- Indonesia negeri kaya keragaman hayati, termasuk satwa-satwa langka dilindungi. Mirisnya, satwa-satwa endemik seperti orangutan Sumatera sampai ke reptil pun terus jadi sasaran jaringan perdagangan satwa ilegal, seperti yang terjadi di Medan, Sumatera Utara, 27 September lalu.
- Kolaborasi lintas lembaga dalam dan luar negeri berhasil menggagalkan upaya penyelundupan dan perdagangan ilegal orangutan.
- Pelaku yang membawa dua bayi orangutan, Rz diringkus ketika akan transaksi dengan petugas kepolisian di Jalan Sisingamangaraja, Medan. Dari tangan pelaku, petugas mengamankan sepasang bayi orangutan Sumatera berusia sekitar lima bulan. Dalam pengembangkan kasus, seorang jaringan lagi, B, berhasil dibekuk petugas gabungan.
- Perdagangan ilegal satwa dilindungi tak hanya terjadi di Sumut, juga di Maluku Utara. Pada 22 September lalu, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah I Ternate, menyita tujuh reptil dilindungi, terdiri dari tiga kadal panana (Tiliqua gigas) dan empat biawak Maluku (Varanus indicus). Reptil ini disita dari upaya penyelundupan melalui bandara Sultan Babullah Ternate, Maluku Utara.
Orangutan Sumatera, terus jadi incaran pemburu, seperti terjadi di Medan, Sumatera Utara, petugas menyita dua bayi orangutan dari pelaku perdagangan satwa ilegal, pada 27 September lalu. Kolaborasi berbagai lembaga, di dalam dan luar negeri dari Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Stabat, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) dibantu agen khusus perdagangan satwa liar internasional dari Amerika Serikat dan petugas dari Subdit Tipiter Direktorat Kriminal Khusus Polda Sumut, akhirnya berhasil menggagalkan upaya penyelundupan dan membekuk pelaku.
Rz, pembawa bayi orangutan, diringkus ketika akan transaksi dengan petugas kepolisian di Jalan Sisingamangaraja, Medan. Dari tangan pelaku, petugas mengamankan sepasang bayi orangutan Sumatera berusia sekitar lima bulan.
Pantauan di lokasi, pelaku mencoba melarikan diri namun berhasil diamankan petugas gabungan. Dia langsung dibawa ke Polda Sumut, untuk penyidikan dan pengembangan kasus lebih lanjut.
Setelah lebih delapan jam pemeriksaan pelaku langsung ditahan. Setelah itu, tim gabungan kembali bergerak memburu jaringan pelaku lain yang belum tertangkap. Ada dugaan jaringan ini masih menyembunyikan sedikitnya lima orangutan dan satu anak harimau Sumatera.
Sepasang orangutan diserahkan ke petugas BBKSDA Sumut, kemudian titip di Pusat Karantina Orangutan di Desa Batumbelin Sibolangit, Deli Serdang untuk rehabilitasi dan habituasi.
Palber Turnip, Kepala Bidang Pengelolaan Wilayah III Stabat BBTNGL kepada Mongabay mengatakan, pelaku merupakan jaringan perdagangan satwa liar dilindungi secara internasional di wilayah tengah. Dia terhubung dengan jaringan di Pulau Jawa dan Thailand.
Sebelum berhasil membongkar kasus ini, mereka telah mengumpulkan barang bukti dan mengurai simpul-simpul jaringan perburuan satwa dilindungi. Terutama, orangutan Sumatera merupakan satwa kunci di TNGL setelah badak, harimau dan gajah Sumatera. BBTNGL lakukan ini dengan berkolaborasi dengan para pihak.
Sebelum bertemu dengan penyidik Polda Sumut, mereka terlebih dahulu bertemu para agen khusus dari Amerika Serikat yang mempelajari ada perdagangan dan penyelundupan satwa liar dilindungi dari Indonesia ke negara Thailand. Agen khusus ini berkedudukan di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Thailand.
Ketika mereka datang ke Indonesia lalu pertemuan dengan jajaran Direktorat Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati termasuk dengan BBTNGL. Setelah saling tukar informasi, selanjutnya mengidentifikasi wilayah-wilayah dicurigai sebagai para pemburu menyembunyikan satwa liar dilindungi terutama, orangutan Sumatera.
“Pembongkaran kasus ini bagian dari kolaborasi banyak pihak. Ini hasil koordinasi dari pengiat, penindakan penyelundupan satwa liar jaringan internasional dibantu aparat penegak hukum dari kepolisian,” kata Turnip.
Saat pertemuan dengan Polda Sumut, katanya, mereka juga mengajak Balai Penegakan Hukum KLHK Wilayah Sumatera dan petugas BBKSDA Sumut. “Setelah pembahasan, tim gabungan menjalankan proses penangkapan pelaku dan berhasil.”
Hasil mitigasi tim maupun laporan dari mitra di lapangan, katanya, ditemukan indikasi sejumlah orang melakukan perburuan pengumpulan satwa lalu menjual untuk di dalam negeri maupun luar negeri. Satwa ini diburu dari Aceh dan dijual ke berbagai wilayah di Indonesia.
Ada dugaan kuat jaringan ini masih menyimpan beberapa satwa liar dilindungi termasuk anak orangutan Sumatera. Untuk dua bayi orangutan yang diamankan dari Rz, katanya, diduga dari Kota Langsa, dibawa ke Medan.
Meskipun belum diketahui asal satwa terancam punah ini namun dia meyakini para pemburu mengambil dari kawasan hutan baik di dalam maupun luar TNGL.
Dari pengembangkan kasus RZ, ada seorang lagi belum tertangkap. Dia merupakan broker untuk dua bayi orangutan yang diamankan petugas dari Rz selaku kurir untuk menjual satwa terancam punah ini.
Petugas gabungan pun bergerak lagi ke Kota Langsa dan berhasil menciduk B dan bawa ke markas Polda Sumut. Keduanya jadi tersangka.
“Kalau laporan yang kita terima dari kepolisian keduanya sudah tersangka, telah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan.”
Untuk kasus ini, katanya, akan diusut mulai dari penampung akhir hingga ke jaringan pemburu. Dia bilang, ada empat orangutan Sumatera dan satu anak harimau Sumatera disembunyikan jaringan lain. “Masih kita kejar.”
Bagaimana pengawasan?
Menurut dia, tak dapat dipungkiri masih ada pemburu masuk ke dalam hutan dan memburu satwa seperti orangutan. “Mungkin saja pengawasan di tingkat tapak belum kuat atau solid hingga masih ada ruang-ruang terbuka membuat tidak diketahui kapan pemburu masuk dan keluar hingga terjadi berulang dan muncullah kasus-kasus seperti yang terjadi sekarang.”
Untuk itu, katanya, perlu inovasi dan kreasi guna menekan ini terus terjadi. Untuk pengawasan di wilayahnya sedikit longgar karena masih terjadi pembalakan liar di sekitar perbatasan Sumut dan Aceh Tamiang. Namun, kata Palber, untuk daerah-daerah perbatasan lain seperti Langkat, Deli Serdang sampai Karo dan Tangkahan, dianggap masih dalam pengawasan yang baik.
Palber bilang, terlepas dari mana satwa diperoleh tetapi jadi pekerjaan rumah bagi semua pihak lewat kolaborasi untuk mencarikan solusi terbaik.
Polda Sumut, katanya, sepenuhnya mendukung pengamanan kawasan dan penyidikan. “Ini jadi harapan terbaik, di tingkat tapak terus memperbaiki diri, di tingkat kebijakan juga mendapat dukungan penuh dan luar negeri juga memberikan dukungan maksimal hingga jadi titik awal dalam penindakan serta pengamanan kawasan.”
Pengawasan, salah satu lewat patrol, katanya, akan terus ditingkatkan karena sudah keharusan.
Data Polda Sumut, menyebutkan, pembongkaran kasus orangutan Sumatera sampai 27 September ini jadi kasus keenam penggagalan upaya perdagangan.
Dari Wildlife Crime Protection menyebutkan, dalam 2022 sampai akhir Agustus 2023, setidaknya ada lima orangutan Sumatera yang diselamatkan dari perdagangan dan pemeliharaan ilegal.
Benvika, Direktur Jakarta Animal Aid Network (JAAN) mengatakan, upaya perdagangan satwa liar dilindungi khusus orangutan terus terjadi. Sebelum penyitaan 27 September lalu, pada Juni 2023 mereka juga berhasil membongkar jaringan perdagangan orangutan. Satwa terancam punah itu dibawa dari Kalimantan ke Jawa dan mau diselundupkan ke Thailand.
Dari contoh dua kasus ini, katanya, jaringan perdagangan satwa liar masih aktif. Penegak hukum, katanya, saatnya memperketat penjagaan dan pengawasan di pintu-pintu masuk serta keluar.
Penelusuran terhadap sindikat jaringan perdagangan satwa jenis orangutan ini harus terus dilakukan. Sejak 2008 hingga awal November 2022, mereka sudah membongkar sedikitnya 15 kasus upaya penyelundupan orangutan dari Sumatera dan Kalimantan. Kalau melihat data ini, setiap tahun mereka berhasil membongkar satu kasus perdagangan atau penyelundupan satwa jenis orangutan yang akan dikirim secara ilegal ke luar negeri.
“Kita apresiasi kepada para penegak hukum dan KLHK yang berhasil membongkar kasus ini, harapannya penjagaan bisa terus ditingkatkan.”
Reptil selundupan dari Malut
Perdagangan ilegal satwa dilindungi tak hanya terjadi di Sumut, juga di Maluku Utara. Pada 22 September lalu, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah I Ternate, menyita tujuh reptil dilindungi, terdiri dari tiga kadal panana (Tiliqua gigas) dan empat biawak Maluku (Varanus indicus). Reptil ini disita dari upaya penyelundupan melalui bandara Sultan Babullah Ternate, Maluku Utara.
Ceritanya, 22 September, Balai Karantina Ternate mendapat kontak dari Bandara Baabullah soal ada temuan reptil yang ditempatkan dalam kotak plastik dengan keterangan tertera sebagai kue kering.
Daerah tujuannya, menuju Pulau Jawa, lewat Bandara Soekarno Hatta dengan tujuan Tanjung Priok. Aktivitas ini terbongkar ketika paket yang diantar satu perusahaan jasa antaran barang itu, melewati x-ray di kargo bandara dan terdeteksi ada reptil.
Dengan temuan itu, bandara langsung menghubungi petugas Karantina Ternate untuk pemeriksaan. “Setelah kami periksa, reptil dalam kondisi sehat. Kami serahkan ke BKSDA untuk tindak lanjut,” kata Tasrif, Kepala Balai Karantina Pertanian Ternate.
Dia menjelaskan, sebelum serah terima reptil ini melalui tindakan karantina pemeriksaan untuk diketahui kesehatan reptil.
Reptil Malut, katanya, memang rawan penyelundupan. Karena itu, koordinasi dan sinergi dengan instansi terkait harus terus terjalin.
Abas Hurasan, Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah I Ternate bilang, setelah reptil diserahkan oleh Karantina Ternate ke BKSDA lalu dipantau setiap saat. Termasuk, diberi makan agar tidak mati sebelum dilepas ke habitat. “Tidak lama lagi kita akan lepas ke alam agar bisa hidup bebas di sekitar Ternate saja.”
Soal penyelundupan ini, katanya, akan didalami, karena alamat pengirim barang yang awalnya disebutkan barang berupa kue, ternyata adalah reptil dan pemilik tidak diketahui.
“Kita segera berkoordinasi dengan perusahaan paket antaran barang untuk meminta ditunjukan CCTV siapa sebenarnya pengirim dari hewan-hewan itu,” kata Abas.
Dia akui, ada tiga pengusaha yang memiliki izin dari BKSDA untuk mengirimkan satwa. Di Malut, ada tiga orang yang mengantongi izin surat angkut tumbuhan dan satwa liar dalam negeri. Mereka sering mengirimkan satwa satwa ini secara resmi.
“Dua pekan lalu ada yang kirimkan tetapi resmi. Yang ditangkap ini yang pengiriman tidak resmi hingga ditahan,” katanya.
Dalam dua bulan ini, BKSDA menahan pengiriman reptil ilegal pada Juli dan Septermber. Pada Juli, bandara menemukan 45 reptil berbagai jenis . “Yang 45 kita sudah lepas ke kawasan Batu Putih Sidangoli, Halmhera Barat,” katanya seraya bilang, satwa-satwa yang diamankan itu belum masuk dilindungi.
Muhdar Hasanat, pengusaha yang memiliki izin surat angkut tumbuhan dan satwa liar dalam negeri bilang, biasa setiap mengirim reptil ke Jawa. “Baru-baru ini saya kirim,” katanya.
Dia dapat kuota penangkapan hingga keberadaan di alam tetap terjaga. Di lapangan, Muhdar biasa membeli per ekor anakan reptil Rp100,000, tergantung motif. Kalau albino, harga makin mahal.
******