masyarakat Sulawesi Utara yang berada di dataran tinggi dan pesisir.

Rica menjadi bagian tradisi setempat, apalagi ketika digabungkan dengan rempah-rempah lain seperti cengkih, pala, jahe, bawang merah, serai, kunyit, kemangi, dan daun jeruk.

Makan kuliner pidis [pedas] bagi orang Minahasa menjadi aktivitas yang melampaui urusan pemuas lapar. Rasa pedas rica dapat menetralisir bau amis ikan atau menghilangkan aroma tanah dan hutan pada hewan buruan seperti kawok [tikus hutan ekor putih], ular piton, paniki [kelelawar], dan babi hutan.

“Dalam tradisi orang Minahasa, stok rica harus tersedia di rumah, sehingga menjadi bumbu dapur pokok makanan. Orang Minahasa akan merasa kurang kalau makanan yang disantapnya tidak pakai rica,” ujarnya.

Baca juga: Inilah Momala, Jagung Lokal Berwarna Ungu dari Gorontalo

 

Rica atau cabai yang menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat Minahasa. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Menurut Hari, perkenalan masyarakat Sulawesi Utara dengan rica-rica bermula dari kedatangan bangsa Spanyol tahun 1580, yang menjadikan Pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar.

Dari Pulau Manado Tua, Spanyol masuk lebih dalam ke sekitar Danau Tondano. Untuk memberi makan para budak dan pelautnya, Spanyol menanam berbagai palawija yang berasal dari Meso Amerika yaitu jagung, ubi jalar, singkong, tomat, ubi, pepaya dan rica.

Tradisi makan rica terlihat sampai kawasan pesisir Manado dan Kema, Minahasa Utara, tempat orang-orang Spanyol bermukim. Interaksi antara orang Spanyol dengan orang Minahasa, mencakup juga makanan pedas atau dalam logat setempat lazim diucap pidis.

Sekitar Danau Tondano dan dataran tinggi Minahasa yang dingin, rica tumbuh dan berkembang baik, serta digemari orang-orang Minahasa yang tinggal di pegunungan. Mereka menganggap rica yang pedas dapat menghangatkan tubuh seusai menyantapnya.

“Sebenarnya ini bermula dari Christopher Columbus membawa benih cabai ke Eropa, dan dalam perkembangannya kemudian para pelaut Spanyol membawa cabai sebagai bekal dalam setiap pelayaran ke seluruh Dunia. Dari interaksi Spanyol dan orang Minahasa inilah mereka mulai mengenal cabai yang kemudian mereka sebut rica,” kata Hari.

Dia menduga, istilah rica kemungkinan berasal dari Bahasa Spanyol yang berarti kaya. Selain itu istilah rica-rica juga ditemukan pada penutur bahasa Spanyol di San Pedro de Atacama, Chile, yang berarti memberikan kesegaran lebih nyata. Sementara istilah rica tidak ditemukan dalam Bahasa Melayu, karena dalam bahasa ini cabai rawit dikenal dengan nama cili padi atau lada mira.

“Kehadiran rica memberi sensasi pedas dan panas yang menciptakan rasa hangat pada tubuh. Bagi orang Minahasa, rasa pedas rica pada makanan mengandung makna filosofis sebagai bentuk menerima hal-hal yang menyakitkan dalam hidup,” ungkap Hari.

 

Exit mobile version