Mongabay.co.id

Ketika Sawah di Raden Anom Tergerus Tambang Emas Ilegal, Rawan Pangan dan Gizi Buruk Mengintai

 

Pagi itu, sinar matahari menyinari perlahan air sungai Batang Seluro, Dusun Muaro Seluro, Desa Raden Anom, Kecamatan Batang Asai, Sarolangun. Di tepi sungai, sekelompok ibu-ibu sedang sibuk melakukan aktifitas mereka. Beberapa dari mereka mencuci baju, sementara yang lain sibuk membersihkan sayuran hasil panen dari kebun mereka.

Sungai Batang Seluro menjadi satu-satunya sumber air untuk semua kebutuhan masyarakat. Mulai dari kebutuhan minum, mencuci, hingga mandi. Sungai dibagi menjadi beberapa bagian. Di bagian hulu menjadi sumber air bersih untuk minum. Sementara bagian hilir, warga mandi, mencuci dan aktifitas lainnya.

Diyarti (38), seorang ibu mengangkat pakaian dan beberapa ember air untuk dibawa ke rumahnya. Dia menggendong anak di samping kanan dan ember berisi air di tangan kirinya.

“Sungai Batang Seluro tidak pernah kering. Kami mandi disini, mencuci pakaian, mengambil air minum dan mencari ikan. Kalau Batang Seluro kering, susah hidup kami,” katanya.

Namun, sungai Batang Seluro yang saat ini Diyarti kenal, saat ini perlahan makin terdegradasi. Alirannya terkena dampak penambangan emas ilegal.

Sawah desa di Desa Raden Anom sebagian telah berubah jadi area tambang emas terbuka. Dahulu, sawah di desa ini mencapai 100 hektar, namun sekarang tersisa kurang dari 30 hektar saja.

“Sawah [milik saya] sekarang dak bisa diapo-apo lagi, untuk kehidupan sehari-hari supayo punya beras, bantu di sawah kawan-kawan ini,” ujar Zawil Qubra, salah seorang warga menyebut.

Sesal Zawil terlambat. Sawahnya yang dialihfungsi menjadi areal tambang emas, sekarang terbengkalai, dan emas pun tidak dia dapatkan. Karena tergiur emas akhirnya sekarang dia menjadi buruh tani yang dibayar Rp 50 ribu setiap hari mengerjakan sawah milik tetangganya.

 

Anak-anak generasi masa depan di Raden Anom, berfoto di ata jembatan yang melintasi Sungai Batang Seluro di Desa Raden Anom. Foto: Elviza Diana/Mongabay Indonesia

Baca juga: Kepayang, Peredam Tambang Emas Ilegal di Desa Raden Anom

 

Ilawati bersama empat perempuan rekannya sedang sibuk menanam padi di sawah di Dusun Muaro Seluro. Mereka memulai dengan mengolah tanah sawah dengan cangkul, membuat guludan kemudian menanam padi yang terambil dari karung benih.

Ilawati bersyukur, sawah mereka masih terjaga. Meski berada di satu bentang Desa Raden Anom, sawahnya di Dusun Muaro Seluro masih bisa ditanami, sementara di dua dusun lagi, Badengkong dan Bukit Lancang mayoritas warga sudah kehilangan sawahnya.

Alhamdulillah. Kami di Dusun Muaro Seluro bersyukur masih bisa bersawah. Kami tidak mau kalau sawah diganti untuk lahan ambil emas. Kami tidak makan emas, tapi makan nasi,” ungkapnya.

 


 

 

Masuknya Tambang Emas Ilegal

Awal masuknya usaha pertambangan emas ilegal di Dusun Muaro Seluro dapat dilacak hingga tahun 2015. Dimulai dengan masuknya alat berat untuk mengeruk sawah-sawah di dusun ini.

Sebagian dari warga dusun pun tidak tinggal diam. Mereka mengusir alat berat tersebut. Mereka pun bersepakat untuk tetap menjaga Sungai Batang Seluro, yang merupakan sumber air untuk sawah-sawah mereka dari ancaman penambangan emas illegal.

Warga lalu membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Talun Sakti sebagai ujung tombak memantau aktivitas penambangan emas illegal dan penebangan liar di Hutan Adat Talun Sakti. Muhamad Sapar, Ketua KTH Talun Sakti bilang, jika ada nilai ekonomi lain yang bisa membantu masyarakat sejahtera.

“Masalahnya selalu saja dibandingkan. Kalau [nambang] emas ada banyak uang. [Padahal] dari dulu nenek moyang kita bisa juga hidup dari mempertahankan alam. Sekarang ada uang dari emas ilegal, tapi semua harus beli, sama saja buat kita makin miskin. Tidak ada sumber air, sama saja kita bakal mati,” tegas Sapar.

Untuk meningkatkan ekonomi dari pemanfaatan alam, saat ini warga desa memanfaatkan buah kepayang untuk minyak. Mereka juga sedang berinovasi membuat keripik rebung dari bambu muda yang tumbuh di sepanjang sungai dan ladang.

 

Sawah-sawah dan aliran sungai yang dialih fungsi menjadi lahan penambangan emas illegal. Foto: Elviza Diana/Mongabay Indonesia

Baca juga: Hutan Adat Talun Sakti, Rumah bagi Kura-Kura Hutan yang Langka

 

Hilangnya Area Persawahan, Stunting Menghantui

Data BPS menunjukkan luas lahan sawah yang ada di Provinsi Jambi semakin susut. Di tahun 2020, luas lahan sawah seluas 287.741 hektar. Namun, di tahun 2021, luas lahan sawah turun menjadi 284.389 hektar.

Penyebab utamanya adalah alih fungsi lahan untuk kepentingan non-pertanian, seperti tambang emas illegal. Laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terdapat lebih dari 1.000 hektar lahan hutan dan perkebunan di Kabupaten Sarolangun yang terkena dampak dari aktivitas penambangan emas ilegal.

Sebenarnya, dengan merusak alam maka sama saja warga sedang menggadaikan pasokan pangan sehat dan bergizi bagi keberlanjutan generasi mendatang. Apalagi ketahanan pangan yang optimal dibutuhkan dalam mengatasi kekurangan gizi kronis dan pertumbuhan terhambat pada anak.

Menyitir pada data FAO, pada tahun 2019, prevalensi undernourishment (PU) di Provinsi Jambi adalah sebesar 9,7 persen, yang berarti sekitar 142.000 orang di provinsi ini mengalami kekurangan gizi kronis.

Sedangkan berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi stunting di Provinsi Jambi adalah 30,3 persen, yang berarti lebih dari 232.000 anak di bawah usia lima tahun mengalami pertumbuhan terhambat.

Masyarakat Dusun Muaro Seluro, Desa Raden Anom berharap pemerintah dan berbagai pihak dapat turun tangan menangani masalah penambangan emas ilegal yang berada di desanya. Dengan menghentikan aktivitas pertambangan emas ilegal, maka kerawanan pangan dan potensi dampak gizi buruk generasi mendatang dapat dicegah sedini mungkin.

 

***

Foto utama: Bertanam padi di sawah di Desa Raden Anom, Sarolangun, Jambi

 

 

 

Exit mobile version