Mongabay.co.id

Ini yang Dilakukan Pemerintah Lindungi Hiu dan Pari Terancam Punah

 

Spesies laut yang berstatus kritis saat ini semakin bertambah jumlahnya di seluruh dunia. Perlindungan penuh pun menjadi jawaban mutlak untuk bisa menjamin mereka tetap lestari di laut. Di antara spesies tersebut, adalah hiu dan pari yang sudah memasuki fase tersebut saat ini.

Dua spesies tersebut dalam kondisi kritis, baik yang habitatnya ada di terumbu karang, ataupun di wilayah samudera. Keduanya ditetapkan kritis, karena populasinya yang terus mengalami penurunan secara signifikan saat ini.

Baik hiu ataupun pari sama-sama masuk kelompok spesies rentan dari kepunahan, karena aktivitas penangkapan ikan yang berlebihan, secara sengaja ataupun tidak. Data menunjukkan, dari 118 jenis hiu yang ada di perairan Indonesia, seperempatnya sudah diberi status terancam punah.

Status tersebut secara resmi sudah dinyatakan oleh the International Union for Conservation of Nature (IUCN), karena hiu yang ada di Indonesia dari waktu ke waktu terus mengalami penurunan populasi. Salah satu sebabnya, adalah karena reproduksi yang sangat lambat.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2016, diketahui kalau Indonesia adalah negara produsen hiu terbesar di dunia. Tidak main-main, kontribusinya bisa mencapai 16,8 persen dari total tangkapan dunia.

baca : Mengungkap Perdagangan Hiu Diduga Ilegal Lewat Pelabuhan di Pulau Jawa [1]

 

Tumpukan pari dan hiu Apendiks II di Pelabuhan Tasikagung, Rembang, Kabupaten Jawa Tengah. Foto diambil pada 1 Juli 2022. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Di luar itu, terus menurunnya populasi hiu saat ini, terjadi karena eksploitasi berlebihan yang didorong oleh tingginya permintaan terhadap produk yang berasal dari satwa laut tersebut. Sebut saja, seperti sirip, daging, dan bagian lainnya.

Berbagai upaya sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menjaga kelestarian hiu dan pari di perairan laut Indonesia. Salah satunya, dengan menetapkan hiu yang terancam punah sebagai satwa dengan perlindungan penuh.

Contoh tersebut berlaku pada Hiu Berjalan (Hemiscyllium spp.) yang mendapatkan perlindungan penuh sejak awal 2023. Status tersebut bertujuan untuk menjaga dan menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan spesies tersebut.

Upaya lain yang dilakukan Pemerintah adalah dengan memulai proses inisiasi untuk melaksanakan identifikasi jalur migrasi spesies terancam punah pada 2024 mendatang. Ketetapan tersebut dilakukan KKP saat menggelar pertemuan dalam 4th Threatened Species Working Group (TSWG) Meeting Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF), beberapa waktu lalu di Jakarta.

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) KKP Firdaus Agung K Kurniawan menyebutkan kalau di antara spesies di laut yang statusnya terancam punah adalah hiu (Charcarinidae dan Sphyrnidae) dan pari (Potaromotrygonidae dan Rhinobatidae).

Kedua spesies itu sudah masuk kelompok Apendiks II the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan dibahas pada Conference of the Parties (CoP) ke-19 CITES yang berlangsung di Panama pada akhir 2022.

Status Apendiks II menjelaskan bahwa hiu dan pari masuk dalam daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi berpotensi terancam punah apabila diperdagangkan tanpa adanya pengaturan. Untuk itu, harus ada perhatian lebih detail kepada dua spesies tersebut dalam menjalankan perlindungan penuh.

“Pertemuan ini (salah satunya) bertujuan memperbarui kemajuan pengelolaan spesies terancam dari masing-masing negara,” ungkapnya.

baca juga : Mengungkap Perdagangan Hiu Ilegal, Berbagai Modus Kelabui Aturan [2]

 

Nelayan menata ikan pari di di kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kota Tegal. Ikan pari menjadi salah satu tangkapan dominan alat cantrang. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Firdaus menambahkan, isu global penting lain yang berkaitan erat dengan perlindungan spesies terancam punah, adalah komitmen yang disebut Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework di CoP ke-15 the Convention on Biological Diversity (CBD).

Pertemuan yang berlangsung di Montreal, Kanada itu menggarisbawahi komitmen global untuk melindungi 30 persen lautan, memulihkan 30 persen ekosistem yang terdegradasi, dan mengendalikan spesies alien invasif.

National Coordinating Committee (NCCs)/Partners/Private Sectors Officer at CTI-CFF Michael Tampongangoy mengatakan kalau perlindungan spesies terancam sangat bergantung pada upaya kolaboratif.

Dia yakin, langkah tersebut akan menjadi upaya yang sistematis dalam melindungi spesies terancam dan mengamankan masa depan warisan alam bersama-sama. Karena itu, kelompok kerja menjadi media tepat untuk melakukan diskusi produktif, dan berbagi pengalaman.

“Juga menjalin kemitraan yang akan mendorong penerapan strategi secara efektif untuk melindungi spesies yang terancam punah,” tuturnya.

 

Spesies Unik

Pada Februari 2023, KKP sudah menetapkan Hiu Berjalan sebagai salah satu jenis hiu yang mendapatkan perlindungan penuh melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.30/2023 tentang Perlindungan Penuh Ikan Hiu Berjalan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo menjelaskan, kalau Hiu Berjalan merupakan salah satu dari 20 jenis ikan prioritas konservasi KKP untuk periode 2020-2024. Ikan tersebut mendapatkan keistimewaan, karena penurunan populasi, ancaman kerentanan, dan kelangkaan.

“Itu menjadi pertimbangan perlunya membuat kebijakan pengelolaan sumber daya ikan tersebut. Terlebih, ikan ini memiliki range size dan populasi kecil, sehingga rentan mengalami kepunahan,” papar dia.

perlu dibaca : Desakan Perlindungan Hiu Berjalan dari Raja Ampat dan Halmahera

 

Seekor hiu tanda pangkat (Hemiscyllium ocellatum) yang mampu ‘berjalan’ di pantai. Foto : Klaus Rudloff

 

Dia mengungkapkan, berdasarkan penilaian pada 2020, Hiu Berjalan telah masuk dalam daftar merah IUCN karena kerentanan dan kelangkaannya. Bahkan, dua spesies dari Hiu Berjalan sudah masuk ke dalam kategori hampir terancam (near threatened), tiga spesies masuk rentan (vulnerable), dan satu spesies masuk sedikit perhatian (least concern).

Hiu Berjalan sendiri bagian dari genus Hemiscyllium yang tidak lain adalah spesies endemik di perairan Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Nugini, dan Australia. Terdapat sembilan spesies Hiu Berjalan di dunia, enam spesies di antaranya ditemukan di perairan Indonesia.

Direktur KKHL KKP Firdaus Agung menerangkan, sifat umum biologi Hiu Berjalan cenderung hidup menetap di dasar perairan yang dangkal, tidak aktif bergerak, dan hidup di habitat yang spesifik seperti daerah terumbu karang dan padang lamun.

“Kondisi itu menyebabkan tidak adanya percampuran populasi antar tiap anggota spesiesnya di wilayah tersebut,” jelasnya.

Melalui studi analisa molekuler yang sudah dirilis, sifat biologi Hiu Berjalan memiliki keunikan dan itu memicu terjadinya proses spesiasi secara alami dengan mengikuti pergerakan lempeng tektonik dan proses hidrologi dalam waktu kurun puluhan juta tahun yang silam.

Menurut dia, setiap jenis ikan dengan genus Hemiscyllium memiliki kekhasan genetik yang ditunjukkan secara morfologis melalui pola dan corak warna yang berbeda-beda. Keragaman genetis tersebut harus dipertahankan untuk terjaga kemurniannya.

Dia menyebut kalau Hiu Berjalan bukanlah target untuk ikan konsumsi, namun dimanfaatkan untuk pasar ikan. Fakta tersebut sangat ironis, karena Hiu Berjalan berpotensi besar untuk berkontribusi pada sektor pariwisata sebagai daya Tarik kegiatan menyelam.

baca juga : Hiu Berjalan di Perairan Indonesia Ternyata Masih Berevolusi

 

Satu dari enam jenis hiu berjalan yang terdapat di perairan Indonesia. Foto : CI Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Manajer Strategi Konservasi Yayasan Konservasi Indonesia Iqbal Herwata pada kesempatan berbeda mengatakan, Hiu Berjalan bisa mencapai populasi dua kali lipat dalam waktu 1,22 tahun atau lebih cepat dibandingkan spesies hiu biasa. Namun, Hiu Berjalan memiliki keterbatasan umur maksimal 5,5 tahun.

Kemudian, kelemahan lain dari Hiu Berjalan, adalah potensi sebaran sangat jauh terbatas dan tidak bisa menyeberang laut dalam dengan kedalaman lebih dari 50 meter. Lalu, Hiu berjalan juga tidak bisa menghindar dari ancaman yang datang, terutama degradasi habitat atau perubahan iklim.

“Dengan restricted range sizes, Hiu Berjalan rentan terhadap kepunahan,” tutur dia.

Dengan sejumlah keterbatasan tersebut, saat ini Indonesia memerlukan kegiatan penelitian untuk mengungkap lebih jauh tentang segala permasalahan satwa laut tersebut. Penelitian dilakukan dengan merujuk pada kebutuhan secara spesifik dari Hiu Berjalan.

Beberapa di antaranya adalah pendugaan populasi spesies seperti struktur populasi, stok, kepadatan stok, dan status populasi. Penelitian ini akan memerlukan penelitian lanjutan berfokus pada genetika pada spesies Hiu Berjalan yang memiliki distribusi jenis lintas negara.

Kedua, penelitian tentang informasi reproduksi, makanan, pertumbuhan, dan penentuan umur spesies. Penelitian ini akan memerlukan penelitian lanjutan dengan berfokus pada kerentanan populasi Hiu Berjalan terhadap perubahan iklim dan antropogenik.

Ketiga, penelitian tentang peranan ekologis dari Ikan Hiu Berjalan dalam ekosistem perairan dangkal. Kegiatan penelitian ini akan memerlukan penelitian lanjutan dengan fokus pada potensi dan uji kelayakan ex-situ dan in-situ (captivity breeding) Hiu Berjalan.

Keempat, penelitian tentang sebaran habitat penting Hiu Berjalan, yang selanjutnya akan memerlukan penelitian lanjutan dengan fokus pada penggunaan teknologi kecerdasan buatan (artificial Intelligence/AI) untuk identifikasi individu.

menarik dibaca : Bila Hiu Punah, Bagaimana Kehidupan Laut Setelahnya?

 

Sirip hiu pari yang dijumur di atas kapal nelayan di Desa Karei, Kecamatan Aru Selatan Timur,
Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Foto: Dokumentasi/ DFW Indonesia

 

Keterancaman Pari

Kandidat Phd dari Universitas Auckland, Selandia Baru yang sebelumnya bekerja pada Yayasan Konservasi Indonesia sebagai Managing Bird’s Head Seascape Manta Rays and Whale Shark Photo ID Database, Edy Setyawan membeberkan tentang pari dengan detail.

Menurut dia, beragam persoalan yang muncul saat ini memang membuat pari ada dalam ancaman kepunahan. Untuk itu diperlukan langkah bersama yang diinisiasi oleh Pemerintah Indonesia bersama dengan pihak lain terkait, terutama penelitian.

Mencakup di dalamnya adalah penelitian tentang monitoring populasi jangka panjang, genetika populasi, identifikasi area pembesaran, fokus pada Manta Oseanik, daya jelajah dan rentang habitat, AI untuk identifikasi fotografis dan drone photogrammetry.

Pada CoP ke-15 CBD di Montreal, Kanada, akhir 2022 IUCN mengungkap bahwa ada 1.550 dari total 17.903 tanaman dan hewan laut yang statusnya terancam punah. Fakta tersebut diungkapkan Kepala Red List IUCN Craig Hilton Taylor.

Dia menyebut kalau jumlah spesies laut yang menghadapi kepunahan berpotensi lebih tinggi dibandingkan data yang sebenarnya ada sekarang. Analisis itu muncul, karena data sekarang cenderung merujuk pada spesies ikan yang tersebar luas dan belum menunjukkan indikasi terancam.

 

 

Exit mobile version