Mongabay.co.id

Kelekak, Media Komunikasi Manusia dengan Alam

Kelekak, areal yang ditumbuhi berbagai pohon khas hutan Pulau Bangka seperti pelawan, sebagai habitatnya kukang bangka. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung mengenal kelekak. Kelekak adalah kebun buah atau tanaman hutan yang dapat dikonsumsi manusia.

Arti kata“kelekak” sampai saat ini belum ditemukan secara pasti. Berdasarkan glosarium yang ditulis De Groot, berjudul Herinneringen aan Blitong yang dikutip Wahyu Kurniawan dalam tulisannya “Arti Kelekak di Belitong Dalam Catatan Sejarah Abad ke 19”, kata kelekak kemungkinan berasal dari Bahasa Jawa dari kata “klekap”. Artinya, sebuah tempat bekas perkampungan yang ditinggalkan, yang dipenuhi tanaman buah.

Sementara Suhaimi Sulaiman, budayawan Bangka, menyatakan kelekak itu akronim dari “Kelak Kek Ikak” yang artinya “nanti untuk kamu”. Akronim ini banyak dikutip oleh jurnalis maupun diungkapkan tokoh masyarakat di Pulau Bangka.

Dalam kunjungan saya ke beberapa kelekak di Pulau Bangka dan Pulau Belitung, seperti di Desa Pelangas, Dusun Tuing, Desa Permis, Desa Gudang, dan Desa Air Selumar, sebuah kelekak luasnya rata-rata kisaran dua hektar. Letaknya berbatasan dengan hutan, yang jauh dari lahan pertanian dan permukiman.

Sebuah kelekak dimiliki satu keluarga dan diwariskan ke beberapa generasi. Tanaman yang ada di kelekak umumnya buah hutan atau tanaman obat. Seperti durian, manggis, duku, binjai, cempedak, bambu, dan pinang. Buah yang wajib ditanam di kelekak adalah durian dan manggis.

 

Kelekak, areal yang ditumbuhi berbagai pohon khas hutan Pulau Bangka seperti pelawan, merupakan habitatnya kukang bangka. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Keharmonisan

Berdasarkan lokasi dan jenis tanaman, kelekak dapat dikatakan budaya masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung menjadikan sebuah kebun yang dapat memberi pangan kepada semua makhluk hidup.

Buah atau tanaman yang ada di kelekak bukan hanya untuk manusia. Buahan tersebut dapat juga dikonsumsi sejumlah jenis burung, kelalawar, tupai, monyet, mentilin, dan kukang bangka.

Selain itu, tanaman seperti durian, manggis, cempedak, duku, bambu, binjai, dan pinang, yang sering ditemukan pada sebuah kelekak, merupakan tanaman yang sangat baik dalam menata air dan menahan erosi. Sehingga, kelekak menjadi penyangga kawasan hutan yang umumnya berada di bukit atau di atasnya, dengan kawasan pertanian dan permukiman yang berada di bawahnya.

Selain itu, ada aturan jika sebuah kelekak tidak boleh diperjualbelikan. Kelekak adalah warisan yang harus dijaga sebuah keluarga secara turun menurun.

Aturan ini yang membuat banyak kelekak terjaga dari penambangan timah dan perkebunan sawit skala besar. Meskipun ada sejumlah kasus, kelekak diperjualbelikan oleh pewarisnya, sehingga fungsinya berubah menjadi kebun sawit atau lokasi penambangan timah.

Selain tidak boleh diperjualbelikan, hampir semua tanaman buah di kelekak juga tidak boleh ditebang. Pohon-pohon tersebut tumbuh dan mati di kelekak.

 

Kukang bangka [Nycticebus bancanus] yang berada di PPS Alobi, Bangka, Kepualauan Bangka Belitung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Transfer pengetahuan

Kelekak juga menjadi media transfer pengetahuan tentang alam di masyarakat Kepulauan Bangka Belitung. Proses ini berlangsung ketika terjadi musim buah.

Saat musim buah, keluarga besar yang terhubung dengan kelekak akan berkumpul. Baik yang menetap di desa maupun di kota. Dari berusia lanjut hingga anak-anak.

Selain menyantap buah, mereka juga bercerita tentang sejarah keluarga, buah hutan, termasuk pengetahuan lain terkait alam. Transfer pengetahuan ini terjadi hampir setiap tahun dan tidak hanya berlaku terhadap keluarga. Orang luar, yang hadir di kelekak, juga boleh memahaminya. Termasuk mendiskusikannya.

Misalnya tentang kelekak yang baik, harus ada buah durian dan manggis. Dua tanaman hutan tersebut mencerminkan keseimbangan. Panas dan dingin. Buah durian yang diibaratkan “raja buah” adalah simbol panas, sementara buah manggis yang diibaratkan “ratu buah” adalah simbol dingin.

Kata Abdurrachman [30], pewaris Kelekak Husein Ali di Desa Pelangas, Kabupaten Bangka Barat, mengutip pesan orangtuanya, seseorang yang makan buah durian, sebaiknya juga makan buah manggis. Agar tubuh panas yang disebabkan durian, kembali normal setelah makan manggis. Pesannya, seorang manusia harus menjaga keseimbangan pada dirinya. Keseimbangan antara pikiran dan rasa.

Dibandingkan laki-laki, perempuan lebih sering mengakses kelekak. Asumsi ini, dikarenakan dalam sebuah keluarga yang memiliki kelekak, para ibu lebih memahami kelekak keluarganya. Mulai dari luas, jenis dan jumlah tanaman, termasuk hama dan penyakit yang menyerang.

Di kelekak, para perempuan, selain merawat pohon buahan, juga menanam sayur, tanaman rempah seperti kunyit dan jahe, serta menanam buah bulanan seperti pisang.

 

Durian di Desa Pelangas, Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat, dikenal memiliki rasa yang manis dan legit. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Musim buahan sebagai tanda

Musim buah di kelekak menjadi penanda hubungan antara manusia dengan alam. Jika musim buah berjalan baik, itu pertanda bahwa manusia atau masyarakat desa hubungannya dengan alam berjalan baik. Sebaliknya, musim buah yang gagal, pengingat hal tidak baik.

Apabila musim buah gagal, terjadi dua atau tiga kali, maka pada saat sedekah gunung atau bukit, hal tersebut disampaikan kepada penguasa alam dan Tuhan. Mereka mohon maaf, serta melakukan sesajian dan doa.

Masyarakat juga percaya, kegagalan musim buah juga menunjukkan berbagai persoalan lain. Misalnya, bersamaan gagalnya panen padi, lada atau sahang, serta serangan wabah penyakit.

Sebelum hadirnya wabah virus Corona beberapa waktu lalu, sejumlah masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung mengaku hampir setiap tahun ada kelekak yang panen buahan duriannya tidak baik, atau gagal.

 

Manggis merupakan tanaman yang selalu ada di kelekak masyarakat Bangka Belitung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Mengutip Soemarwoto [1998], dapat dikatakan kelekak merupakan wujud dari pandangan masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung terhadap alam [biofisik], sehingga mereka patuh pada peraturan kosmos yang sakral, yang dijaga dalam bentuk adat istiadat.

Adat istiadat terkait kelekak bagi masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung berupa pantang larang. Seperti dilarang dijual, dilarang ditebang pohon buahnya, serta menjadi tanda komunikasi hubungan manusia dengan alam.

Keberadaan kelekak merupakan salah satu pertahanan masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung terhadap berbagai aktivitas ekonomi yang merusak atau mengubah bentang alam. Sebut saja, penambangan timah dan perkebunan skala besar, seperti perkebunan sawit dan karet.

Semoga kelekak terus bertahan. Terus terjaga bersama adat istiadat masyarakat setempat yang sangat menghormati dan melindungi alam.

Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

 

* Dian Maulina, Dosen FISIP UIN Raden Fatah Palembang. Tulisan ini opini penulis.

 

Exit mobile version