Mongabay.co.id

Mewaspadai Perburuan Badak Sumatera di Leuser

Badak sumatera yang berpacu dengan kepunahan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Populasi badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis] hanya berada di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL], Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS], Taman Nasional Way Kambas, dan Kutai Barat [Kalimantan Timur].

Dwi N Adhiasto, ahli konservasi dan kriminolog satwa mengatakan, perburuan badak sumatera termasuk di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] harus selalu diwaspadai. Meskipun, kegiatan tersebut sangat sulit terungkap.

“Perburuan gajah, harimau, orangutan, dan satwa lainnya masih mudah diidentifikasi karena perdagangannya masih terbuka. Termasuk, ada pemburu yang baru mencari pembeli setelah satwa buruan didapatkan,” ungkapnya, Selasa [19/9/2023].

Pola tersebut berbeda dengan perburuan badak sumatera. Pemburu, agen, dan penampungnya orang-orang tertentu.

“Jaringannya sangat kuat dan tidak mudah terdeteksi. Umumnya, mereka akan menjual ke Vietnam atau China, dipakai untuk ramuan obat tradisional.”

Sulitnya membongkar kasus perburuan hingga perdagangan badak di alam liar, bisa dibuktikan dengan beberapa kasus yang terbongkar merupakan cula yang telah disimpan cukup lama.

“Cula baru tidak pernah ditemukan, namun saya yakin usaha untuk mendapatkan badak di alam liar masih terus terjadi.”

Baca: Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Dimulai

 

Badak sumatera yang hidupnya berpacu dengan kepunahan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dwi mengatakan, untuk menyelamatkan badak sumatera, yang harus dilakukan bukan hanya melakukan penegakkan hukum setelah perburuan terjadi. Tapi juga, dengan mencegah tidak terjadinya perburuan.

“Patroli tidak cukup untuk menyelamatkan badak sumatera di alam liar, sosialisasi juga tidak akan berpengaruh karena pemburu badak adalah orang-orang punya keahlian khusus.”

Pencegahan yang dapat dilakukan selain patroli adalah dengan memastikan jalur masuk ke hutan terawasi. Saat ini banyak peralatan moderen yang bisa dimanfaatkan untuk menjaga badak di alam liar.

“Misalnya, dengan memasang CCTV atau kamera jebak online di banyak tempat yang memungkinkan diakses pemburu. Terkait penegakan hukum, harus terus dilakukan, agar pelakunya jera,” ujar Dwi.

Baca juga: Jiwa Raga Dedi Yansyah untuk Penyelamatan Badak Sumatera

 

Pembangunan SRS di Aceh Timur dimulai pada 11 November 2021. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Leuser habitat badak sumatera

Koordinator Perlindungan Satwa Liar Forum Konservasi Leuser [FKL], Dedi Yansyah mengatakan, badak sumatera di Leuser bagian barat masih memungkinkan untuk berkembangbiak secara alami.

“Populasinya masih viable dan habitatnya cukup baik,” jelasnya beberapa waktu lalu.

Menurut Dedi, proteksi  badak di Leuser bagian barat terus diperkuat. Yang menjadi masalah adalah badak di Leuser bagian timur, habitatnya telah terfragmentasi sehingga sulit berkembang biak.

“Populasinya kecil dan sudah terisolasi satu dengan lainya. Jika tidak diselamatkan dan dikonsolidasi ke Suaka Badak Sumatera (SRS), dalam waktu singkat populasi ini diperkirakan akan punah dengan sendirinya akibat in-breeding, usia, rasio kelamin, dan faktor lain,” ujarnya.

 

Perambahan yang merusak hutan Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kawasan Ekosistem Leuser yang luasnya mencapai 2,5 juta hektar, tersebar di Provinsi Aceh 2,25 juta hektar dan sisanya di Provinsi Sumatera Utara, merupakan habitatnya badak sumatera.

Manager Geographic Information System [GIS] Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh [HAkA], Lukmanul Hakim, mengatakan dari Januari – Desember 2022, tutupan hutan KEL yang hilang mencapai 4.676 hektar. Umumnya akibat perambahan untuk perkebunan, terutama di wilayah Aceh Selatan.

“Jika dirunut, pada 2017 luas tutupan hutan KEL yang hilang mencapai 7.066 hektar, 2018 [5.685 hektar], 2019 [5.395 hektar], 2020 [7.331 hektar], dan 2021 [4.747 hektar],” jelasnya, Rabu [20/9/2023].

 

Exit mobile version