Mongabay.co.id

Kucing Merah, Antara Ada dan Tiada di Hutan Kalimantan

 

 

Kucing merah kalimantan atau Bornean bay cat [Catopuma badia] merupakan jenis kucing liar dilindungi di Indonesia. Sebaran kucing ini ditemukan juga di sebelah utara Kalimantan yakni Sabah dan Serawak wilayah Malaysia, serta di hutan Kalimantan yang masuk wilayah Indonesia.

Berdasarkan statusnya, kucing merah kalimantan tengah menghadapi resiko kepunahan di alam liar. Statusnya Genting [Endangered/EN]. Permasalahan utamanya adalah minimnya informasi penelitian terkait ekologi dan biologinya. Hal yang tentunya sangat berpengaruh pada upaya konservasi.

Erwin Willianto, dari Save Indonesian Nature & Threatened Species [SINTAS] Indonesia dan anggota Fishing Cat Working Group, menjelaskan bahwa secara umum perilaku kucing merah sama dengan kucing liar lainnya yang ada di Indonesia. Namun, harus diakui untuk spesies satu ini begitu sedikit informasinya.

Menurutnya, tantangan utama di Kalimantan adalah upaya pendataan kucing liar yang sangat minimalis dibandingkan di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang relatif mulai banyak pegiat konservasi harimau dan macan tutul.

“Jangankan mengetahui perilakunya, untuk populasi dan distribusinya saja masih misteri karena jarang sekali terekam keberadaannya. Catatan kami dan tim hanya pernah sekali menemukan kucing ini di konsesinya APP [Asia Pulp and Paper] di Kalimantan Timur tahun 2014,” ungkap Erwin kepada Mongabay Indonesia, Sabtu, 8 April 2023.

Baca: Kucing Merah Itu Terekam Kamera di Hutan Kalimantan Tengah

 

Kucing merah kalimantan yang berada di kandang di Serawak, Malaysia, tahun 2005. Foto: Wikimedia Commons/Jim Sanderson/CC BY-SA 3.0

 

Tahun 2016, para peneliti dari Borneo Nature Foundation, berkolaborasi dengan peneliti dari Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dan Universitas Exeter, Inggris, berhasil menemukan kucing merah kalimantan melalui kamera jebak di wilayah yang semula diperkirakan tidak ada, yakni di Lanskap Rungan, Kalimantan Tengah.

“Kucing merah bisa menjadi spesies paling sulit diteliti di alam. Mereka tertutup, soliter, dan sangat tersamarkan. Tetapi, pengetahuan dan pemahaman kami tentang kucing merah kalimantan yang penuh rahasia meningkat berkat teknologi seperti kamera jebak,” ujar Dr. Susan Cheyne, Co-Director Borneo Nature Foundation seperti diberitakan sebelumnya oleh Mongabay Indonesia.

Foto: Inilah Jenis-Jenis Kucing yang Ada di Asia Tenggara (Termasuk di Indonesia)

 

Kucing merah kalimantan yang terpantau di Kalimantan Tengah tahun 2016 lalu. Foto: Borneo Nature Foundation

 

Dugaan populasi

Kucing merah kalimantan sudah lama dianggap sebagai satwa yang jarang dilihat atau terdeteksi ketika dilakukan survei. Menurut Erwin Wilianto, keberadaan kucing merah hanya berupa informasi anekdotal dan tangkapan sampingan [by catcth] dari kegiatan monitoring orangutan atau penelitian yang ditujukan untuk satwa lain.

Berdasarkan penjelasan dari Cat Specialist Group, sangat sedikit catatan sejarah tentang kucing merah dan tidak ada perkiraan kepadatan populasi. Akibatnya, diperkirakan populasinya rendah dibandingkan jenis kucing liar lainnya. Jumlah individu dewasa diperkirakan hanya sekitar 2.200 ekor dengan asumsi kepadatan 1 individu per 100 km².

Pada akhir 1992, seekor kucing merah kalimantan betina ditangkap di perbatasan Serawak-Indonesia, namun hewan ini sudah mati dan kemudian dibawa ke museum Serawak. Beratnya hanya 1,95 kg, tetapi diperkirakan memiliki berat antara 3-4 kg saat sehat. Data ini disebut menjadi satu-satunya informasi mengenai berat kucing merah.

Masih dari laporan tersebut, penyebaran satwa ini masih kurang dipahami meskipun jumlah rekaman melalui kamera jebak terkonfirmasi meningkat. Perilaku rahasia dan kepadatan populasi yang rendah menyebabkan sedikit penampakan.

Namun, tingkat penampakannya jauh lebih rendah ketimbang macan dahan yang memiliki kepadatan 1–4 ekor per 100 km². Tidak diketahui apakah rendahnya tingkat deteksi kucing merah ini karena kelangkaannya atau karena faktor lain.

“Tapi sebenarnya, IUCN menduga kepadatannya ini menggunakan pendekatan hasil perhitungan perkiraan populasi di Borneo utara yakni di Sabah-Brunei,” kata Erwin.

Baca juga: Studi: Rusaknya Hutan Berdampak Buruk pada Kehidupan Kucing Batu

 

Kucing merah merupakan satwa endemik Kalimantan yang hingga sulit dilihat. Foto: Borneo Nature Foundation

 

Dalam diskusi webinar bersama Mongabay Indonesia, Rabu 5 April 2023, Erwin menyebut tantangan konservasi kucing liar pada dasarnya sama seperti satwa lain, yakni adanya perburuan dan hilangnya hutan sebagai habitat mereka.

Namun, tantangan utama dan mendasarnya adalah tidak banyak orang yang melakukan penelitian tentang kucing liar. Terutama, dengan ukuran kecil seperti kucing merah kalimantan.

Selain itu, minimnya publikasi kucing liar membuat orang tidak peduli dan juga mengabaikannya. Sebab, menurut dia, pengetahuan sangat berpengaruh terhadap konservasi kucing liar.

Hal lain adalah, saat meneliti kucing liar, karakterk satwa ini elusif [sulit dipahami] dan kriptif sehingga sulit dipelajari. Meski dengan bantuan kamera jebak, tetap membutuhkan penelitian lebih dalam lagi, sementara di saat bersamaan pendanaan terhadap satwa ini juga sangat rendah.

“Tanpa data yang cukup, mustahil kita bisa menjaga kucing liar. Apalagi minim sekali risetnya. Jadi, pendugaan populasinya lebih bersifat konservatif yakni mengambil nilai terkecil, agar kita tidak lengah melindunginya,” papar Erwin.

 

Exit mobile version