Mongabay.co.id

“Katak Setan” Punah karena Perubahan Iklim?

 

 

Sekitar 70 juta tahun lalu, katak raksasa pernah hidup di Bumi. Panjangnya 41 cm dengan berat 4,5 kg. Meski seekor katak, gigitannya seperti seekor serigala. Tak heran Beelzebufo ampinga ini dijuluki katak setan atau katak raksasa dari neraka.

Bagaimana katak yang memiliki kekuatan mematikan ini akhirnya punah?

Merujuk penelitian pakar dari China dan Amerika baru-baru ini, katak setan musnah disebabkan perubahan iklim. Sekelompok peneliti itu menuliskan laporannya dalam Jurnal Elsevier berjudul “Extreme-sized anurans are more prone to climate-driven extinctions” edisi 2023.

Para peneliti mengungkapkan, katak ukuran sedang memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap perubahan iklim, ketimbang ukuran besar. Risiko kepunahan yang tidak merata, membantu peneliti menjelaskan mengapa tingkat kepunahan katak terbilang rendah pada masa Cretaceous-Paleogene [K-Pg]. Sementara pada periode musim dingin yang lama terjadi peningkatan ragam ukuran tubuh di kelompok katak.

Para peneliti menduga, kelompok katak tropis akan merasakan dampak paling besar terkait perubahan iklim di masa depan. Diperkirakan, hingga 500 spesies akan menghadapi tekanan kepunahan terkait iklim pada 2100 nanti. Tentu, sebuah kerugian besar jika hal itu terjadi.

Peneliti memeriksa 109 fosil spesies katak dari era Triassic akhir hingga Holocene. Peneliti mengkaji dampak iklim terhadap ukuran katak, dengan beberapa parameter. Antara lain, membandingkan dengan temperatur tahunan, suhu terdingin dan terhangat, bulan basah, dan kering.

Riset dikerjakan oleh Anderson Feijo dari Laboratory of Zoological Systematics and Evolution, Institute of Zoology, Chinese Academy of Sciences, Beijing, Chin,  serta 4 peneliti lain yang terlibat.

Baca: Manusia dan Bayang-bayang Kepunahan Massal Keenam

 

Ilustrasi katak setan yang pernah hidup di Bumi. Sumber: Wikimedia Commons/Nobu Tamura/CC 3.0

 

Lima kali kepunahan

Para ahli menjelaskan, mengutip LiveScience, dunia pernah mengalami lima kali era kepunahan massal. Didefinisikan sebagai sekurang-kurangnya 75 persen spesies punah dalam waktu relatif singkat menurut standar geologis [biasanya kurang dari 2,8 juta tahun].

Pertama, kepunahan Ordovician-Silurian [440 juta tahun lalu], saat temperatur laut berubah yang menyebabkan mayoritas penghuni laut musnah. Kedua, kepunahan Devonian Akhir [365 juta tahun lalu], saat hewan mulai berevolusi di darat.

Ketiga, kepunahan Permian-Triassic [253 juta tahun lalu], saat 90 persen spesies di muka Bumi musnah. Pada masa itu gunung Siberia meletus yang menyebabkan karbon dioksida memenuhi atmosfer. Terjadilah efek rumah kaca yang memanaskan Planet Bumi.

Keempat, kepunahan Triassic-Jurassic [201 juta tahun lalu]. Pada masa Triassic, dinosaurus melenggang di Bumi. Temperatur global naik, es mencair, permukaan laut meningkat, banyak penghuni laut mati.

Kelima, kepunahan Cretaceous-palaeogene [K-Pg, K untuk Kreide atau Cretaceous, 66 juta tahun lalu]. Pada masa ini dinosaurus musnah. Sebuah asteroid sepanjang 13 km menghantam Bumi, membuat lubang selebar 180 km dan sedalam 19 km di Yucatan, Meksiko. Ledakan membuat suhu meningkat diikuti musim dingin yang lama karena atmosfer tertutup debu.

Baca juga: Katak dan Kodok, Apa Bedanya?

 

Kodok bertanduk Cranwell ini gigitannya diukur untuk dibandingkan dengan kekuatan gigitannya Beelzebufo. Foto: K. Lappin et al/Scientific Reports via Live Science

 

Lantas mengapa katak berukuran sedang lebih bisa beradaptasi? Para peneliti berpendapat mereka memiliki keseimbangan energetis dan termodinamis. Untuk bertahan hidup dari kekeringan, amfibi perlu mengatur air yang hilang terutama melalui kulit.

Sebuah video dari PBS, menceritakan lingkungan saat Beelzebufo ampinga ada. Dijelaskan, katak setan hidup sekitar 70 juta tahun lalu di barat laut Madagaskar. Lokasi itu beriklim subtropis, dengan musim kering panjang, diselingi musim hujan lebat. Sungai-sungai mengering, hanya menyisakan kolam-kolam sementara.

 

 

“Spesies besar lebih tahan kering dan tidak tergantung sumber air yang menjadi ciri utama hidup di lingkungan musiman. Namun, mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk rehidrasi, toleransi yang lebih rendah terhadap kehilangan air, menunjukkan respirasi kulit yang kurang efisien karena penurunan rasio volume permukaan dan peningkatan ketebalan epidermis,” bunyi laporan tersebut.

Oleh karena itu, ukuran sedang tampaknya mewakili kondisi terbaik antara ketersediaan air dan kebutuhan energi katak yang hidup dalam lingkungan ekstrim.

“Bukti fosil yang tersedia selanjutnya mendukung selektivitas kepunahan ukuran ini. Spesies raksasa Beelzebufo ampinga dari Madagaskar dan Calyptocephalella satan dari Argentina punah pada transisi K-Pg, sementara yang selamat memiliki ukuran tubuh sedang hingga kecil seperti Palaeobatrachus occidentalis [61 mm] dan Eoxenopoides reuningi [28 mm],” jelas laporan itu.

 

Exit mobile version