- Hidup badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis] berpacu dengan kepunahan.
- Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] yang luasnya mencapai 2,6 juta hektar merupakan salah satu habitat badak sumatera yang ada.
- Salah satu upaya penyelamatan badak sumatera yang dilakukan adalah membangun Suaka Rhino Sumatera [SRS] di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, sesuai arahan Rencana Aksi Darurat [RAD] atau Emergency Action Plan[EAP] Badak Sumatera.
- Bupati Aceh Timur, Hasballah HM. Thaib mendukung penuh pembangunan SRS sebagai upaya penyelamatan badak sumatera yang populasinya di alam tidak lebih 80 individu.
Hidup badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis] berpacu dengan kepunahan. Salah satu habitat satwa bercula dua ini adalah Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] yang luasnya mencapai 2,6 juta hektar.
Di hutan paru-paru dunia ini, diperkirakan tiga dari empat kantong populasinya tersebut jumlahnya kurang dari 15 individu. Dalam beberapa tahun terakhir juga tidak ditemukan adanya kelahiran anak badak, sehingga dikhawatirkan populasi badak di tiga kantong ini akan punah dengan sendirinya.
Sejumlah ahli badak perpendapat, badak-badak yang terpisah di tiga kantong itu harus dikumpulkan di satu tempat, untuk bisa berkembang biak.
Salah satu upaya penyelamatan yang dilakukan adalah membangun Suaka Rhino Sumatera [SRS] di Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, sesuai arahan Rencana Aksi Darurat [RAD] atau Emergency Action Plan [EAP] Badak Sumatera.
Dalam RAD yang ditetapkan Dirjen KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] Nomor: SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, pada 6 Desember 2018, satu poin pentingnya adalah menyatukan populasi badak sumatera yang berada di KEL dan Taman Nasional Gunung Leuser ke habitat yang luasnya lebih dari 100.000 hektar.
Baca: Pembangunan 12 Ruas Jalan di Aceh Jangan Korbankan Habitat Badak Sumatera

Bupati Aceh Timur, Hasballah HM. Thaib mendukung penuh pembangunan SRS sebagai upaya penyelamatan badak sumatera yang populasinya di alam tidak lebih dari 80 individu.
Hasballah yang sering disapa Rocky, juga siap memberikan pemahaman kepada masyarakat, termasuk ke perusahaan pemegang izin HGU, demi upaya penyelamatan satwa terancam punah tersebut.
“Pemerintah Kabupaten Aceh Timur berdasarkan Surat Nomor: 600/10/2020 tanggal 30 Maret 2020, memberikan dukungan pembangunan SRS dengan lahan seluas 7.302 hektar. Ini berdasarkan kajian teknis tata ruang, baik perencanaan, pemanfaatan maupun pengembangan yang dilakukan tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah Aceh Timur,” terang Hasballah pada webinar Peringatan Hari Badak Dunia 2020: Selamatkan Populasi Terakhir Badak Sumatera, yang dilaksanakan Yayasan Kehati dalam program Tropical Forest Conservation Act [TFCA], Selasa [22/9/2020].
Dia merinci, areal tersebut terletak di area penggunaan lain seluas 2.653 hektar yang akan masuk dalam zona inti SRS. Lalu hutan produksi seluas 2.918 hektar, Cagar Alam Serbajadi seluas 311 hektar, dan kawasan HGU PT. Aloer Timur seluas 1.420 hektar, yang nantinya, areal perkebunan sawit ini masuk dalam zona penyangga SRS.
“Kami sangat mendukung penyelamatan badak sumatera dan satwa lainnya di Aceh Timur. Kami juga telah memasang tapal batas lokasi pembangunan SRS, sehingga tidak lagi diganggu.”
Hasballah mengatakan, masyarakat Aceh Timur, khususnya yang dekat lokasi juga menyambut baik pembangunan SRS. “Kami bangga memiliki badak sumatera. Tapi, kami juga berharap kehidupan masyarakat lokal diperhatikan, setelah SRS dibangun, agar tidak menimbulkan konflik nantinya.”
Bupati Aceh Timur melalui Surat Nomor: 522.5.4/6307 tertanggal 20 Juli 2020, juga telah mengeluarkan rekomendasi permohonan persetujuan dan lokasi pembangunan SRS di Aceh Timur.
“Sekali lagi saya katakan, saya mendukung penuh penyelamatan badak sumatera dan satwa lainnya di Aceh, khususnya Aceh Timur,” tegasnya.
Baca: Pandemi Corona Menghambat Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur

Pangkas birokrasi
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem [KSDAE] KLHK, Wiratno mengatakan, penyelamatan badak sumatera sangat mendesak dilakukan. Untuk itu, birokrasi harus dipangkas agar penanganan badak bisa segera dijalankan.
Untuk penyelamatan badak sumatera di hutan Leuser, Wiratno mengatakan, dalam rencana aksi darurat diamanahkan beberapa hal. Di Leuser bagian timur, dilakukan pembangunan SRS untuk menyelamatkan badak tersisolasi, lalu pemantauan dan pengamanan habitat beserta populasi, juga inisiasi pembentukan Intensive Protection Zone.
“Sementara di Leuser bagian barat, dilakukan proteksi intensif habitat alami dan monitoring populasi dengan kamera jebak dan uji genetik,” terang Wiratno di acara yang sama.
Wiratno menambahkan, penyelamatan badak sumatera juga butuh dukungan penuh pemerintah daerah karena ancaman terbesar badak adalah manusia.
“Kita akan berlakukan full protection wilayah, sehingga badak sumatera aman di habitat alaminya. Ini butuh sumber daya sangat besar.”
Baca: Penyelamatan Badak Sumatera di Leuser Prioritas Utama

Ditanya mengenai kondisi KEL yang terbuka akibat perambahan dan pembalakan, Wiratno menyebutkan, akan melakukan kemitraan dengan masyarakat, sehingga hutan tersebut bisa direstorasi.
“Sementara, untuk Leuser bagian barat akan dilakukan mobilisasi pengamanan sangat ketat atau.”
Bentuk perlindungan lain, KLHK akan meningkatkan pengamanan wilayah-wilayah yang masih ada populasi badaknya, sehingga Leuser sebagai World Haritage tetap terjaga.
“Saya pastikan, hutan Leuser yang menjadi habitat badak khususnya di TNGL, akan dijaga baik,” janji Wiratno.

Jerat masalah besar
Ketua Dewan Pembina Forum Konservasi Leuser [FKL], Rudi Putra, mengatakan saat ini badak sumatera hanya tersisa di empat landskap, terbagi dalam tujuh kantong di Sumatera dan Kalimantan. Kondisinya di beberapa kantong, hanya berpopulasi 10-15 individu.
“Di Leuser ada empat kantong populasi. Satu kantong masih berkembang biak, satu kantong masih dicari keberadaannya, dan dua kantong sudah tidak ditemukan kelahiran dalam beberapa tahun terakhir.”
Rudi menjelaskan, masalah besar yang terjadi di KEL saat ini, selain perambahan dan pembalakan, adalah perburuan menggunakan jerat benang nilon maupun kawat baja.
“Jerat bisa membunuh gajah, apalagi badak yang tubuhnya lebih kecil. Beberapa tahun terakhir kami telah memusnahkan lebih 5.000 jerat satwa yang dipasang pemburu.”
Dia menambahkan, pembangunan infrastruktur khususnya jalan, juga memberi pengaruh terhadap habitat badak dan satwa lainnya di hutan Leuser. Biasanya, setelah jalan dibangun, akan muncul perburuan dan pembalakan liar. Setelah itu perambahan terjadi untuk kebun maupun pertanian, dan berikutnya hadir pemukiman baru.
“Kami banyak menemukan kejadian ini, sebagaimana di jalan Kecamatan Pining yang tembus ke Desa Lesten di Kabupaten Gayo Lues, Aceh,” pungkas Rudi.