Mongabay.co.id

Kajian Terbaru Buktikan Polusi Udara Pengaruhi Kesehatan Janin

 

Badan Dunia untuk Program Lingkungan (UNEP) mengungkapkan sebanyak 99% penduduk dunia menghidup udara yang tidak aman. Banyak kajian yang telah memaparkan dampak polusi udara bagi kesehatan manusia mulai dari meningkatnya resiko stroke, penyakit jantung dan paru-paru, hingga kanker. Selain itu polusi udara telah menyebabkan lebih dari 6,7 juta kematian dini setiap tahunnya.

UNEP menggunakan patokan WHO untuk udara yang aman dihirup yang dirilis pertama kali 2005 dan beberapa kali diperbarui. Ada enam polutan yang diukur yaitu material sangat kecil atau particulate matter yang berukuran sama atau lebih kecil dari 2,5 mikrometer (PM2,5), particulate matter yang berukuran sama atau lebih kecil dari 10 mikrometer (PM10), ozon, nitrogen dioksida, sulfur dioksida, dan karbon monoksida.

Misalnya, WHO menetapkan PM2,5 per tahun tidak melebihi 35 mikron gram per meter kubik rata-rata dalam setahun. Standar ini terus diturunkan sampai 10 mikron gram per meter. Partikel dengan ukuran sangat kecil ini bisa masuk ke dalam paru-paru, dan mengalir bersama aliran darah manusia. Polutan ini dihasilkan dari emisi bahan bakar fosil, pembakaran sampah, juga debu aktivitas industri dan lalu lintas jalan raya.

Sementara kajian terbaru mengenai dampak polusi udara menyebutkan ibu yang terpapar polusi udara melahirkan bayi yang lebih kecil dibanding yang tidak. Ibu yang tinggal di lingkungan yang lebih hijau melahirkan bayi yang lebih besar dan tampaknya itu dapat membantu melawan dampak polusi.

Robin Mzati Sinsamala, seorang peneliti di Departemen Kesehatan Masyarakat Global dan Perawatan Primer di Universitas Bergen (UiB), Norwegia, bersama timnya mengamati 4.286 anak-anak dan ibu mereka yang tinggal di lima negara Eropa yaitu Denmark, Norwegia, Swedia, Islandia dan Estonia.

“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa perempuan hamil yang terpapar polusi udara, bahkan pada tingkat yang relatif rendah, akan melahirkan bayi yang lebih kecil,” kata peneliti itu seperti dikutip Science Daily. Penelitian dipresentasikan di Milan, Italia, baru-baru ini.

baca : Kala Udara Sehat Langka di Jabodetabek, Kesehatan Warga Terganggu

 

Udara Jakarta sampai 8 September ini masih dalam kondisi buruk. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Untuk sampai pada kesimpulannya, para peneliti mengukur kehijauan lingkungan tempat tinggal para ibu hamil melalui citra satelit. Para peneliti juga menggunakan data lima polutan yaitu nitrogen dioksida, ozon, karbon hitam, dan material sangat kecil (PM2,5 dan PM10). Para peneliti kemudian membandingkan informasi ini dengan berat lahir bayi.

Mereka menemukan tingkat polusi udara lebih tinggi berhubungan dengan berat badan lahir yang lebih rendah. Sementara saat disandingkan datanya dengan mereka yang tinggal di daerah hijau, berat bayi lahir sedikit lebih tinggi yaitu rata-rata 27 gram lebih berat.

Para peneliti itu kemudian menyarankan untuk mengurangi polusi udara terutama di kota-kota besar dengan penghijauan guna membantu melindungi bayi dan paru-paru mereka yang sedang berkembang dari potensi bahaya.

“Bisa jadi kawasan hijau cenderung memiliki lalu lintas yang lebih rendah atau tanaman membantu membersihkan polusi udara, atau area hijau memudahkan wanita hamil untuk aktif secara fisik,” katanya.

Pada kesempatan yang sama juga dipaparkan hasil penelitian lainnya yang menyebutkan bahwa polusi udara mempengaruhi perkembangan janin. Beberapa protein pada janin diketahui berubah yang menjadikannya lebih rentan terhadap penyakit.

Olga Gorlanova, dokter dan peneliti di Rumah Sakit Anak Universitas Basel, Swiss, mengatakan paparan polusi udara selama kehamilan dapat mempengaruhi fungsi paru-paru dan sistem kekebalan tubuh pada bayi baru lahir.

baca juga : Kajian Sebut Transisi Energi Lebih Cepat Selamatkan Ratusan Ribu Nyawa dan Tekan Biaya Kesehatan

 

Penelitian menyebutkan polusi udara mempengaruhi perkembangan janin. Grafis : Niko Dwi Wicaksana/Mongabay Indonesia

 

Dalam studi terbarunya, dia bersama timnya meneliti kaitan polusi udara dengan perubahan protein terkait autophagy, pembentukan dan penuaan sel. Para peneliti menggunakan data pengukuran 11 protein dalam darah tali pusat 449 bayi baru lahir sehat. Mereka menemukan bahwa nitrogen dioksida dan PM10 terkait dengan perubahan protein yang terlibat dalam autophagy. Autophagy adalah proses membuang sel-sel yang sudah rusak dan menggantinya dengan yang baru.

“Kita sudah memiliki cukup bukti dari penelitian ini dan penelitian lainnya, untuk mengirimkan pesan yang jelas dan tegas kepada pemerintah dan pembuat kebijakan: polusi udara merusak kesehatan masyarakat, bahkan dampaknya dapat dilihat sejak sebelum kelahiran,” kata Marielle Pijnenburg, dokter dan ahli penyakit anak di Erasmus Medical Center, Rotterdam, Belanda, seperti dikutip Science Daily.

Sementara itu penelitian mengenai dampak polusi udara di Jakarta yang dilakukan beberapa peneliti dari Indonesia, dan Amerika memperkirakan lebih dari 7.000 anak-anak terdampak kesehatannya setiap tahun. Selain itu polusi udara di Jakarta berpotensi menyebabkan lebih dari sepuluh ribu kematian, dan lebih dari lima ribu rawat inap karena penyakit kardio-pernapasan.

“Total beban ekonomi yang disebabkan oleh polusi udara diperkirakan mencapai USD 2943,42 juta atau 2,2 persen dari PDB-nya pada tahun 2019,” tulis Ginanjar Syuhada dalam laporan itu mewakili timnya.

Penelitian yang dilaporkan pada jurnal internasional Environmental Research and Public Health, 2023 itu juga menyebutkan Jakarta adalah kota dengan konsentrasi PM2,5 terbesar di Indonesia. Penelitian tersebut mengutip data lain, diperkirakan 54 orang dari 10 ribu orang di Jakarta meninggal karena polusi udara. (***)

 

Exit mobile version