- Perdagangan kulit dan bagian tubuh harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae] masih terjadi di Aceh. Kasus terbaru, terungkap di Kabupaten Aceh Tenggara, pada Minggu [3/9/2023].
- Tim gabungan Sat Reskrim dan Sat Intelkam Polisi Resort Aceh Tenggara, menangkap seorang pelaku berinisial AN [35] saat melakukan transaksi di Desa Sukajaya, Kecamatan Lawe Sigala-Gala.
- Barang bukti berupa kulit dan bagian tubuh harimau yang disimpan dalam karung.
- Pelaku dijerat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Perdagangan kulit dan bagian tubuh harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae] masih terjadi di Aceh. Kasus terbaru, terungkap di Kabupaten Aceh Tenggara, pada Minggu [3/9/2023].
Tim gabungan Sat Reskrim dan Sat Intelkam Polisi Resort Aceh Tenggara, menangkap seorang pelaku berinisial AN [35] saat melakukan transaksi di Desa Sukajaya, Kecamatan Lawe Sigala-Gala.
“Pelaku memperlihatkan kulit dan bagian tubuh harimau yang disimpan dalam karung. Petugas langsung menangkapnya,” jelas Kepala Satuan Reserse Kriminal Polisi Resor Aceh Tenggara Iptu, Bagus Pribadi, Senin [4/9/2023].
Kulitnya utuh dan masih basah. Dalam karung juga ditemukan belulang dan beberapa gigi taring.
“Penangkapan dilakukan pukul 23.40 WIB. Beberapa personil menyamar sebagai pembeli,” ungkapnya.
Baca: Nasib Harimau Sumatera Masih Berkutat Konflik dan Perburuan
Hasil pemeriksaan menunjukkan, pelaku mendapatkan barang terlarang itu dari seorang pemburu yang berasal dari Kecamatan Leuser, Kabupaten Aceh Tenggara. Sementara, harimaunya diburu di wilayah Kompas yang juga berada di Kecamatan Leuser. Kompas merupakan blok hutan yang masuk Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL].
“Kami terus melakukan pengembangan kasus dengan harapan bisa menangkap pemburunya.”
Bagus menambahkan, AN ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
“Dia dijerat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara,” ungkapnya.
Baca juga: Sungai dan Harimau Sumatera
Tetap terjadi
Manager Program Lembaga Suar Galang Keadilan [LSGK] Missi Muizzan menyatakan, selama 2019 hingga 2022, diperkirakan telah terjadi 52 kasus perdagangan satwa liar di Aceh.
“Dari jumlah tersebut, harimau dan gajah sumatera yang paling banyak diperdagangkan,” jelasnya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Ahmad Shalihin mengatakan, perburuan dan perdagangan harimau sumatera akan terus terjadi jika tidak ada penegakan hukum menyeluruh.
“Perdagangan satwa liar dilindungi merupakan kejahatan luar biasa, karena melibatkan banyak pihak, mulai pemburu, pengepul, hingga penampung terakhir,” ujarnya, Selasa [5/9/2023].
Kawasan hutan Aceh, baik Leuser maupun Ulu Masen, merupakan wilayah para pemburu. Hasil buruan dijual ke Medan, Sumatera Utara, maupun kota-kota lain di Indonesia, bahkan ke luar negeri.
“Kalau yang ditangkap hanya pemburu atau agen tingkat pertama, pembeli pasti akan memesan pada pemburu lain.”
Sangat jarang, perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi diungkap hingga ke pembeli akhir.
”Jika terus seperti ini, jangan berharap kejahatan bisa dihentikan,” katanya.
Di Aceh, harimau sumatera berada di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] dan Ulu Masen.
Dalam Panduan Pemantauan Populasi Harimau Sumatera yang dikeluarkan Ditjen Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ditjen KSDAE KLHK 2017 dijelaskan, berdasarkan IUCN, status harimau sumatera adalah Kritis [Critically Endangered].
Berbagai upaya dilakukan pemerintah bersama lembaga mitra guna mengatasi kepunahan harimau sumatera. Seperti, penegakkan hukum, survei keberadaan harimau sumatera dan satwa mangsa, patroli pengamanan kawasan bentang alam, serta kampanye dan pelibatan masyarakat.
Sementara, laju penurunan populasi harimau sumatera dipicu beberapa faktor yaitu, degradasi dan fragmentasi habitat, konflik dengan manusia, serta eksploitasi sumber daya alam berlebihan.