- Direktorat Reserse Kriminal Khusus [Ditreskrimsus] Kepolisian Daerah [Polda] Aceh, menangkap dua pelaku yang menjual bagian tubuh harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae], Jumat [19/1/2024].
- Mereka diamankan di Desa Tualang, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, saat hendak menjual kulit dan tulang satwa liar dilindungi tersebut.
- Inisial para pelaku adalah KDI [48] dan MHB [24]. KDI merupakan aparatur sipil negara [ASN] yang bekerja di Kantor Camat Serbajadi, Aceh Timur, sementara MHB merupakan petani.
- Harimau sumatera merupakan jenis satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus [Ditreskrimsus] Kepolisian Daerah [Polda] Aceh, menangkap dua pelaku yang menjual bagian tubuh harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae], Jumat [19/1/2024].
Kepala Kepolisian Daerah [Kapolda] Aceh, Irjen Pol, Achmad Kartiko, mengatakan pelaku diciduk saat hendak menjual kulit dan tulang satwa liar dilindungi tersebut.
“Inisialnya KDI [48] dan MHB [24]. Mereka diamankan di Desa Tualang, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur,” terangnya, Senin [22/1/2024].
KDI merupakan aparatur sipil negara [ASN] yang bekerja di Kantor Camat Serbajadi, Aceh Timur, sementara MHB merupakan petani. Keduanya warga Desa Seulemak, Serbajadi.
“Polda Aceh akan terus melakukan penegakan hukum terhadap kasus kejahatan lingkungan. Semua pelaku akan ditindak sesuai aturan yang berlaku,” ungkap Achmad.
Baca: Jual Kulit Harimau Sumatera, Pelaku Ditangkap di Aceh Tenggara
Direktur Reserse Kriminal Khusus [Dirreskrimsus] Polda Aceh, Kombes Pol Winardy menambahkan, penangkapan pelaku berawal dari informasi masyarakat terkait kegiatan mencurigakan. Penyelidikan dilakukan sejak 11 Januari.
“KDI berperan sebagai perantara yang menampung harimau hasil buruan sekaligus mencari pembeli, sementara MHB membantu penjualan. Keduanya dijerat Pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 21 ayat 2 huruf b dan d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana. Ancamannya lima tahun penjara dan denda Rp100 juta.”
Ditreskrimsus sedang mendalami kasus ini agar bisa diselesaikan dari hulu hingga hilir.
“Kami juga menyelidiki cairan apa yang disuntikkan ke tubuh harimau itu,” terang Winardy.
Baca: Lagi dan Lagi, Harimau Sumatera Terluka Akibat Jerat
Harimau jantan
Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Madya BKSDA Aceh, drh. Taing Lubis, pada hari yang sama mengungkapkan, hasil pemeriksaan menunjukkan harimau jantan ini diperkirakan berusia 12 tahun.
“Pemburu sangat ahli. Jerat yang dipakai hanya melukai kulit kaki depan kanan. Tidak menembus tulang kaki.”
Sebelum dikuliti, pemburu menyuntik harimau dikarenakan kondisinya belum mati. Kulitnya baru sekitar dua minggu atau masih baru.
“Bekas jarum terdapat di kaki kanan belakang. Kemungkinan, pelaku menguliti harimau saat masih hidup atau baru mati. Bila harimau mati lebih dari enam jam maka kulit dan dagingnya akan melekat, susah dipisahkan.”
Taing Lubis mengatakan, umumnya habitat harimau jantan dewasa di hutan. Tidak turun ke permukiman penduduk. Sangat diyakini, pelakunya sangat profesional.
“Setelah saya periksa, gigi taringnya tidak ada lagi. Sudah hilang,” paparnya.
Baca: Konflik Manusia dengan Harimau Sumatera Belum Berakhir
Kasus satwa liar dilindungi
Ditreskrimsus Polda Aceh mencatat, sepanjang 2020 hingga 2023, terdapat 27 kasus perburuan dan perdagangan satwa liar dilindungi yang ditangani di tingkat polres dan polda. Jumlah tersangka 36 orang.
Panit Subdit IV Tipiter Ditreskrimsus Polda Aceh, Iptu Wahyudi mengatakan, perburuan dan perdagangan ini disebabkan beberapa faktor, di antaranya permintaan pasar dan untuk koleksi.
“Ada permintaan membuat harganya tinggi. Rendahnya kesadaran masyarakat luas akan pentingnya satwa liar di alam, menyebabkan perburuan terus terjadi,” ujarnya, Kamis [18/1/2024].
Menurut Wahyudi, penegakan hukum terhadap perburuan dan perdagangan satwa liar penting dilakukan. Ini dikarenakan berdampak buruk pada kerusakan ekosistem dan kepunahan satwa.
“Kepolisian berupaya menekan kegiatan yang merusak lingkungan. Selain penegakan hukum, dilakukan juga pencegahan perburuan.”
Pegiat lingkungan yang memantau perburuan satwa dilindungi, Tezar Fahlevi mengatakan, hingga saat ini Provinsi Aceh masih menjadi pemasok satwa liar dilindungi ke pasar gelap.
“Satwa-satwa itu, hidup maupun mati, diburu di hutan Aceh. Lalu, dijual ke berbagai daerah Indonesia, bahkan luar negeri,” paparnya.
Harimau sumatera merupakan jenis satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi.