Mongabay.co.id

Satwa Kunci Hutan Leuser Jadi Incaran Pemburu Liar

 

 

Satwa kunci yang berada di hutan Leuser, seperti orangutan, harimau, dan gajah sumatera, menjadi incaran utama para pemburu liar.

Hasil monitoring yang dilakukan Voice of Forest/VoF [Yayasan Suara Hutan Indonesia] menunjukkan, terdapat 26 kasus perdagangan satwa liar dilindungi di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, sepanjang 2022-2023.

“Pelaku yang ditangkap aparat penegak hukum sebanyak 53 orang,” ujar Prayugo Utomo, anggota VoF Indonesia, di Medan, Selasa [16/1/2024].

Angka tersebut diperoleh berdasarkan publikasi kasus perdagangan satwa di media, dalam dua tahun terakhir.

“Kami meyakini, kasusnya lebih tinggi dan masih banyak yang belum terungkap.”

Pada 2023, di Aceh terdapat 2 individu orangutan yang diperjualbelikan, serta disita 2 lembar kulit harimau dan 1 gading gajah. Sementara di Sumatera Utara, ada 2 individu orangutan sumatera yang diperjualbelikan, serta diamankan 80 ekor blangkas, 5 paruh rangkong, 1 ekor burung, 1 lembar kulit harimau, dan 197 kg sisik trenggiling.

Modus yang dilakukan pelaku untuk menjual satwa liar tersebut beragam. Mulai dengan cara  online, memajang satwa pada komunitas pencinta satwa, menggunakan jasa ekspedisi atau kurir, juga melakukan penyelundupan melalui jalur laut.

“Investigasi yang kami lakukan menunjukkan, ada satu kasus yang dikendalikan dari penjara. Pelakunya merupakan residivis perkara yang sama,” jelasnya.

Baca: Penjual Kulit dan Tulang Harimau Sumatera Ditangkap di Aceh Timur

 

Anak orangutan sumatera di karantina SOCP ini menjalani proses rehabilitasi. Dia kehilangan induknya akibat ulah pemburu. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Direktur Konservasi Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre [YOSL-OIC] Muhammad Indra Kurnia mengatakan, pihaknya menemukan fakta bahwa di Aceh didominasi perdagangan bagian tubuh satwa liar. Sementara di Sumatera Utara,  umumnya perdagangan satwa hidup. Ini terlihat dari barang bukti sepanjang 2016 hingga 2023.

Terkait hukuman, selama 7 tahun tersebut, dari total 144 pelaku, hanya tiga orang yang dihukum diatas tiga tahun penjara.

“Kerugian negara senilai Rp288,3 miliar. Valuasi ini merujuk perhitungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], seperti biaya dibawa dari alam, direhabilitasi, operasi penindakan, hingga satwa dikembalikan lagi ke habitatnya.”

Sebagai gambaran, jika uang tersebut dikonversi pada harga satu bibit pohon hutan senilai Rp20 ribu, maka bibit itu dapat menghutankan lahan sebanyak 12.133 lapangan sepak bola standar FIFA.

“Masifnya perdagangan, menjadi ancaman kelangsungan keanekaragaman hayati kita.”

Baca: Kolaborasi Lintas Lembaga Selamatkan Bayi Orangutan Sumatera dari Perdagangan Ilegal

 

Kulit harimau ini disita dari para pelaku di Aceh Timur, Aceh, saat hendak diperdagangkan Jumat [19/1/2024]. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pencegahan kejahatan kehutanan

Kepala BBKSDA Sumatera Utara Rudianto Saragih Napitu menyatakan, pihaknya terus berupaya mencegah terjadinya kejahatan kehutanan. Berbagai operasi dan pengawasan dilakukan demi tegaknya UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Berdasarkan catatan BBKSDA Sumut, interaksi negatif manusia dengan satwa pada 2022 terdata 20 kasus. Sementara 2023, khusus konflik manusia dengan harimau sebanyak 5 kasus.

“Konservasi merupakan bagian dari kehidupan kita bermasyarakat dan bernegara.”

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam hayati. Ini merupakan modal besar yang harus dikelola dengan benar.

“Ekosistem lingkungan harus kita jaga selalu,” ujarnya.

Abdi Sugesti, Tim Riset dan Data Forum Investigator Zoo Indonesia menyatakan, jaringan pemburu satwa liar dilindungi sudah beraksi di kawasan hutan Leuser sekitar delapan tahun lalu. Mereka mengincar satwa prioritas dilindungi.

Jerat yang dipasang, bukan hanya ditujukan pada gajah jantan tetapi juga gajah betina untuk diambil calingnya [sebutan gading pada gajah betina]. Pemburu juga akan mengambil tulang belulang gajah untuk dijual kepada kolektor.

“Mereka menjalankan aksinya demi uang semata. Untuk itu, aturan tegas harus dijalankan agar satwa liar kita tidak punah,” paparnya.

Baca juga: Orangutan Sumatera Dilepasliarkan di SM Siranggas, Bagaimana Habitatnya?

 


 

Hukuman belum maksimal

Koordinator Advokat dan Peneliti Kejahatan Satwa Liar Indonesia [APKSLI] Nanda Nababan menyatakan, bila dikaitkan lamanya seorang pelaku kejahatan satwa liar dilindungi menjalani hukuman penjara hingga bertobat, sejauh ini tidak ada garansi.

Berdasarkan pemantauan, masih terdapat atau ditemukan pelaku yang sudah divonis penjara lebih lama, tetapi tetap menjalankan perbuatan yang sama setelah mengirup udara bebas.

“Ini menjadi pekerjaan, memberi efek jera kepada pelaku untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya.”

Nanda menyatakan, merujuk catatan yang dimilikinya di sejumlah pengadilan Indonesia, untuk kasus orangutan sumatera periode 2000 sampai 2022, para pelaku rata-rata dijatuhi hukuman penjara selama 1,5 tahun. Namun, sejauh ini penegak hukum hanya fokus pada pelaku, tetapi tidak pada barang bukti yaitu orangutan yang diselamatkan.

“Padahal, orangutan merupakan korban perdagangan ilegal. Untuk itu, pemeriksaan kesehatan dan perawatan orangutan sebelum dikembalikan ke habitatnya harus diperhatikan,” paparnya.

 

Ubi Hutan, Tumbuhan Kaya Manfaat di Kawasan Ekosistem Leuser

 

Exit mobile version