Mongabay.co.id

Menang Gugatan, Warga Dairi Desak KLHK Cabut Persetujuan Lingkungan PT Dairi Prima Mineral

 

 

 

 

Opung Rainim Purba, perempuan Dairi,  terlihat semringah saat berbicara di acara temu media akhir Juli lalu hybrid dari Medan, Sumatera Utara. Dia lega Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan 11 warga Dairi, terkait persetujuan izin lingkungan yang dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk perusahaan tambang, PT Dairi Prima Mineral.

Dalam amar putusan menyatakan soal kelayakan lingkungan DPM yang terbit 12 Agustus 2022 itu batal. Siti Nurbaya, Menteri LHK wajib “mencabut” persetujuan lingkungan DPM yang akan beroperasi di Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi.

“Saya dan masyarakat lain senang pengadilan di Jakarta setuju perusahaan tambang dan KLHK telah bertindak tidak adil kepada kami, juga kepada lingkungan,” jelas Rainim.

Perempuan asal Desa Sidikalang, ini mengatakan, KLHK mengabaikan muncul dampak pertambangan seng dan timah hitam di wilayahnya. Dengan keputusan pengadilan, Opung desak pemerintah wajib menarik persetujuan lingkungan DPM.

“Saya sebagai salah satu penggugat mendesak para tergugat termasuk KLHK  menjalankan putusan majelis hakim untuk segera mencabut izin kelayakan lingkungan hidup DPM,” kata Rainim.

Dia bilang, rakyat Dairi tak perlu tambang. Yang mereka perlukan, katanya, tanah subur. “Hingga sektor pertanian mampu meningkatkan ekonomi.”

 

Baca juga: Mereka Desak KLHK Tolak Pengajuan Perubahan Amdal Dairi Prima Mineral

Para perempuan dan warga Dairi usai sidang gugatan terhadap KLHK di PTUN Jakarta. Foto: Rabul Sawal/ Mongabay Indonesia

 

Monica Siregar, pendamping warga Dairi dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) mengatakan,  keputusan majelis hakim membangkitkan semangat warga di kampung yang menolak DPM. Warga mulai antusias, setelah sebelumnya sedikit ragu perkara ini lewati jalur hukum.

“Ketika keluar putusan, (kami) betul-betul semangat, terbangun kembali semangat warga,” katanya lewat sambungan telepon.

Kemenangan ini, katanya, mengafirmasi fakta-fakta yang disampaikan warga di pengadilan bahwa KLHK gagal melindungi hak masyarakat dan lingkungan di Dairi.

Penolakan warga atas kehadiran DPM sudah berlangsung sejak perusahaan sosialisasi dan eksplorasi pada 2008. Protes makin menguat saat perusahaan berencana membangun dam limbah di perbuktian. Juga  membangun gudang bahan peledak di sekitar pemukiman warga.

Melky Nahar, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, kemenangan yang seutuhnya tidak hanya kabulkan gugatan melalui proses pengadilan tetapi lebih jauh dari itu. Kemenangan yang sebenarnya, katanya, adalah masyarakat di Dairi tidak mau melepas tanah-tanah dan tak menelantarkan tanah-tanah itu.

“Bagaimana keteguhan warga mempertahankan sebagai petani dibandingkan mengikuti janji-janji manis perusahaan untuk dipekerjakan di areal tambang.“

Bahkan kemenangan itu dia lihat ketika warga menolak dan melawan tambang serta tidak terjebak pada konflik-konflik sosial yang didesain kelompok-kelompok tertentu untuk memecah konsentrasi atau solidaritas antara warga.

DPM adalah perusahaan tambang seng dan timah hitam yang beroperasi di Dairi seluas 24.000 hektar, 16.000 hektar adalah kawasan hutan.

Perusahaan ini merupakan patungan antara Bumi Resources, milik keluarga Bakrie dan China Nonferreous Co., Ltd (NFC), sebuah perusahaan negara Tiongkok.

 

Baca juga: Warga Dairi Resah Kehadiran Perusahaan Tambang Seng

Poster yang dipasang di pagar Kantor KLHK di Manggala Bhakti, Jakarta. Foto: Rabul Sawal/ Mongabay Indonesia

 

Zona bahaya

Pertambangan ini dinilai berpotensi membawa bencana ekologis dan mengancam keselamatan ribuan warga terutama yang berada di hilir, Dairi dan Pakpak Bharat hingga masyarakat Aceh Singkil di Aceh.

Pasalnya, Dairi berada di zona merah yang berstatus “rawan bencana” karena dilalui oleh tiga sesar patahan gempa terbesar Megathrust terbesar di Asia, yakni sesar Renun, sesar Angkola dan sesar Toru.

Dari kajian Richard L. Meehan, ahli berpengalaman selama 50 tahun di bidang stabilitas bendungan di zona gempa mengawatirkan bendungan tailing yang akan dibangun DPM. Area DPM akan beroperasi merupakan zona berisiko gempa tertinggi di dunia–disertai badai besar dan banjir tinggi.

Dia memprediksi, kemungkinan terjadi kerusakan bendungan, yang mengkin merupakan kerusakan yang bisa membawa bencana dengan jutaan ton tailing beracun mengalir menuruni bukit menuju desa-desa.

“…dari sekian proyek tambang usulan yang pernah saya tinjau, baru tambang usulan DPM yang begitu abai terhadap kehidupan manusia,” jelas Steven Emerman, pakar hidrologi tambang.

Togam Panggabean, Direktur Eksekutif Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) mengatakan,  pakar teknik sudah memberi tahu pengadilan bahwa seluruh wilayah tidak memiliki sifat geologis stabil. Tak satupun lokasi yang disebut cocok untuk membangun bendungan tailing.

Terhadap putusan pengadilan saat ini, sebaiknya kementerian tidak banding dan DPM tidak boleh memulai beroperasi.

“Dengan pengadilan mengonfirmasikan proses yang semestinya tidak dijalankan, dan tambang DPM menunjukkan bahaya yang jelas.”

Muhammad Jamil, Ketua Tim Kuasa Hukum warga Dairi mengatakan, kemenangan warga Dairi di PTUN merupakan terobosan hukum pertama kali di Indonesia sejak Undang-undang Cipta Kerja dalam perubahan yang direvisi.

Kemenangan ini, katanya, mengonfirmasi apa yang selama ini disampaikan warga Dairi bahwa proses pengurusan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) DPM sama sekali tidak pernah dilibatkan.

 

Baca juga: Kala Warga Dairi Gugat Izin Lingkungan PT DPM, Koalisi Minta Komisi Yudicial Pantau Persidangan

Kakao menjadi salah satu hasil produk masyarakat Dairi. Foto: Ayat S Karokaro?Mongabay Indonesia

 

Seluruh kesaksian warga, menurut Jamil, terkonfirmasi lewat putusan PTUN Jakarta. Warga mampu membuktikan di pengadilan kalau DPM akan membawa bencana. “Akhirnya terwujud keyakinan para majelis hakim, untuk menyatakan tambang di Dairi tidak layak lingkungan.”

Togan Pangabean pun mengatakan, kemenangan gugatan di pengadilan ini berkat kebersamaan kuat dari masyarakat di Dairi yang menolak tambang.

“Kami minta tergugat menghormati putusan majelis hakim dan menjalankan perintah pengadilan membatalkan pemberian izin kelayakan lingkungan hidup ke perusahaan tambang DPM,” kata Tongam Panggabean.

Parulian Tambunan, Wakil Ketua Aliansi Petani Untuk Keadilan (APUK), mengatakan,  Dairi merupakan daerah subur di Sumut, lebih dari 70% warga adalah petani. Hasil unggulan pertanian masyarakat antara lain, kopi, durian, duku, manggis, gambir, jeruk purut, coklat, dan jagung.

Selain itu, Dairi juga penghasil tanaman hortikultura seperti cabai, bawang merah, bawang putih dan berbagai sayur mayur seperti kol, kubis, kentang, brokoli.

 

 

Semua itu, katanya, kini terancam, karena pemerintah mengizinkan pertambangan bijih seng beroperasi di wilayah pertanian yang subur itu. Ruang hidup masyarakat, katanya,  makin terhimpit karena perusahaan ekstraktif ini.

Ancaman ketahanan pangan di kabupaten yang sejak dahulu sudah mengandalkan sektor pertanian di depan mata.

“Kami minta pemerintah membuka mata hati, setop operasi tambang DPM karena kami tidak butuh sektor itu di tanah leluhur kami. Jangan korbankan rakyat demi investasi yang merusak lingkungan.”

Data BPS 2021 menunjukkan, sektor pertanian Dairi menyumbang produk domestic regional bruto (PDRB) sebesar 42,9%.

Inang Saudur Sitorus, mewakili warga Dairi mengatakan, mereka sudah cocok tanam sejak puluhan tahun lalu sebelum ada pertambangan. Hasil pertanian dia sebut menyumbang perekonomian di Sumatera dan secara nasional.

Hasil pertanian warga Dairi, katanya, mampu penuhi kebutuhan hidup termasuk biaya sekolah anak-anak. “Kami ingin pemerintah mendukung kami, bukan memperbolehkan tanah dan sungai kami dirusak. Kami tidak mau ada penambangan di wilayah kami. Tidak sampai kapanpun. Kami ingin tetap bisa melanjutkan pertanian,” kata Saudur.

******

 

Exit mobile version