- Pembangunan Suaka Badak Sumatera [Sumatran Rhino Sanctuary/SRS] untuk penyelamatan badak sumatera di Leuser Timur, Provinsi Aceh, dimulai.
- Peletakan batu pertama yang menandai pembangunan, dilakukan Kamis [11/11/2021], oleh KLHK, Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, Pemerintah Provinsi Aceh, dan Konsorsium Badak Utara yang beranggotakan Forum Konservasi Leuser, ALeRT, Fakultas Kedokteran Hewan [FKH] Universitas Syiah Kuala, dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor [FKH IPB].
- SRS yang dibangun di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh Timur, dilakukan berdasarkan amanat Rencana Aksi Darurat [RAD] Badak Sumatera yang ditetapkan Dirjen KSDAE, KLHK, Nomor: SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, tanggal 6 Desember 2018.
- Selain peletakan batu pertama, pada hari itu juga ditandatangani “Deklarasi Aceh Timur” sebagai bentuk dukungan penyelamatan badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis].
Pembangunan Suaka Badak Sumatera [Sumatran Rhino Sanctuary/SRS] untuk penyelamatan badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis] di Leuser Timur, Provinsi Aceh, mulai dilakukan.
Peletakan batu pertama yang menandai pembangunan, dilakukan Kamis [11/11/2021], oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHL], Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, Pemerintah Provinsi Aceh, dan Konsorsium Badak Utara yang beranggotakan Forum Konservasi Leuser, ALeRT, Fakultas Kedokteran Hewan [FKH] Universitas Syiah Kuala, dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor [FKH IPB].
SRS yang dibangun di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh Timur, dilakukan berdasarkan amanat Rencana Aksi Darurat [RAD] Badak Sumatera yang ditetapkan Dirjen KSDAE, KLHK, Nomor: SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, tanggal 6 Desember 2018.
Dalam RAD disebutkan, populasi badak sumatera di Leuser bagian timur, kurang dari 15 individu dan sulit berkembang biak. Sehingga, badak-badak tersebut harus disatukan dan dibantu perkembangbiakannya. Harapannya, badak yang lahir di SRS nanti bisa dikembalikan ke alam liar.
Baca: Pembangunan Suaka Rhino di Aceh Timur Terus Dilakukan, Begini Perkembangannya
Direktur Pengelolaan Kawasan Konservasi, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem [KSDAE], KLHK, Jefry Susyafrianto saat menghadiri kegiatan mengatakan, rencana pembangunan SRS Aceh Timur sudah dicanangkan sejak 2018.
“Setelah proses panjang, hari ini kita bisa memulai pembangunan fasilitas pendukung SRS. Ketika sarana dan prasarana selesai, badak-badak yang ada di Leuser Timur bisa dipindahkan,” ujarnya.
Jefri menambahkan, ini adalah bagian dari aksi darurat penyelamatan badak sumatera di Leuser Timur dari kepunahan. Selain itu juga, untuk menjaga keragaman genetik dan keseimbangan ekosistem.
“Kita terus berupaya semaksimal mungkin, agar badak sumatera tidak punah karena ini adalah kekayaan negara kita.”
Ditanya tentang habitat badak sumatera yang rusak akibat perambahan dan kegiatan ilegal kehutanan, Jefri menyebutkan, pengamanan kawasan hutan terus dilakukan oleh pemerintah yang dibantu lembaga mitra.
“Salah satu yang dilakukan adalah dengan melibatkan masyarakat dalam menjaga hutan, baik dengan hutan kemitraan maupun perhutanan sosial. Kegiatan lain seperti patroli rutin, penegakan hukum, dan restorasi kawasan hutan yang telah berubah fungsi,” katanya.
Baca: Dukung Penuh Suaka Rhino, Bupati Aceh Timur: Kami Bangga Punya Badak Sumatera
Bupati Aceh Timur, Hasballah M Thaib mengatakan, Pemerintah Aceh Timur sangat mendukung pembangunan SRS.
“Kami memahami, penyelamatan badak sumatera sangat mendesak dilakukan. Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Aceh Timur sangat peduli langkah ini,” ujarnya, di lokasi pembangunan SRS, Kamis [11/11/2021].
Hasballah menyebutkan, selain untuk menyelamatkan badak sumatera, kegiatan ini juga merupakan upaya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Saya berharap, pengrusakan hutan tidak lagi terjadi karena tidak hanya berdampak pada satwa, tapi juga pada kehidupan masyarakat. Semua pihak diharapkan membantu masyarakat Aceh Timur, khususnya yang tinggal di pinggiran hutan agar dapat hidup sejahtera tanpa merusak hutan,” ungkapnya.
Hasballah mengajak masyarakat untuk tidak lagi berpikir bahwa kayu adalah satu-satunya sumber ekonomi. Banyak hasil hutan selain kayu yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan rumah tangga.
“Merusak hutan hanya mengundang bencana alam, yang ujungnya menyulitkan masyarakat,” paparnya.
Baca: Penyelamatan Badak Sumatera di Leuser Prioritas Utama
Terancam punah
Direktur Program Tropical Forest Conservation Action-Sumatra [TFCA-Sumatera], Samedi mengatakan, kondisi badak sumatera saat ini sangat terancam punah. Di beberapa habitat alami sudah tidak bisa bekembang biak karena berbagai masalah, selian jumlah populasi yang terbatas. Untuk itu, dibutuhkan intervensi manusia dengan harapan badak-badak ini tidak punah dengan sendirinya di alam.
“Malaysia telah kehilangan badak sumatera. Kondisi di Indonesia hampir sama dengan di Malaysia, sekitar 25-30 tahun lalu.”
Baca: Pandemi Corona Menghambat Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur
Samedi mengatakan, TFCA yang merupakan pelaksanaan program skema pengalihan utang untuk lingkungan, antara Pemerintah Amerika Serikat dan Indonesia, memfasilitasi pendanaan hibah bagi program restorasi dan konservasi kawasan di 13 bentang alam prioritas di Sumatera. Salah satunya, perlindungan badak sumatera.
“Kita harus menjaga dan merawat spesies langka ini dan TFCA Sumatera mendukung penuh. Tentunya, kegiatan ini harus melibatkan banyak pihak, karena kebutuhan pendanaan yang sangat besar, sehingga lembaga-lembaga pendanaan lain harus ikut membantu.”
Dia menambahkan, pengembangan SRS bukan hanya untuk menyelamatkan badak tersisa di alam liar, tapi juga berusaha menggunakan teknologi untuk membantu perkembangbiakannya.
“TFCA Sumatera berakhir pada 2023. Sisa dana akan diprioritaskan membantu perkembangbiakan, termasuk sumber genetik,” ujarnya.
Baca juga: Pembangunan 12 Ruas Jalan di Aceh Jangan Korbankan Habitat Badak Sumatera
Pengamanan kawasan
Ketua Dewan Pembina Forum Konservasi Leuser [FKL] Rudi Putra, secara terpisah mengatakan kondisi badak sumatera di Leuser bagian barat saat ini cukup menggembirakan. Kelahiran dan perkembangbiakan secara alami cukup baik.
“Beberapa tahun terakhir, jumlahnya meningkat. Pengamanan kawasan terus dilakukan untuk menjaganya dari segala ancaman.”
Rudi memastikan, tidak ada perburuan badak dalam 10 tahun terakhir. Beberapa kali penangkapan terkait perdagangan cula, itu merupakan simpanan lama.
“Pengamanan tidak boleh lalai. Tidak ada ruang untuk pemburu.”
Namun, kondisi yang sangat mengkhawatirkan ada di Leuser bagian timur. Selain habitatnya terfragmentasi, kelahiran alami tidak ditemukan.
“Harus dilakukan intervensi, agar tidak punah sendirinya. Badak-badak ini yang nantinya akan dipindahkan ke SRS yang saat ini dibangun,” sambungnya.
Rudi yang telah 21 tahun berkecimpung dalam usaha penyelamatan badak sumatera di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] menuturkan, keberadaan badak-badak di Leuser bagian timur sudah terdeteksi. Ketika pembangunan SRS selesai, mereka akan ditangkap dan dipindahkan.
“Saat ini, tim selain fokus pada pembangunan SRS, juga melakukan pengamatan dan pengamanan,” katanya.
Selain peletakan batu pertama, pada hari itu juga ditandatangani “Deklarasi Aceh Timur” sebagai bentuk dukungan penyelamatan badak sumatera.
“Di dunia, populasi badak sumatera hanya tersisa di Indonesia. Badak sumatera merupakan satu dari empat satwa kunci yang dianugerahkan hidup di Provinsi Aceh,” bunyi deklarasi di paragraf pertama.
“Sebagai wujud syukur, kami berkomitmen melestarikan populasi badak sumatera dan habitatnya di kawasan hutan Aceh. Dengan keberadaan Suaka Badak di Aceh Timur, diharapkan dapat memberi manfaat dalam upaya penyelamatan badak sumatera, pelestarian keanekaragaman hayati, ilmu pengetahuan, dan tetap menjadi kebanggaan masyarakat Aceh,” isi paragrap kedua deklarasi.