Mongabay.co.id

Langkah Hidupkan Kembali Burung Dodo Mendekati Kenyataan

Burung dodo yang merupakan koleksi Carnegie Museum of Natural History, Pittsburgh, USA. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

 

Misi untuk menghidupkan kembali burung dodo dari kepunahan, atau sering disebut dengan istilah de-extinction makin mendekati kenyataan. Ini dikarenakan Colossal Biosciences, sebuah perusahaan rekayasa genetika dan de-extinction yang berbasis di AS, serta Mauritian Wildlife Foundation, sebuah organisasi konservasi nirlaba yang bekerja erat dengan Pemerintah Mauritius, sepakat untuk bekerja sama.

Sejak lama, de-extinction burung dodo merupakan salah satu misi utama dari Colossal Biosciences, dan dengan bantuan keahlian dari Mauritian Wildlife Foundation dalam penyelamatan burung dan pemantauan lapangan, proyek ini sekarang akan mencoba mengembalikan habitat asli burung dodo di Pulau Mauritius, lepas pantai timur Afrika.

Meski begitu, pada dasarnya, tidak ada gunanya menghidupkan kembali spesies jika tidak memiliki rumah yang cocok.

“Proyek ini hanya akan berhasil jika hewan-hewan tersebut dikembalikan ke habitat alaminya. Kami berharap dapat bekerja sama dengan Mauritius untuk memastikan hal ini terjadi dengan burung dodo,” ujar Matt James dari Colossal Biosciences.

Baca: Studi: Manusia Memiliki Andil Punahnya Jenis Burung Tidak Terbang

 

Burung dodo yang merupakan koleksi Carnegie Museum of Natural History, Pittsburgh, USA. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Bagaimana burung dodo punah?

Burung Dodo, satwa endemik dari Mauritius, mendiami berbagai habitat di pulau tersebut, terutama hutan. Mereka mengkonsumsi kacang, buah-buahan, biji-bijian, dan akar, bahkan diperkirakan mampu membuka kelapa dengan paruhnya yang kuat. Para penjelajah Belanda mendokumentasikan mereka pada 1598 dan penampakan terakhir terjadi pada 1662, dengan kepunahan diperkirakan terjadi tahun 1690-an.

Penurunan yang cepat dalam waktu kurang satu abad memicu perdebatan panjang tentang penyebabnya. Beberapa teori menyatakan tentang kerentanan alaminya karena hanya hidup di pulau kecil dengan tingkat reproduksi yang lambat, sementara teori yang yang lain menekankan faktor yang dipicu oleh manusia.

Para ahli sepakat bahwa pengaruh manusia memainkan peran kunci dalam kepunahan dodo.  Perburuan oleh para pendatang kolonial Eropa [sebelumnya tidak ada karena tidak adanya predator alami] menjadi ancaman paling serius pada keberadaan burung ini.

Dodo yang tidak bisa terbang dan tidak terbiasa dengan ancaman, menjadi mangsa yang mudah. Selain perburuan, deforestasi juga memperburuk kondisinya karena permukiman manusia yang berkembang, menyusutkan habitat dan sumber makanan mereka, meningkatkan persaingan di antara mereka sendiri dalam mencari makan.

Sarang mereka yang terletak di dalam tanah mengalami kerusakan, menghambat reproduksi. Spesies invasif yang dibawa oleh pendatang, seperti kucing, anjing, babi, [dan tikus], meningkatkan persaingan untuk makanan, dan mereka bertindak sebagai predator baru dengan mengkonsumsi burung dodo ataupun telur-telurnya. Kurangnya naluri pertahanan dan ketidakmampuan dodo untuk terbang menjadikan mereka tidak mampu melawan ancaman baru ini.

Baca: Dodo, Burung Misterius yang Mulai Terungkap Latar Kehidupannya

 

Dodo [Raphus cucullatus] adalah jenis burung tidak bisa terbang yang kepunahannya terus diteliti ilmuwan. Carnegie Museum of Natural History, Pittsburgh, USA. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Kapan burung dodo akan ‘hidup’ kembali?

Tidak ada yang dapat memprediksi dengan pasti, kapan burung dodo akan hidup kembali, namun, Beth Shapiro, professor di University of California-Santa Cruz, telah melakukan sekuensing genom burung dodo. Proses ini memakan waktu puluhan tahun.

Tim berharap untuk memodifikasi genom merpati, kerabat terdekat burung dodo, agar menyerupai burung dodo. Hal ini berarti mereka sebenarnya tidak akan mengembalikan burung besar yang tidak bisa terbang itu, tetapi menghasilkan hibrida yang menyerupainya. Mereka akan secara bertahap mengedit genetika burung merpati, hingga menghasilkan telur dari burung dodo yang baru dibuat.

Proses ini akan sangat sulit dilakukan. Mereka pertama-tama perlu menyisipkan genom yang sudah diedit ke dalam sel telur Merpati Nicobar [Nicobar Pigeon]. Menemukan inti dari telur burung yang sedang berkembang sangat sulit karena ukurannya yang sangat kecil.

Untuk mengatasi kesulitan ini, mereka mencoba menggunakan sel-sel germinal primordial [PGC], diekstraksi dari embrio Merpati Nicobar. Mereka mengubahnya secara genetik, lalu menyuntikkan ke dalam anak ayam.

PGC tersebut kemudian bergerak melalui darah ke gonad dan menyebabkan perkembangan sel telur atau sperma. Ketika anak ini tumbuh, sel sperma atau telurnya seharusnya membawa genom yang telah diedit dari burung dodo. Selanjutnya, merpati akan menjadi pengganti bagi burung dodo ini.

 

Burung dodo yang telah direkonstruksi di Naturhistorischen Museum di Wina, Austria

 

Pendiri dan CEO Colossal Biosciences, Ben Lamm, menjelaskan bagaimana semua ini adalah langkah mendasar menuju de-ekstinksi suatu spesies, seperti dikutip dari IFLScience.

“Pertama, kita perlu melihat, apa kerabat filogenetik terdekatnya? Hewan apa yang masih ada di planet ini yang paling dekat pada garis keturunannya?,” kata Lamm. “Kita juga perlu menemukan kerabat filogenetik terdekat karena kita harus menemukan dan membangun genom referensi, dan kita membutuhkan sampel jaringan untuk melakukannya.”

“Kemudian, kita harus mendapatkan sampel jaringan yang mengandung DNA kuno dari spesies-spesies yang punah tersebut. DNA kuno berbeda dari DNA yang masih hidup, karena sangat terfragmentasi. Tidak semua eksonya, artinya ada mikroba-mikroba dan makhluk hidup lain yang telah mencemarinya dari waktu ke waktu. Jadi kita mendapatkan potongan-potongan kecil DNA kuno dan kemudian kita menyusunnya,” tambah Lamm.

Sisa-sisa fisik burung dodo sangat jarang ditemukan, jika kita pernah ke museum dengan burung dodo taxidermi yang diawetkan, kemungkinan besar itu bukan burung dodo asli. Untungnya, beberapa jaringan masih ada. Misalnya, DNA yang diekstrak dari tengkorak dalam koleksi Natural History Museum of Denmark digunakan untuk menyusun seluruh genom oleh Dr. Shapiro dan timnya. Makhluk-makhluk yang punah bukanlah satu-satunya kekhawatiran bagi Colossal.

Jika berhasil, proyek ini tidak hanya akan menghidupkan kembali burung dodo, akan tetapi juga mengembalikannya ke alam liar, Sementara Colossal bekerja pada genetika, Mauritian Wildlife Foundation akan memulihkan habitat aslinya di Mauritius, sebuah pulau kecil di Samudera Hindia di sebelah timur Madagaskar. Proses ini melibatkan penghapusan spesies invasif, penghijauan kembali lahan, dan meyakinkan masyarakat lokal untuk turut serta dalam proyek ambisisius ini.

Ini bukanlah satu-satunya hewan yang ingin dihidupkan kembali oleh Colossal Biosciences. Mereka juga sedang bekerja pada harimau tasmania dan mammoth berbulu.

 

Peta Mauritius. Sumber: Encyclopedia Britannica

 

Banyak yang bertanya mengapa burung dodo, harimau tasmania, ataupun gajah berbulu akan dihidupkan kembali? Hewan-hewan ini punah baik karena pengaruh manusia atau pun karena ketidakmampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Bukankah kondisi Bumi saat ini lebih buruk dibandingkan saat hewan-hewan tersebut masih hidup dan bisa bertahan?

Bukankah lebih baik menggunakan sumber daya yang digunakan untuk mencoba menghidupkan mereka ini, dialihkan untuk melindungi spesies yang masih hidup dan saat ini terancam punah?

“Kami tidak berusaha membuat hal-hal yang seharusnya tidak ada,” jelas CEO perusahaan, Ben Lamb, kepada phys.org. “Kami fokus pada memperbaiki dosa-dosa umat manusia di masa lalu  dan mengembalikan spesies yang mereka ‘punahkan’ ke habitat aslinya,” ujarnya. [Berbagai sumber]

 

Exit mobile version