Mongabay.co.id

Ketika Perempuan di Batam Tolak Reklamasi

 

Teriakan unjuk rasa terdengar lantang di gerbang masuk PT Blue Steel Industries (BSI) Batam, Jumat siang, 10 Maret 2023. “Tolak reklamasi, tolak reklamasi,” begitu mereka bersorak.

Suara itu terdengar dari puluhan perempuan asli Kampung Tua Panau, Kabil, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau. Mereka menggeruduk perusahaan asal Australia itu untuk menyampaikan protes rusaknya lingkungan akibat aktivitas perusahaan.

Spanduk pernyataan penolakan reklamasi juga dipasang di gerbang perusahaan. Lengkap dibubuhi sekitar 125 tanda tangan warga yang menolak reklamasi. Total warga Kampung Tua Panau ini sekitar 200 orang. “Kami ibu-ibu, minta perusahaan berhenti dulu beroperasi,” kata Naasna Harun, salah seorang orator dalam aksi tersebut.

Naasna mengatakan, laut pantai Kampung Panau keruh beberapa bulan belakangan ini. Hal itu berdampak kepada warga yang bekerja sebagai nelayan mencari seafood di pesisir Kampung Panau. “Kami seperti di permainkan (perusahaan), jangan ada yang bekerja dulu selagi belum ada kesepakatan,” katanya.

PT BSI saat ini memang sedang melakukan pematangan lahan (cut and fill) untuk keperluan pembangunan industri di kawasan itu. Proses pematangan lahan tersebut diduga warga biang kerok kerusakan lingkungan mereka.

baca : Reklamasi Pesisir Batam, Luhut Ingatkan Pembangunan Jaga Lingkungan

 

Beberapa ibu-ibu berunjuk rasa menolak reklamasi di Kampung Panau, Kabil, Kota Batam, Kepulauan Riau, Jumat, 10 Maret 2023. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Melalui unjuk rasa itu warga Kampung Tua Panau mengatakan terdapat beberapa kerusakan dan kerugian yang mereka alami semenjak perusahaan beroperasi 6 bulan belakangan.

Pertama, aktivitas cut and fill menyebabkan akses jalan keluar Kampung Panau rusak, menciptakan polusi debu, becek ketika hujan datang hingga bunyi bising.

“Masyarakat sangat terganggu dengan kegiatan perusahaan,” ujar Hasan warga Kampung Panau lainnya. Hasan sudah sejak lahir berada di kampung Panau.

Kedua, warga menduga aktivitas cut and fill juga menyebabkan laut mereka keruh. Tanah bekas pemotongan turun ke laut tempat nelayan kampung tua mencari ikan. Dari lokasi aksi nampak jelas laut di bawahnya keruh. “Mangrove juga tertimbun dan rusak,” kata Hasan.

Apalagi saat ini informasi yang diterima warga pesisir laut mereka akan reklamasi. Kondisi itu membuat mereka melakukan unjuk rasa.

Hasan mengatakan, selama ini warga tidak pernah diajak bertemu untuk membicarakan dampak aktivitas perusahaan. Ia tidak melihat itikad baik perusahaan kepada warga sekitar. “Kami mohon pemerintah juga ada perhatian kepada kami, jangan ketika perlu, baru bertemu kami,” ujarnya.

Warga Kampung Panau, kata Hasan, meminta pertemuan khusus dengan pimpinan perusahaan. Mereka menuntut ganti rugi dalam bentuk kompensasi, selain itu warga kampung tua Panau juga minta perusahaan terbuka soal perizinan terutama izin Amdal (Analisis Dampak Lingkungan).

baca juga : Alih-alih Menanam, Hutan Mangrove di Batam Malah Ditimbun buat Perumahan

 

Pantai Kampung Panau, Kabil, Kota Batam terlihat keruh, pada Jumat, 3 Maret 2023. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Selain itu warga juga meminta penyerapan tenaga kerja mengutamakan warga sekitar. “Saya minta perusahaan dan masyarakat duduk bersama. Jangan menimbun suka perut dia saja, ini (pembangunan) ada aturan main,” kata Hasan.

Apalagi Hasan bilang, dari informasi yang didapatkannya jumlah investasi perusahaan bergerak dibidang galangan kapal ini mencapai triliunan rupiah. Tapi tidak ada memberikan kompensasi ataupun penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar. “Kita sama sekali tidak ada menerima apa-apa,” katanya.

Ketua RW 04 Kelurahan Kabil Abdullah Ali mengatakan, sebelum perusahan beroperasi, warga sudah membuat semacam MoU dengan perusahaan, tetapi pihak perusahaan sampai saat ini belum menandatangani MoU itu. “Salah satu item MoU adalah soal rekrutmen tenaga kerja untuk warga Kampung Panau,” katanya usai aksi berlangsung.

Abdullah juga menyampaikan dampak lingkungan yang disebabkan aktivitas perusahaan. “Pekerjaan masyarakat Kampung Panau ini adalah nelayan, ibu-ibu yang mencari ketam, gonggong, ataupun seafood sudah tidak bisa lagi, laut keruh dan rusak,” katanya.

Sampai saat ini memang perusahaan baru melakukan cut and fill lahan. Informasinya kedepan kata Abdullah, akan dilakukan reklamasi. “Sekarang belum direklamasi saja, mangrove sudah mati, tanah cut and fill turun ke laut, laut keruh, apalagi nanti reklamasi,” katanya.

Dalam aksi itu warga Kampung Tua Panau meminta perusahaan untuk tidak beroperasi terlebih dahulu. Sampai dilaksanakannya duduk bersama dalam waktu dengan bersama masyarakat. “Kalau tidak dilaksanakan juga (pertemuan) kami akan protes lagi,” kata Naasna.

baca juga : Korupsi Reklamasi, Raperda RZWP3K Kepulauan Riau Harus Dibuat Ulang

 

Pemandangan laut di Kampung Tua Panau, Kabil Batam, yang keruh, Jumat, 10 Maret 2023. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Evaluasi Izin Reklamasi di Batam

Ketua Komisi II DPRD Kepri Wahyu Wahyudin juga hadir dalam aksi tersebut. Daerah ini merupakan dapilnya. Wahyu sudah mendapatkan laporan beberapa waktu belakangan dari warga.

“Keluhan masyarakat, semenjak hadirnya perusahaan, memang mengganggu aktivitas mereka tidak bisa melaut karena laut keruh,” katanya.

Kemudian ada janji sebelum perusahaan hadir disini, tetapi belum ada sedikitpun terealisasi. “Saya kesini, untuk memediasi perusahaan dan warga,” katanya.

Kedepan, pihaknya akan memeriksa izin perusahaan termasuk terkait rencana reklamasi. Selain itu ia juga akan memastikan apakah tata ruang di kawasan ini memang untuk perusahaan atau bukan.

Menurut Wahyu izin reklamasi sampai saat ini masih ditunda karena menunggu RZWP3K. “Ini pertanyaannya apakah sudah ada izin atau tidak,” katanya.

Wahyu meminta, pihak perusahaan memperhatikan masyarakat Kampung Panau. Ia menegaskan, sangat mendukung investasi di Kepulauan Riau. Tetapi jangan sampai investasi menzalimi masyarakat, apalagi masyarakat kampung tua.

“Wilayah Kelurahan Kabil hanya ada pantai di Kampung Panau ini, 21 ribu lebih warga disini dan sekarang sudah keruh,” katanya.

baca juga : Korupsi Proyek Reklamasi, Bisa Terjadi di Seluruh Indonesia

 

Seorang warga menyampaikan protes kepada Ketua Komisi II DPRD Kepri Wahyu Wahyudin terkait reklamasi di Kampung Panau, Kabil, Kota Batam. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Beberapa waktu lalu KKP juga menertibkan aktivitas reklamasi ilegal di Pulau Setokok Batam. Kedua perusahaan dikawasan tersebut ditengarai belum memiliki izin reklamasi, sehingga berdampak kepada kerusakan lingkungan.

“(Reklamasi) yang Sitokok sudah sampai ke pusat, lagi-lagi ini berlindung dibalik investasi. Kami juga agak bingung, sekarang investasi duluan atau legal duluan? Harusnya kan legal dulu, baru investasi. Sekarang investasi dulu, legalnya belakangan, ini berbahaya,” katanya.

Wahyu mengatakan, jika tidak ada tindakan perusahaan terkait protes ini, DPRD Kepri akan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP). “Karena ini masih aksi pertama, kita lihat nanti kalau tidak ada tindak lanjut, kita akan panggil perusahan,” katanya.

Perwakilan Perusahaan PT Blue Steel Industries Heri Dwi akan menyampaikan aspirasi warga Kampung Panau kepada pimpinan perusahaannya. “Rencananya kami akan adakan pertemuan dengan warga pada hari Rabu (15 Maret 2023) mendatang,” kata Heri kepada awak media di lokasi unjuk rasa.

Heri tidak mau berkomentar soal izin perusahaan dan keluhan warga tentang kerusakan lingkungan akibat aktivitas perusahaan tersebut, “Saya tidak bisa komentar ke arah sana (kerusakan lingkungan) karena bukan kewenangan saya, ada tim khusus dari perusahaan nanti, begitu juga soal izin ini, saya hanya menampung aspirasi warga dan menyampaikan kepada pimpinan,” katanya.

Heri mengatakan, PT BSI akan membangun industri shipyard. Sekarang ini memang masih dalam tahap cut and fill yang sudah berjalan sejak bulan Desember 2022 lalu. Rencana memang akan dilakukan reklamasi kedepannya. “Amdal (reklamasi) sedang diproses,” kata Heri.

 

 

 

 

Exit mobile version