Mongabay.co.id

Tarum, Pewarna Indigo Alami Sejak Dulu Kala dari Indonesia

 

Ada tujuh warna pelangi yang selalu diingat oleh pelajar sejak kecil yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Indigo adalah warna di antara biru dan ungu atau yang juga sering disebut nila. Mengutip newscientist, sekitar tahun 1665, ilmuwan Isaac Newton menambahkan warna oranye dan indigo dalam warna pelangi yang dihasilkan oleh prisma. Sebelumnya orang hanya mengenal lima warna pelangi, yaitu merah kuning, hijau, biru, dan ungu.

Indigo adalah warna istimewa. Tidak seperti sekarang, dulu hanya kalangan tertentu yang bisa mengenakan pakaian berwarna indigo. Itu karena pewarna indigo harus didatangkan jauh dari negara jajahan. Indigo sendiri berasal dari kata indikon dalam bahasa Yunani yang berarti India.

Pada abad pertengahan pewarna indigo diimpor secara besar-besaran untuk pasar Eropa. Namun kemudian surut pada pertengahan abad 20. Industri tekstil beralih memilih pewarna kimia karena lebih tahan lama, murah, dan bisa tersedia dalam jumlah besar.

Indigo sintetis diperoleh dari aniline pada 1878 yang merupakan senyawa turunan benzena. Proses pewarnaan sintetik diketahui berdampak buruk ke manusia dan lingkungan. Akibatnya pewarna alami kembali digandrungi. Terlebih kini diketahui tekstil yang diberi pewarna alami memiliki aktivitas antibakteri.

baca : Para Perempuan Lombok Pelestari Tenun Pewarna Alam

 

Potongan tanaman pewarna indigo dari India. Foto : Evan Izer (Palladian) – Karya sendiri, CC BY-SA 2.5, wikimedia commons

 

Salah satu bahan utama untuk membuat warna indigo alami berasal dari tumbuhan tarum (Indigofera tinctoria L.). Tinggi tumbuhan tarum mencapai 1,5 meter, dengan cabang banyak dan bisa muncul di batang bawah. Daunnya seperti membelah, berwarna hijau, terletak di samping kanan dan kiri. Ujung daun meruncing. Bunganya berwarna ungu. Tanaman yang masuk keluarga Fabaceae ini panjang polongnya sekitar 3 cm, dengan biji sekitar 2 mm.

Di tanah air, tumbuhan tarum ini dikenal luas. Selain daun dan batangnya digunakan sebagai bahan pewarna alami, banyak peternak memanfaatkannya sebagai pakan ternak. Selain itu secara tradisional, daunnya digunakan sebagai obat epilepsi, kecemasan, dan menyembuhkan luka.

Di Jawa tanaman ini disebut tom. Di Bali disebut taum, di NTT disebut taru. Sementara di Aceh disebut bak tarom. Di Batak Toba tayom, Minang pulasan, dan Timor talung. Citarum adalah sungai di Jawa Barat yang sebagian bantaran sungainya ditumbuhi tarum. Pada zaman kolonial yaitu 1918 hingga 1925, negara yang kemudian bernama Indonesia ini diketahui mengekspor indigo. Ini menjadi bukti tumbuhan pewarna alami pernah dibudidayakan di sini.

baca juga : Mereka yang Setia Berkarya dengan Serat dan Warna Alami

 

Tumbuhan tarum (Indigofera tinctoria) yang merupakan sumber pewarna alami indigo atau nila. Foto : Wikimedia

 

Di Jawa Barat, pada abad keempat pernah berdiri sebuah kerajaan Hindu bernama Tarumanegara. Raja pertamanya Jayasingawarman dari India. Ada ahli yang menduga nama kerajaan yang berkuasa hingga abad tujuh ini berasal dari kata tarum, tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna alami indigo itu.

Meski ada pula pendapat yang menyatakan, nama itu berasal dari Citarum. Berdasarkan toponimi, nama tumbuhan memang lazim dipakai sebagai nama tempat di Nusantara. Misalnya, nama kerajaan Majapahit di Jawa Timur yang berdiri pada abad 13 berasal dari nama buah maja.

Pemakaian nama tumbuhan tarum bukan tanpa alasan. Tumbuhan ini selain menjadikan kain tampak indah dan anggun, juga menjadi tanaman yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat kala itu. Terlebih Tarumanegara adalah kerajaan yang berorientasi pada pengolahan lahan (agraris) dan bukan laut (maritim).

Ternyata, pemakaian sumber pewarna indigo sudah digunakan jauh sebelum itu. Pernah ditemukan kain berusia 6.000 tahun di utara Peru yang diwarnai memakai tanaman indigofera, yang merupakan tanaman asli Amerika Selatan. Pada 2.600 SM, di India sudah dikenal pewarnaan alami indigo seperti diceritakan dalam Sanskrit.

Lalu ada juga bukti pewarnaan alami indigo sudah digunakan pada 2.000 SM di Mesir. Di Eropa ditemukan praktik pewarnaan kain memakai tanaman woad (Isatis tinctoria) lebih dari 3.500 tahun. Sementara di China praktik pewarnaan indigo alami sudah ditemukan 3.400 tahun lalu.

baca juga : Batik Pewarna Alami Sumurgung, Upaya Kembangkan Fashion Ramah Lingkungan

 

Tumbuhan tarum (Indigofera tinctoria) yang merupakan sumber pewarna alami indigo atau nila. Foto : Wikimedia

 

Selain Indigofera tinctoria, dalam dunia tekstil ada beberapa tanaman yang biasa dipakai sebagai sumber pewarna alami indigo. Misalnya Polygonum tinctorium, Strobilanthes cusi, Isatis indigotica, Marsdenia tinctoria, juga Memecylm edule. Tarum sendiri dianggap sebagai pewarna alami warna indigo paling tua di dunia.

Cara membuat pewarna alami dari Indigovera tinctorial cukup mudah. Ambil daun yang masih segar lalu direndam dalam air dengan perbandingan 1 banding 5. Selanjutnya tambahkan kapur untuk mengendapkan indigo sebanyak 30g untuk setiap kilogram daun. Rendaman dibiarkan selama 1 hingga 2 hari. Pasta yang dihasilkan kemudian siap digunakan sebagai pewarna alami.

Beberapa tanaman sumber pewarna alami indigo mempunyai kadar warna yang lebih kuat dibanding yang lain. Misalnya Strobilanthes cusia di China lebih disukai dibanding tarum (Indigofera tinctoria) karena memiliki kadar warna yang lebih baik.

Namun seperti yang ditunjukkan dalam sebuah penelitian, di tanah air warna yang dihasilkan tarum (Indigofera tinctoria) bisa lebih kuat ketika kain batik dilorod memakai tetes tebu. Nglorod adalah proses melepaskan cairan malam pada kain batik. Para pengrajin tenun dan batik tradisional masih banyak yang menggunakan pewarna ramah lingkungan ini.

baca juga : Margaretha Mala, Pelestari Tenun Iban dan Tanaman Pewarna Alami

 

Proses produksi pewarna alami indigo/nila di China barat daya. (a) daun Assam nila (Strobilanthes cusia) setelah 24 jam fermentasi. (b) pembuangan daun menggunakan jaring. (c) oksigenasi setelah penambahan air kapur untuk menurunkan pH. (d) alat kayu yang digunakan untuk oksigenasi. (e) sedikit labu (Lagenaria siceraria) digunakan untuk mengeluarkan bubuk indigo pada proses akhir. Sumber : Shan Li, dkk/journal of ethnobiologu and ethnomedicine

 

Exit mobile version