Mongabay.co.id

Putusan Bebas Haris dan Fatia: Komnas HAM Minta Jaksa Tak Kasasi, Mereka Perjuangkan Lingkungan Hidup

 

 

 

 

 

 

Suasana haru dan bahagia menyelimuti persidangan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty di Pengadilan Negeri jakarta Timur, 8 Januari lalu. Dua aktivis HAM yang jadi terdakwa kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, ini  bebas dari segala tuntutan hukum.

“Memutuskan, menyatakan dan mengadili saudara terdakwa Haris Azhar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan penuntut umum dalam dakwaan pertama…Membebaskan terdakwa Haris dari segala tuntutan,” kata Cokorda Gede Arthana, Ketua Majelis Hakim,  didampingi hakim anggota, Muhammad Djohan Arifin dan Agam Syarief Baharudin, di PN Jakarta Timur.

Begitu juga Fatia, bebas dari segala tuntutan hukum.

“Hidup keadilan.” Pekikan terdengar di ruangan sidang utama dan depan gerbang Pengadilan Negeri Jakarta Timur, ketika Cokorda membacakan amar putusan.

Haris-Fatia sempat membentangkan spanduk kecil bertuliskan “Kami bersama Haris & Fatia”di depan awak media. Mereka juga mengepalkan tangan, sebagai tanda kemenangan.

Putusan bebas ini menjadi kado terindah bagi keduanya juga gerakan lingkungan dan HAM, setelah selama delapan bulan ikuti proses persidangan di PN Jaktim.

Usai pembacaan putusan bebas itu, terlihat Haris sempat melambaikan tangan. Fatia juga tampak tersenyum dan bahagia.

Kedua aktivis HAM ini didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU-ITE) atas dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik dalam diskusi atau podcast Haris-Fatia yang diunggah dalam akun Youtube Haris Azhar.

Podcast itu membahas mengenai hasil kajian Koalisi Bersihkan Indonesia, berjudul “Ekonomi Politik Penempatan Militer di Papua Kasus Intan Jaya.”

 

Solidaritas terhadap Fatia-Haris di luar Pengadilan PN Jakarta Timur, 8 Januari lalu. Hakim vonis bebas Fatia-Haris. Foto: Andreas Harsono

 

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Haris empat tahun dan Fatia 3,5 tahun penjara.  Hakim berpendapat, dakwaan JPU keduanya tidak terbukti.

Bahkan, hakim menyebut,  terbukti ada konflik kepentingan, hingga ‘ada unsur menyiarkan berita bohong’ yang jadi bagian dari dakwaan terhadap Haris-Fatia tidak terbukti.

Hakim juga menyatakan,  ada kepentingan tidak langsung Luhut dalam PT Toba Sejahtera dan keterkaitan militer dalam operasi pertambangan sebagaimana disampaikan dalam kajian cepat dan podcast Haris Azhar.

Justru dari fakta persidangan,  menurut majelis terbukti 99% saham PT Toba Sejahtera Group milik Luhut.

Perusahaan ini, ditemukan melalui anak usahannya,  yakni PT Tobacom Del Mandiri menjajaki kesepakatan bisnis pertambangan di Intan Jaya dengan Wes Wist Mining.

“Maka hal yang diperbincangkan Fatia dan Haris bukanlah tindakan melanggar kehormatan atau nama baik dengan menuduh melakukan suatu perbuatan tertentu, karena merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.”

Dalam pertimbangan putusan, hakim menilai podcast antara Haris dan Fatia di akun Youtube Haris Azhar dengan tema “Ada Lord Luhut Di balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jendral BIN juga ada!! NgeHAMtam,” tidak termasuk penghinaan dan pencemaran nama baik.

“Karena yang ditemukan dalam video podcast merupakan telaah, komentar analisa pendapat dan penilaian atas hasil kajian cepat yang dilakukan koalisi masyarakat sipil,” kata Muhammad Djohan Arifin, hakim anggota.

Haris berterima kasih kepada tim pendamping hukum yang dipimpin M Isnur, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

“Mereka adalah penegak hukum yang memiliki integritas tertinggi di Indonesia. Mereka bekerja dengan pengetahuan. Mereka bekerja dengan skill. Mereka bekerja dengan dedikasi waktu dan tenaga yang luar biasa,” katanya, kepada media.

“Kalau boleh ada kemenangan-kemenangan yang menunjukkan siapa lawyer terbaik di Indonesia, adalah mereka tim kuasa hukum saya yang dipimpin M Isnur,” kata Haris.

Tak lupa Haris juga menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada keluarganya maupun keluarga Fatia karena memberikan dukungan dan doa kepada mereka selama proses persidangan berlangsung.

“…….Ini yang kita sebut sebagai aktivisme pengadilan yang berpihak pada hak asasi manusia, lingkungan hidup dan masyarakat adat,” kata Haris, saat berikan keterangan pers usai putusan hakim.

Kasus mereka, kata Fatia,  bukan akhir dari perjalanan panjang demokrasi di Indonesia, tetapi perlu konsistensi.

Fatia ajak masyarakat, gerakan sosial yang sudah berjerih payah bersolidaritas agar tidak berhenti pasca persidangan kasus mereka. Juga bersolidaritas pada momen-momen lain untuk kemerdekaan demokrasi, keadilan, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup yang bersih dan sehat, serta anti korupsi.

M Isnur, Koordinator Tim Kuasa Hukum Haris-Fatia, mengapresiasi sikap Haris-Fatia konsisten dan memilih tak mundur selangkah pun menghadapi perkara ini.

 

Sidang putusan kasua Fatia-Haris di PN Jakarta Timur.

 

Sikap ini, kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini sebagai panutan karena memberikan contoh kepada masyarakat untuk tak takut berpendapat mengkritik penguasa.

Dia juga mengapresiasi majelis hakim PN Jaktim yang memeriksa perkara Haris-Fatia.

“Salut kepada Pak hakim ketua dan anggota yang memeriksa perkara ini dan mengadili dengan Keputusan sangat kami apresiasi,” katanya.

Isnur mengapresiasi rekan tim pengacara dari berbagai organisasi. Mereka bahu membahu jadi tim solid demi memenangkan kasus Haris-Fatia.

“Ini kerja sama luar biasa. Kita akan mempertahankan kebebasan.”

Putusan bebas ini, katanya, kemenangan besar bagi gerakan sosial di Indonesia. Gerakan demokrasi di Indonesia dan ada banyak yang bisa dipetik dari putusan tersebut. Bahwa apa yang diungkaplkan oleh Fatia dan Haris bagian dari fakta kebenaran, baik berkaitan dengan kepentingan ekonomi di Papua, maupun hubungannya dengan operasi militer di Papua.

Isnur bilang dalam putusan itu juga menegaskan justru yang harus disoroti adalah konflik kepentingan atau benturan kepentingan seorang pejabat negara di dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang masih membawa kepentingan-kepentingan pribadi bukan kepentingan negara.

Dia pun berpesan kepada seluruh aktivis di seluruh Indonesia, seperti di Papua, Maluku, Sulawesi dan daerah lain, untuk tidak gentar melawan upaya kriminaliasi atau intimidasi pejabat-pejabat public yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum, konflik kepentingan, korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia serta pengrusakan lingkungan.

Yang lebih penting, katanya, tak gentar saat dituduh antek asing atau membawa kepentingan asing. Menurut dia, dalam pengadilan kasus Haris-Fatia justru terbukti oknum pejabat membawa kepentingan-kepentingan asing.

“Ini kemenangan para korban, yang bersolidaritas pada hakim, jurnalis, semua para aktivis, serta para pengacara yang menunjukkan integritasnya dengan maksimal.”

Sedang Jaksa nyatakan kasasi usai putusan itu. Herlangga Wisnu Murdianto,  Plh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jakarta mengatakan, jaksa akan menyiapkan memori kasasi kasus ini.

“Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur langsung menyatakan kasasi,” katanya seperti dikutip dari Detikcom.

 

Haris Azhar dan Fatia M, saat sidang putusan di PN Jakarta Timur. Majelsi hakim vonis mereka bebas dari segala tuntutan. Foto: dari screenshot Jakartanicus

 

Komnas HAM:  Keduanya perjuangkan hak lingkungan hidup

Komnas HAM dalam rilis yang diterima Mongabay meminta jaksa agung melalui JPU tak mengajukan kasasi atas putusan bebas ini. Malah, Komnas HAM meminta Mahkamah Agung memberikan apresiasi kepada majelis hakim persidangan ini.

Lembaga negara ini pun mengapresiasi putusan majelis hakim yang berintegritas dan ketajaman pertimbangan dengan memvonis bebas Fatia-Haris.

Atnike Nova Sigiro,  Ketua Komnas HAM mengatakan,  vonis bebas ini sinyal positif bagi hak kebebasan berekspresi di Indonesia.   Namun, katanya, penting jadi catatan,  idealnya, hal ini tak perlu sampai ke pengadilan.

Tindakan Haris-Fatia, katanya,  bentuk upaya memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.  “Ini dilindungi UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.”

Aturan ini, katanya,  ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung tentang pemberlakuan pedoman penanganan perkara lingkungan hidup. Juga pedoman Jaksa Agung Nomor 8/2022 soal penanganan perkara tindak pidana pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.

“Putusan ini juga memberikan sinyal positif bagi perlindungan pembela HAM. Pertimbangan dan putusan ini juga memberikan sinyal positif bagi pengakuan dan perlindungan lingkungan berkelanjutan sebagai bagian dari hak asasi manusia.”

Yuliana Langowuyo, aktivis perempuan Papua  mengatakan,  sebagai manusia selalu dibayangi rasa ketakutan karena melawan orang berkuasa di negeri ini. Namun, katanya, putusan majelis hakim membuktikan kalau kerja keras dan solid terpadu serta terus melawan tanpa berhenti maka keadilan jadi milik bersama, terutama para korban.

“Jadi pelajaran sangat penting bagi saya dan teman-teman Papua,” katanya.

Perempuan yang pernah jadi Direktris SKPKC Fransiskan Internasional Jayapura ini mengatakan,  dengan vonis bebas Haris-Fatia memperlihatkan bisnis militer di Papua betul-betul nyata. Mereka ada untuk mengesploitasi sumberdaya alam Papua.

“Untuk publik Indonesia bisa tahu tentang Papua, jangan dapat berita sedikit-sedikit saja. Mereka harus tahu bahwa droping militer ke Papua itu untuk kepentingan ekonomi bisnis.  Sidang ini membuktikan.”

Dalam fakta persidangan Haris-Fatia, katanya,  banyak cerita tentang nasib orang Papua dengan tanah dicaplok. Kisah orang Papua di Intan Jaya, dan Papua pegunungan dengan berlimpah kekayaan alam, tetapi emas dibawa keluar dan mereka miskin di atas tanah kaya itu.

“Mereka betul-betul melihat kekerasan, bukan kesejahteraan. Mereka melihat militer, tidak melihat pembangunan,” kata Yulia.

Keputusan hakim, katanya, juga pelajaran berharga bagi orang Papua. “Kita orang Papua harus melihat ada militer datang, ada kontak senjata antara militer Indonesia dengan organisasi pembebasan Papua yang pegang senjata, kemudian ada orang-orang yang harus keluar dari kampung tetapi ada tambang yang berjalan.”

Isnur mendesak harus ada koreksi kebijakan pemerintah di Papua.

“Baik pendekatan ekonomi yang hanya mengeruk kekayaan alam di Papua untuk kepentingan Jakarta atau kepentingan modal asing maupun kebijakan keamanan yang banyak jatuhkan korban dari orang Papua maupun aparat keamanan.”

 

Aksi solidaritas Fatia-Haris di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 8 Januari lalu. Foto: Andreas Harsono

 

Kajian koalisi

Laporan Koalisi #BersihkanIndonesia terdiri dari Pusaka Bentara Rakyat, LBH Papua, Walhi Papua, Greenpeace Indonesia, YLBHI, Walhi Nasional, KontraS, Jatam dan Trend Asia ini berisi analisis pengerahan kekuatan militer Indonesia secara ilegal di pegunungan tengah Papua. Pengerahan ini memicu eskalasi konflik bersenjata antara TNI-Polri dan TPNPB serta kekerasan maupun teror terhadap masyarakat.

Laporan rilis 2021 ini juga mengungkapkan, hasil analisis spasial soal letak pos militer dan kepolisian di sekitar konsesi tambang yang teridentifikasi terhubung langsung maupun tidak dengan para jenderal termasuk Luhut.

“Kekerasan yang tercipta dan makin meningkat dengan pengerahan ilegal militer di Pegunungan Tengah terutama Intan Jaya membuat warga Papua jadi pengungsi di tanahnya sendiri,” kata Fatia dalam rilis YLBHI.

Mereka, katanya,  terusir oleh kepentingan elite yang menambang keuntungan di Papua. Sejak eskalasi konflik di delapan kabupaten di Papua, terdapat sekitar 60.000 pengungsi internal sampai Februari 2022.

“Yang menyebabkan sebagian kabupaten ditinggalkan penduduk karena rasa takut dari okupasi militer. Korban paling menderita adalah perempuan dan anak-anak. Mereka akhirnya mengalami kekerasan, akses pendidikan dan kesehatan minim.”

 

 

 

 

Exit mobile version