Mongabay.co.id

WALHI Sulsel sebut Nilai Valuasi Ekonomi Tanamalia Luwu Timur Rp3,6 Triliun per Tahun. Vale: Itu Perambahan Hutan

 

Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan melakukan riset terkait valuasi ekonomi kawasan Tanamalia yang akan ditambang PT Vale di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Berdasarkan perhitungan Nilai Ekonomi Total (TEV) Kawasan Tanamalia yang terdiri dari ekosistem hutan hujan, danau, dan perkebunan  masyarakat Loeha Raya memiliki nilai sebesar Rp3,6 triliun, sedangkan lebih terperinci nilai valuasi dari perkebunan masyarakat Loeha bernilai sekitar Rp1,1 triliun.

Nilai ini diperoleh juga dengan memperhitungkan jumlah tenaga kerja untuk petani merica sebesar 3.342 petani, 10.026 buruh tani, 15 orang penjual pupuk, 37 pembeli merica, dan 52 supir.

“Coba bayangkan, lahan yang akan ditambang oleh PT Vale Indonesia itu punya nilai dan jasa ekosistem sebesar Rp3,6 Triliun per tahun. Inilah yang membuat masyarakat tegas menolak kehadiran perusahaan di Tanamalia,” ungkap Slamet Riadi, Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik Walhi Sulsel, dalam launching hasil riset di Aula Unismuh Business Centre (UBC) Universitas Muhammadiyah Makassar, akhir September 2023.

Kawasan Tanamalia yang kini menjadi wilayah konflik Vale dengan warga, terdiri dari 3 areal penggunaan lahan, yakni kawasan hutan sebesar 53%, perkebunan merica 9%, dan konsesi PT Vale Indonesia sebesar 38%.

Wilayah Tanamalia yang berada di pegunungan Lumereo-Lengkona juga memiliki satu danau yang eksotis karena posisinya yang berada di ketinggian di atas 500 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan sekaligus merupakan wilayah penyangga (buffer zone) bagi keberadaan hutan hujan di wilayah Tanamalia.

Danau yang dikenal dengan sebutan Danau Lantua ini memiliki jasa lingkungan sebagai penampung sekaligus pengontrol air ketika musim hujan agar wilayah di sekitarnya tidak mengalami banjir hingga terjadinya longsor. Selain itu, wilayah di sekitar danau ini masih merupakan hutan dengan vegetasi pohon yang berukuran besar dan rapat.

“Keindahan serta jasa lingkungan Danau Lantua, sumber mata air masyarakat, aliran sungai, eksistensi hutan hujan di Tanamalia, hingga sumber penghidupan masyarakat Loeha Raya kini terancam aktivitas pertambangan nikel PT Vale Indonesia,” jelas Slamet.

baca : Dituding WALHI Sulsel Serobot Lahan Warga dan Langgar HAM, Ini Jawaban Vale

 

Launching hasil riset Walhi Sulsel bertajuk “Lumbung Merica Nusantara di Tengah Perluasan Pertambangan Nikel” Aula Unismuh Business Centre (UBC) Universitas Muhammadiyah Makassar, akhir September 2023 silam. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Hal lainnya, menurut riset ini, Loeha Raya merupakan salah satu sentra produksi merica yang penting di Indonesia yang terganggu dengan adanya tambang.

Dengan keseluruhan luas lahan serta volume produksi di Loeha Raya tiap tahunnya, diperoleh angka sebesar 3% dari luas areal dan 29,2 % volume produksi di Indonesia berada Loeha Raya, sehingga keberadaan perkebunan di Loeha Raya memiliki peranan yang penting bagi perkembangan ekspor di Indonesia.

Ali Kamri, perwakilan petani Loeha Raya, menyatakan bahwa keberadaan pertanian merica selama ini telah banyak mengubah kehidupan masyarakat sehingga tidak mengharap apa-apa lagi dari tambang, sehingga meminta pemerintah untuk mencabut izin salah satu perusahaan tambang nikel terbesar di Indonesia tersebut.

“Kami sudah sejahtera karena merica, maka seharusnya pemerintah melihat itu dan tidak memberi izin kepada PT Vale Indonesia untuk mengambil perkebunan yang telah lama kami olah. Kami berharap presiden dan para pemilik saham PT Vale Indonesia untuk menghapus konsesi pertambangan PT Vale Indonesia di Tanamalia karena akan sangat merugikan perekonomian masyarakat dan lingkungan di Loeha Raya,” katanya.

 

Respons PT Vale

Bayu Aji, Head of Communications PT Vale, ketika dikonfirmasi Mongabay mengatakan bahwa PT Vale dalam melakukan eksplorasi di Tanamalia dengan mengacu pada undang-undang dan peraturan pemerintah, kontrak karya serta Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) yang dimiliki oleh PT Vale.

Ia menyatakan bahwa PT Vale memastikan seluruh aktivitas yang dilakukan di area operasional senantiasa mengedepankan penerapan kaidah pertambangan yang baik.

“Termasuk yang ada di Blok Tanamalia, seluruh operasionalnya akan mengadaptasi apa yang sudah dijalankan selama 55 tahun di Blok Sorowako.”

Dikatakan Bayu, wilayah PPKH Tanamalia, yang sebagian besar statusnya merupakan kawasan hutan lindung, selama ini telah dirambah dan digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan penanaman merica.

“PT Vale sangat menyayangkan adanya kegiatan perambahan hutan yang masif dan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan jika dilakukan tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Kami bersama pemerintah terus melakukan sosialisasi penghentian perambahan hutan,” katanya.

baca juga : Begini Bantahan PT Vale Atas Tudingan WALHI Merusak Hutan

 

Petani merica yang menolak kehadiran PT Vale Indonesia Tbk di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Foto : WALHI Sulsel

 

Menurutnya, perambahan kawasan hutan berpotensi berdampak kepada kerusakan ekosistem Danau Towuti yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan di Tanamalia.

Ia juga menilai adanya indikasi kawasan hutan lindung yang dikuasai dan diperjualbelikan atau bagi hasil dengan mendatangkan pihak dari luar yang memicu semakin maraknya perambahan kawasan hutan lindung di Tanamalia.

Sistem perkebunan merica saat ini berupa penebangan pohon atau land clearing untuk media tanam, penggunaan pohon sebagai tiang tajar berdampak pada kerusakan lingkungan yang begitu masif dan menghilangkan fungsi hutan hujan sebagai penyangga atau buffer zone.

“Potensi kerugian negara juga datang dari hilangnya pendapatan negara atas pengenaan PSDH dan DR untuk kegiatan penebangan hutan di wilayah yang memiliki izin resmi seperti wilayah PPKH PT Vale.”

Bayu juga menyatakan kehadiran tambang nikel di Luwu Timur berkontribusi bagi perekonomian Sulsel dan menjadi penyumbang terbesar bagi ekspor Sulsel.

Ia menunjukkan data BPS Sulsel Agustus 2023, nikel merupakan komoditas dengan nilai ekspor terbesar dari Sulawesi Selatan pada bulan Agustus 2023 dengan nilai sebesar US$ 93,29 juta (49,61 persen) yang diekspor melalui Pelabuhan Malili; disusul kelompok komoditas besi dan baja sebesar US$ 37,35 juta (19,86 persen); biji-bijian berminyak sebesar US$ 19,53 juta (10,39 persen); ikan dan udang sebesar US$ 9,19 juta (4,89 persen); serta lak, getah dan damar sebesar US$ 8,76 juta (4,66 persen) dari total nilai ekspor Sulawesi Selatan. PT Vale juga dinilai berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 416 miliar per tahun ke Pemkab Luwu Timur.

Khusus untuk Blok Tanamalia, Bayu menjelaskan bahwa selama ini PT Vale telah banyak berkontribusi pada pembangunan di kawasan ini, seperti akses lapangan kerja bagi angkatan kerja yang berada di 5 desa di Loeha Raya, yaitu Loeha, Ranteangin, Tokalimbo, Bantilang, dan Masiku.

baca juga : Tambang Nikel dan Resahnya Petani Merica Luwu Timur

 

PT Vale Indonesia Tbk, perusahaan yang melakukan pertambangan nikel di Sulawesi. Dok: PT Vale Indonesia

 

Berdasarkan data per 24 Agustus 2023, jumlah tenaga kerja lokal dari Loeha Raya yang terlibat dalam Proyek Tanamalia adalah 231 orang (61% dari total 389 tenaga kerja). Proses rekrutmen dilakukan dengan melibatkan pemerintah desa setempat.

PT Vale juga berpartisipasi dalam pemeliharaan jalan poros Mahalona-Loeha yang dilakukan secara bertahap, untuk mendukung mobilitas masyarakat serta pembangunan 3 unit jembatan yang berada di jalan poros Loeha-Ranteangin.

Hal lainnya adalah pemberdayaan pelaku usaha lokal melalui Bumdes Loeha Mandiri dan Bumdes Ranteangin untuk mendukung pasokan bahan baku katering, laundry, dan pekerjaan konstruksi yang rendah risiko, serta fasilitas kegiatan olahraga dan budaya.

“Kita juga ada program sosial PKPM di 5 desa di Loeha Raya, berupa pengadaan alat pertanian dan fasilitas olahraga.”

 

 

Exit mobile version