Mongabay.co.id

12 Individu Orangutan Nikmati Kebebasan di Hutan Kalimantan

 

 

Setelah belasan hingga puluhan tahun menjalani rehabilitasi, akhirnya 12 individu orangutan kalimantan dilepasliarkan di habitat aslinya, di hutan Kalimantan.

Ke-12 orangutan ini, sebelumnya dirawat di dua pusat rehabilitasi Yayasan BOS [Borneo Orangutan Survival Foundation] di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, dan Samboja Lestari di Kalimantan Timur.

Pelepasliaran orangutan ini dilakukan bersama oleh Yayasan BOS, BKSDA Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Dari jumlah tersebut, BKSDA Kalimantan Tengah melepasliarkan delapan orangutan yang berasal dari Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng ke Hutan Lindung Bukit Batikap, Kabupaten Murung Raya.

Sementara BKSDA Kalimantan Timur bersama Yayasan BOS melepasliarkan empat orangutan dari Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari ke Hutan Kehje Sewen, yang terletak di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

“Saat kami melepasliarkan orangutan ini, kami tidak hanya melepaskan individu-individu, tetapi juga harapan untuk masa depan alam liar. Kami berharap orangutan yang kami lepasliarkan akan mengembangkan diri dan berkontribusi pada ekosistem yang sehat,” ujar Sadtata Noor Adirahmanta, Kepala BKSDA Kalimantan Tengah, dalam keterangan tertulisnya kepada media, Kamis [9/11/2023].

Baca: Lebih Dekat dengan Orangutan Kalimantan

 

Rajawali merupakan 1 dari 12 individu orangutan yang dikembalikan ke habitatnya di hutan Kalimantan. Foto: BOSF

 

Pelepasliaran orangutan ini membutuhkan waktu panjang dengan biaya tidak sedikit. Pelepasliaran di Kalimantan Tengah dilaksanakan terlebih dulu pada 6 November 2023, dengan melibatkan lima jantan dan tiga betina.

Jarak antara pusat rehabilitasi dan lokasi pelepasliaran sangat jauh, dibutuhkan waktu 3 hari 2 malam. Selain itu juga harus menggunakan dua moda transportasi, yakni jalan darat menggunakan mobil yang dilanjutkan dengan naik helikopter ke titik-titik pelepasliaran di jantung Hutan Lindung Bukit Batikap.

Baca: Kendala Pelepasliaran Orangutan. Sulit, Mahal dan Tidak Boleh di Sembarang Lokasi

 

Helikopter digunakan untuk mengangkut orangutan menuju wilayah pelepasliaran. Foto: BOSF

 

Sementara itu, pelepasliaran di Kalimantan Timur dilaksanakan setelah proses pelepasliaran di Kalimantan Tengah selesai yang membutuhkan waktu 2 hari dan 1 malam. Pelepasliaran di daerah ini menggunakan mobil, kemudian dipindahkan ke perahu, lalu diterbangkan dengan helikopter untuk mengurangi risiko melintasi jalanan yang rentan terhadap longsor yang langsung dibawa ke titik pelepasliaran di sisi utara Hutan Kehje Sewen.

“Dengan langkah ini, kami tidak hanya membebaskan orangutan ke habitat aslinya, tetapi juga membuka pintu harapan bagi kelangsungan hidup spesies ini dan ekosistem yang mereka huni,” ungkap Ari Wibawanto, Kepala BKSDA Kalimantan Timur.

Baca: Pelepasliaran Tujuh Orangutan di Kehje Sewen Kali Ini Gunakan Helikopter

 

Orangutan dikembalikan ke habitatnya di hutan. Foto: BOSF

 

Orangutan tertua dan termuda

Sejak tahun 2012 hingga saat ini, total Yayasan BOS telah melepasliarkan sebanyak 527 individu orangutan ke hutan alami. Rinciannya, 397 individu di situs-situs pelepasliaran di Kalimantan Tengah dan 130 individu di Kalimantan Timur.

Jumlah orangutan yang saat ini ada di Pusat Rehabilitasi Yayasan BOS setelah pelepasliaran ini adalah sebanyak 388 individu. Sebanyak 266 individu di Nyaru Menteng [Kalimantan Tengah] dan 122 di Samboja Lestari [Kalimantan Timur].

Dari delapan orangutan yang dilepasliarkan di Kalimantan Tengah ini, orangutan tertua adalah Cici, berusia 21 tahun. Sebelumnya, seluruh orangutan tersebut telah menjalani hidup di pulau pra-pelepasliaran; sebuah habitat semi liar yang dipantau secara ketat oleh tim dari Yayasan BOS untuk menampung orangutan yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasi di sekolah hutan. Di pulau pra-pelepasliaran tersebut, orangutan mempraktikkan semua keterampilan yang telah diajarkan di Sekolah Hutan, untuk bekal hidup di alam liar.

Sementara dalam pelepasliaran di Kalimantan Timur, orangutan tertua adalah Ozi dan Gami yang berusia 30 tahun, serta yang termuda adalah Dias berusia 20 tahun. Selain itu, orangutan yang paling lama menjalani rehabilitasi di Samboja Lestari adalah Eliona selama 25 tahun.

Baca juga: Rika Safira, Komandan Pelepasliaran Orangutan di Kehje Sewen

 

Hutan merupakan habitat orangutan yang harus kita jaga. Foto: BOSF

 

Latar belakang orangutan tersebut berbeda, sebelum masuk ke pusat rehabilitasi. Sebagai contoh Ozi, ia adalah orangutan jantan dari serahan BKSDA Tenggarong pada 1 September 2019. Ozi merupakan orangutan liar yang ditemukan lemas di aliran sungai sekitar kebun sawit PT. KMS/REA Kaltim.

Proses evakuasi Ozi sepenuhnya dilakukan oleh pihak BKSDA dan ditangkap mengunakan jaring tanpa adanya pembiusan dikarenakan Ozi dalam keadaan lemah, tidak ada perlawanan.

Ozi kemudian mendapatkan perawatan intensif di Pusat Rehabilitasi Samboja Lestari dalam keadaan tubuh kurus menderita anemia parah dan juga beberapa luka abses. Diduga keadaannya ini dikarenakan kekurangan pakan.

Contoh lainnya adalah Eliona, orangutan betina hasil serahan seorang warga di Yogyakarta pada 15 Agustus 2001, setelah dipelihara warga tersebut. Usianya masih 3,5 tahun saat pertama kali tiba di Pusat Rehabilitasi Samboja Lestari. Setelah melewati masa karantina, Eliona langsung bergabung dengan teman-temannya di Sekolah Hutan.

Tim teknisi Yayasan BOS mengenal Eliona dengan dua kepribadian. Jika dilihat sekilas, ia terlihat berperilaku tenang dan rileks, tetapi saat didekati akan bersikap sangat agresif dan menyerang balik teknisi yang sudah lama dikenalnya, terlebih yang baru. Selama di Sekolah Hutan, Eliona telah menumbuhkan sifat liarnya dan telah siap dilepasliarkan kembali ke Hutan Kehje Sewen.

“Pelepasliaran dua belas orangutan ini merupakan bukti kerja sama yang erat semua pihak. Langkah-langkah bersama yang telah kita rancang dan di implementasikan tidak hanya bermanfaat bagi kelangsungan hidup orangutan, tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi berbagai pihak yang memiliki perhatian terhadap konservasi alam,” ungkap Jamartin Sihite, Ketua Pengurus Yayasan BOS.

 

Exit mobile version