Mongabay.co.id

Jarang Dilirik, Jaring Laba-Laba Ternyata Bisa Jadi Bioindikator Polusi

 

Saat berada di kebun atau di hutan, bahkan di dalam rumah, sering kita tidak menyadari keberadaan jaring laba-laba. Warnanya yang transparan membuat kita kesulitan segera menemukannya. Lokasinya pun kerap berada di tempat tersembunyi. Barulah saat di pagi hari yang berkabut, jaring laba-laba kerap terlihat dipenuhi butiran-butiran air seperti untaian mutiara.

Menurut para ahli, jumlah laba-laba di planet bumi lebih dari 50 ribu spesies. Banyak dari mereka yang menggantungkan perolehan makanannya dari kelenturan jaringnya. Setiap tahun, diperkirakan mereka makan hingga 800 juta metrik ton serangga, menjadikan laba-laba predator penting pengendali populasi serangga.

Bagi laba-laba, jaring selembut sutra yang dari berbagai studi dinyatakan lebih kuat dari kevlar ini punya fungsi ganda. Selain untuk mendapatkan makanan, jaring laba-laba sekaligus sebagai sarang atau tempat berlindung. Sifat mekanik jaringnya yang bisa mengantarkan getaran, dengan cepat bisa memberitahu kedatangan musuh atau sebaliknya mangsa yang harus diwaspadai. Sebagai sarang, jaring laba-laba dianggap solusi efisien dibanding harus membawa material lain yang lebih berat dari tempat lain.

Beberapa studi di Polandia, Australia, dan China memperlihatkan manfaat jaring laba-laba bagi lingkungan. Jaring laba-laba bisa digunakan untuk memonitor polusi udara, satu fungsi penting yang kurang mendapat perhatian sebelumnya.

baca : Banyak yang Belum Tahu, Ini Peran Laba-laba bagi Manusia

 

Laba-laba kayu raksasa (Nephila maculate) sering menyusun jarring-jaring pada tanaman di pekarangan rumah. Foto: Asep Ayat

 

Beberapa waktu lalu sejumlah peneliti mempresentasikan hasil penelitian itu dalam konferensi yang membahas aspek lingkungan dari pembangunan berkelanjutan. Menurut Radoslaw Rutkowski, mewakili rekan-rekannya, jaring laba-laba bisa digunakan untuk memantau berbagai polutan di udara. Seperti logam berat, dioksin, dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) yang merupakan kelompok senyawa bersifat karsinogenetik.

Peneliti dari Wrocław University of Science and Technology itu menjelaskan dalam laporannya bahwa bahan alami yang biasanya dipakai untuk mengukur kontaminator antara lain lumut, kerak, juga sejumlah daun. Namun media tersebut dianggap punya beberapa keterbatasan. Jaring laba-laba punya keunggulan karena dianggap lebih murah, tersedia dalam jumlah banyak, mudah dikumpulkan, dan bisa ditemui sepanjang tahun.

“Laba-laba menghuni hampir di semua jenis lingkungan dan bisa hidup di daerah perkotaan, sehingga jaring mereka bisa menjadi data pengukuran yang banyak tersedia,” tulis Radoslaw, dalam laporan yang diberi judul Jaring Laba-Laba dalam Pemantauan Polusi Udara (2018).

Beberapa spesies laba-laba diketahui tinggal di lingkungan manusia. Misalnya, di dalam rumah. Mereka tidak tergantung suhu maupun sinar matahari. Juga tidak terganggu cuaca buruk seperti hujan atau angin. Sehingga tingkat akumulasi polutan pada lokasi yang dihuni manusia pada suatu kawasan bisa teramati.

baca juga : Mengenal Goliath Birdeater, Laba-laba Terbesar di Dunia

 

Sebuah jaring laba-laba. Foto : World Wildlife/StockSnap

 

Menilik beberapa penelitian yang pernah dilakukan di berbagai negara membuktikan efektivitas jaring laba-laba sebagai media pemantauan polusi udara. Jaring laba-laba menjadi kandidat terbaik dibanding bahan organik lain.

Misalnya penelitian yang dilakukan di New South Wales, Australia. Jaring laba-laba terbukti mengandung timbal (Pb) dan seng (Zn) lebih tinggi di kawasan yang dilalui banyak kendaraan dibanding yang tidak. Begitupun penelitian menggunakan bioindikator yang sama di China.

Jaring laba-laba dari spesies Achaearanea tepidariorum dan Araneus ventricosus diuji konsentrasi kandungan Pb (timbal), Zn (seng), Cu (tembaga), dan Cd (kadmium). Jaring yang berada di kawasan dengan volume lalu lintas kendaraan lebih tinggi, mengandung logam berat yang lebih banyak dibanding jaring yang berada di kawasan sedikit kendaraan.

Penelitian di Polandia tak kalah menariknya. Kali ini menggunakan laba-laba spesies Malthonica silvestris dan Malthonica ferruginea. Laba-laba dari famili Agelenidae ini membangun jaringnya secara horisontal. Biasanya mereka ditemukan di perkotaan, seperti terowongan, tempat parkir, maupun jembatan.

Hasilnya, masih mengutip laporan itu, secara keseluruhan penelitian mengonfirmasi kegunaan jaring laba-laba untuk memantau emisi lalu lintas. Jaring laba-laba mampu menangkap PM (particulate matter) dengan cara yang mirip dengan bioindikator dari tanaman. Bedanya, jaring laba-laba punya kelebihan karena bisa digunakan untuk pengukuran pemaparan lebih lama.

baca juga : Foto: 9 Laba-laba Paling Aneh yang Harus Anda Ketahui

 

Sebuah jaring laba-laba Foto : Seekor laba-laba dalam jaringnya. Foto : Stephen Rahn/StockSnap

 

Begitupun dengan pengujian paparan PAH, misalnya dari pembakaran mesin diesel, juga senyawa dioksin, hingga partikel logam yang bisa ditarik magnet. Jaring laba-laba menyerap dengan baik partikel feromagnetik, mineral anorganik, dan polutan penyebab mutasi genetik lainnya.

“Laba-laba mentolerir konsentrasi logam yang tinggi di satu lingkungan dan tubuh mereka merupakan akumulator yang efisien dari unsur-unsur ini, sehingga kandungan logam dalam tubuh mereka mungkin mencerminkan jumlah logam di lingkungan yang ditinggali,” mengutip laporan itu.

Selain memberi keuntungan sebagai bioindikator di lingkungan ekstrem yang dipenuhi polutan, kandungannya mungkin juga diteruskan pada jaringan yang dia buat. Sehingga pengukuran kontaminan pada jaringnya perlu mempertimbangkan faktor ini.

Meski kadang keberadaannya tak terlihat, siapa nyana jaring laba-laba bisa menyelamatkan kehidupan manusia. Dengan cara menyimpan data paparan polusi di suatu kawasan sehingga manusia bisa mengambil langkah penyelamatan terbaiknya. (***)

 

Exit mobile version