Mongabay.co.id

Hidup dari Kebun dan Tani, Warga Watulimo Tolak Tambang Emas Trenggalek

 

 

 

 

Ratusan petani Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur,  aksi protes 25 Agustus lalu menyikapi rencana kedatangan perwakilan PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) ke desa itu. Warga yang hidup mayoritas dari berkebun dan bertani ini khawatir kalau sampai pertambangan emas masuk bakal menghancurkan ruang hidup mereka.

Sedianya, perusahaan yang terafiliasi dengan Far East Gold (FEG), perusahaan tambang asal Australia itu dijadwalkan datang ke Desa Dukuh pada hari itu. Informasinya,  menyampaikan rencana eksplorasi lanjutan terkait penambangan emas di sana.

“SMN menghubungi saya untuk minta bertemu dengan para tokoh di desa. Kami fasilitasi, ternyata mereka tidak menepati janji,” kata Mulyani, Kepala Desa Dukuh, kepada Mongabay di lokasi.

Mulyani bilang, perusahaan yang menghubungi atas nama Imam Rosyidin, mengaku sebagai Koordinator Lapangan SMN. Atas permintaan perusahaan, mereka lantas menjadwalkan pertemuan 25 Agustus lalu pukul 13.00. Ditunggu hingga sore, perusahaan tak juga datang ke dukuh.

 

Baca juga: Was-was Tambang Emas Rusak Trenggalek [1]

Kebun warga Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Tengah. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Mulyani tak mengetahui pasti alasan perusahaan tidak jadi menemui para tokoh di Desa Dukuh. Namun, kehadiran massa disebut-sebut sebagai alasannya. Saat itu, perusahaan juga sempat menawarkan agar lokasi pertemuan digeser ke tempat lain lantaran ada banyak warga.

Terang saja permintaan itu ditolaknya. Menurut Mulyani, karena ide untuk berbincang dengan para tokoh itu muncul dari perusahaan, mereka yang seharusnya datang ke tempatnya. Bukan malah sebaliknya.

“Sempat menawarkan, bagaimana kalau lokasi pertemuan dipindah, ya saya sampaikan tidak bisa. Kalau ragu soal keamanan disini, saya yang menjamin tidak akan terjadi apa-apa,” ujar Mulyani.

Menurut dia, perusahaan seharusnya sudah tahu bagaimana respons warga terkait rencana perusahaan untuk menambang emas di Trenggalek. Karena itu, kehadiran massa seharusnya tidak menjadi alasan mereka untuk tak datang.

“Tidak akan terjadi apa-apa. Kami yang menjamin keamanan mereka karena warga hanya ingin menyampaikan langsung penolakannya kepada perwakilan perusahaan. Justru kalau pertemuannya di luar, kami tidak menjamin kalau terjadi apa-apa.”

Mulyani pun memaklumi derasnya penolakan warga. Menurut dia, rencana penambangan emas SMN tidak hanya berpotensi merusak lingkungan juga mengancam ruang hidup warga.

Dalam peta konsesi SMN juga meliputi permukiman, selain kawasan hutan. Karena itu, sejak awal rencana mencuat, warga serta merta melakukan penolakan.

Baca juga: Kala Bupati Trenggalek Surati KESDM (Lagi) Minta Batalkan Izin Tambang Emas

Protes warga Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, menoolak tambang emas PT SMN. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Gantungkan hidup dari pertanian dan perkebunan

Mulyani bilang, mayoritas warga dukuh bekerja sebagai petani. Mereka hidup dari menjual hasil pertanian dan perkebunan, seperti manggis, durian, dan salak (madusa) yang sebagian di antaranya tembus pasar ekspor.

“Itu membutuhkan air yang cukup. Apabila nanti dieksploitasi atau ditambang, pasti akan berdampak. Lingkungan pasti rusak, tanaman-tanaman perkebunan itu tidak akan bisa maksimal karena kekurangan air,” kata Mulyani.

Sebagai catatan, kontroversi tambang emas SMN berawal dari terbitnya izin operasi produksi pada 2019. Dalam dokumen itu, SMN peroleh konsesi 12.813 hektar tersebar di sembilan dari 14 kecamatan di Trenggalek. Meliputi, Kecamatan Watulimo, Dongko, Suruh, Pule, Munjungan, Kampak, Trenggalek, Gandusari, dan Pogalan.

Terbitnya IUP produksi SMN itu pun pelak memantik protes berbagai elemen. Seperti Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Gereja, Walhi, Jatam, LPPMPAMA, ARPT Sima Swatantra, Mpu Sendok, Persatuan Sumbreng Raya.

Kemudian, ada juga Niponk, IMM, Kader Hijau Muhammadiyah, IKAPMI, Komunitas Jambe, KNPI Trenggalek, hingga Mantri Kopi. Secara khusus, Pemkab Trenggalek bahkan dua kali mengirim surat ke Kementerian ESDM agar IUP Produksi PT SMN dicabut.

 

Baca juga: Banjir dan Longsor Landa Trenggalek, Kalau Ada Tambang Emas Bakal Perparah Bencana

Durian dari Trenggalek, yang terancam kalau ada tambang emas. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Ancam ruang hidup

Derasnya penolakan juga makin terlihat di tingkat tapak. Mengenakan kaus dan berbagai poster bertuliskan antitambang, ratusan warga Desa Dukuh turut terlibat saat karnaval dalam rangka perayaan 17 Agustus pada 22 Agustus lalu.

Dalam aksi spontan yang digelar masyarakat Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo 25 Agustus lalu, misal, berbagai pamflet bernada protes dibawa warga untuk menolak kehadiran perusahaan ini.

Warga menyebut, kehadiran SMN hanya akan menyengsarakan warga dan meminta perusahaan  angkat kaki dari Trenggalek. ” SMN hanya akan merampok sumber daya alam kita,, tidak butuh tambang emas,” tulis beberapa pamflet yang dibawa warga.

Suratman, tokoh Desa Dukuh mengatakan, selama ini, rencana tambang emas SMN sangat sensitif. Karena itu, begitu mendengar rencana kedatangan perusahaan itu, warga yang mayoritas petani itu berkumpul agar bisa menyampaikan langsung penolakan itu.

“Itu atas inisiatif mereka sendiri karena khawatir dengan dampak buruk dari tambang ini. Intinya mereka cuma satu, tidak ada tambang emas disini,” kata Suratman.

Dia menyayangkan sikap SMN yang tidak jadi hadir. Dengan begitu, mereka tidak bisa mendengar langsung penolakan warga atas rencana itu. “Selama ini mereka seperti tidak percaya dengan penolakan ini. Hari ini buktinya penolakan itu benar-benar nyata.”

Menurut Suratman, ada banyak alasan yang membuat warga bersikukuh menolak tambang emas. Selain dampak lingkungan, kehadiran tambang diyakini menimbulkan dampak sosial tak sedikit. Selain itu, sumber mata pencaharian dipastikan terganggu. Salah satu rumah warga bahkan sempat rusak diduga akibat kegiatan eksplorasi beberapa tahun lalu.

Bagi Suratman, tambang SMN lebih banyak membawa dampak buruk ketimbang kemaslahatan. Sebab itu, sejak awal, warga tak pernah sepakat termasuk ketika perusahaan hendak survei ulang, warga beramai-ramai menolaknya.

“Masyarakat itu kan tinggal disini, jadi dampak tambang itu akan dirasakan sampai kapan pun. Perusahaan enak, mereka akan pergi begitu umur tambang habis. Kami yang akan terus merasakan dampaknya.”

 

Baca juga: Kala Bupati Trenggalek Surati KESDM (Lagi) Minta Batalkan Izin Tambang Emas

Warga Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, protes rencana kehadiran tambang emas di wilayah mereka. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya dia sempat beberapa kali bertemu dengan perusahaan. Senyampang itu, dia sampaikan bila sikap warga tak pernah berubah. Mereka, katanya, tetap bersikukuh menolak kehadiran tambang. Karena itu, dia pun meminta perusahaan tidak meneruskan rencana menambang emas di Trenggalek. “Sudah berulang kali kami sampaikan dan sikap kami tidak berubah, jadi tidak usah ngeyel (ngotot),” kata Suratman.

Perusahaan,  katanya, seharusnya tidak menjadikan kehadiran massa sebagai alasan untuk tidak datang karena apa yang direncanakan perusahaan menyangkut hajat hidup mereka.

“Ini rumah mereka. Jadi mereka berhak tahu. Mereka juga berhak untuk menyampaikan langsung penolakan itu ke perusahaan,” katanya. Karena perusahaan tidak hadir, akhirnya tuntutan dibacakan dalam bentuk pernyataan sikap bersama.

Dalam pernyataan sikap itu, warga Desa Dukuh menegaskan menolak segala bentuk tambang SMN. “Kami masyarakat Desa Dukuh, tidak bertanggungjawab, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bila PT SMN tetap memaksakan diri untuk melaksanakan aktivitas di wilayah Desa Dukuh dan di wilayah Kabupaten Trenggalek,” teriak Suratman diikuti massa.

Desa Dukuh,  tak sekadar ruang tinggal, alam juga memberi mereka penghidupan melalui perkebunan dan pertanian.

“Saya tidak bisa membayangkan jika hutan dan kebun-kebun yang ada ini kemudian ini hilang oleh tambang. Kalau itu terjadi, dampaknya tidak hanya warga disini, tapi juga daerah bawah sana,” kata Marvin, pemuda Dukuh.

Mongabay yang sempat berkeliling ke Desa Dukuh mendapati betapa desa ini begitu asri. Sejauh mata memandang, terhampar tanaman hutan dan juga perkebunan yang tampak hijau.

 

Kebun warga di Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Dari kebun-kebun itu pula beragam komoditas unggulan banyak ditanam. Ada manggis, alpukat, hingga durian yang umur pohon mencapai ratusan tahun.

Marvin mengatakan, sekali panen, para petani bisa mendapatkan puluhan juta rupiah dari buah-buahan. Belum lagi komoditas lain yang ditanam dengan sistem tumpangsari. Sebut saja kapulaga dengan harga bisa mencapai Rp40.000-60.000 perkg.

“Kami dan warga lain tidak mau ada tambang disini karena kebun-kebun itu pasti rusak. Dari dulu kami selalu nolak, tapi mengapa perusahaan susah sekali memahami ini dan tetap ngeyel?’

Laman Pemkab Trenggalek menyebut, manggis menjadi salah satu komoditas unggulan daerah ini. Sentra penghasil buah dengan rasa yang manis segar itu ada di Kecamatan Watulimo, termasuk di Desa Dukuh.

Pada 2021, total produksi manggis asal Watulimo mencapai 8.062,1 ton. Sebelum pandemi COVID19, manggis dari Kecamatan Watulimo sempat ekspor ke berbagai negara seperti Tiongkok, Taiwan, Singapura dan Malaysia.

“Sempat berhenti saat COVID19 itu. Sekarang sudah mulai jalan lagi,” kata Marvin, petani manggis yang juga kerap mengirim manggis ke luar negeri ini. Saat musim panen raya, dia bisa mengirim manggis hingga lima kali dengan jumlah 4,8 ton sekali kirim.

Dia bilang, manggis tak hanya jadi sumber penghidupan warga berkat komoditas buahnya. Lebih dari itu, buah tropis ini juga  memiliki banyak khasiat dan manfaat untuk kesehatan.

Mongabay berusaha meminta penjelasan kepada Imam Rosidin, koordinator lapangan SMN. Namun, beberapa kali dihubungi, Imam tak merespons. Permintaan wawancara melalui aplikasi pesan juga tidak dijawab.

Kendati demikian, dalam sebuah kesempatan sebelumnya, Hendi Ardian, Head of Sustainable FEG, induk SMN, menyatakan,  tidak ada alasan bagi perusahaan mundur dari proyek Trenggalek. Sekalipun sementara ini kegiatan masih fokus pada eksplorasi lanjutan.

 

Demo warga Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur atas rencana kehadiran perusahaan tambang. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Tolak sejak lama

Trigus Susilo, juru bicara Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) mengatakan, aksi spontan Dukuh yang berlangsung seharusnya menjadi peringatan bagi perusahaan untuk tidak melanjutkan rencananya “Aksi itu membuktikan penolakan itu benar-benar nyata.”

Yang patut dicatat, kata Trigus, aksi menolak SMN itu juga bukan kali pertama terjadi. Pada 2016, aksi serupa juga dilakukan warga di sejumlah desaa yang menjadi lokasi tapak rencana tambang. Antara lain, di Dukuh, Kecamatan Watulimo dan Desa Sumberbenjng, Kecamatan Dongko.

Menyusul derasnya aksi penolakan tambang emas ini, ART pun meminta KESDM mencabut izin produksi SMN yang terlanjur keluar. “Penerintah harus mendengar aspirasi di bawah. Toh pemkab juga sudah meminta ini tidak diteruskan. Jika tidak, justru akan jadi tanda tanya kepentingan siapa sebenarnya yang dibela oleh ESDM?” kata Trigus.

 

 

 

******

Exit mobile version