Mongabay.co.id

Ekspor Terhenti, Pemprov Sumbar Diharapkan Segera Budidayakan Lobster Laut

 

Ekspor lobster laut dari Sumatera Barat terhenti sejak dua tahun terakhir. Data dari Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Padang melaporkan sepanjang 2022 dan 2023, tidak ada lobster laut asal Sumbar yang diekspor langsung melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM) maupun melalui pelabuhan.

“Untuk ekspor lobster, kami tidak ada. Hanya ada perdagangan domestik tujuan Jakarta dari Padang,” kata Kepala SKIPM Padang Abdur Rohman akhir Desember lalu.

Untuk perdagangan domestik, SKIPM Padang mencatat jumlah lobster yang dikirim menurun. Tahun 2022, lobster laut yang dikirim sebanyak 166.629 ekor (1.595 kg) senilai Rp12,6 miliar, sementara tahun 2023, lobster laut menurun menjadi 153.008 ekor dengan nilai Rp11,4 miliar.

“Penyebab tidak adanya ekspor langsung lobster laut ini, karena transportasi langsung ke negara tujuan yakni Cina dan Taiwan tidak ada. Mereka hanya bisa ekspor melalui Jakarta. Jadi banyak pelaku eksportir memilih ekspor melalui daerah lainya seperti Batam dan Jakarta,” jelasnya.

Melihat dari data sebelum tahun 2022, lobster laut Sumbar banyak dikirim ke Singapura dan Malaysia.

Sementara seorang eksportir di Padang, Missho menyebut kondisi ekspor lobster laut tengah lesu sejak setahun terakhir. “Tahun 2023, saya benar-benar diuji, hanya sedikit nelayan yang menjual hasil tangkapan lobster lautnya. Kata nelayan, hal itu terjadi pengaruh cuaca di laut,” katanya akhir Desember lalu.

baca : Pemerintah Sumatera Barat Mulai Kembangkan Budi daya Lobster

 

Seorang pekerja memperlihatkan lobster di bak penampungan milik eksportir Missho. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Saat dulu kondisi masih normal, katanya, pengiriman lobster ke negara tujuan yakni Singapura bisa dilakukan hampir setiap hari. Namun sejak sepuluh bulan terakhir ini, ia hanya bisa mengirim lobster laut dalam keadaan hidup dua kali dalam satu pekannya. Kalau dihitung rata-rata per bulan, lobster laut hanya dikirim sebanyak 200-300 kilogram saja.

Kondisi ini sangat buruk bila dibandingkan pada kondisi sebelum pandemi Covid-19. Rata-rata per bulan, ia bisa mengekspor lobster laut sebanyak 400-500 kilogram. “Jadi turunnya lebih dari 50 persen. Dimana sebelum Covid-19 bisa ekspor 5,4 ton per tahun, dan kondisi 2023 sampai saat ini hanya bisa ekspor 3,6 ton,” jelasnya.

Padahal saat ini, lanjutnya, harga lobster laut cukup tinggi. Untuk lobster laut hidup yang dibeli dari nelayan Rp430.000/kg dibanding sebelumnya seharga Rp100.000 – Rp350.000/kg.

“Lobster laut asal perairan Mentawai lebih bagus ketimbang lobster yang ditangkap di laut wilayah Kota Padang. Jadi ada perbedaan harga,” ucapnya.

Missho berharap pemerintah bisa membantu nelayan meningkatkan tangkapan lobster laut agar ekspor bisa meningkat. “Sekarang saya hanya kirim ke Singapura melalui Jakarta. Dulu pernah dikirim ke Batam tapi banyak yang mati lobster itu. Jika mati harganya turun menjadi 160ribu/kg,” katanya.

baca juga : Pertama di Indonesia, Teluk Jukung Lombok Timur ditetapkan Jadi Sentra Budidaya Lobster

 

Ilustrasi. Lobster yang menjadi hasil tangkapan andalan saat pembukaan egerk. Foto: Dok. Econusa

 

Budi daya Lobster Laut

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar Reti Wafda mengatakan pada 2024, pihaknya akan mulai melakukan budi daya lobster laut untuk dua jenis lobster yaitu lobster mutiara (Panulirus ornatus), dan lobster pasir (Panulirus homarus).

DKP Sumbar telah menetapkan tiga wilayah pantai di Sumbar yang dinilai layak untuk melakukan budi daya lobster laut.  “Tiga wilayah percontohan Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Mentawai,” ungkapnya, Selasa (02/01/2024).

Untuk itu, DKP Sumbar telah mengadakan rapat pemetaan potensi lobster pada Desember 2023, yang membahas tentang sumber benih bening lobster, pakan dan lokasi potensial pengembangan budidaya lobster.

Kegiatan survei pemetaan ini dilakukan di perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman. “Kita optimis dengan potensi lobster yang dimiliki Sumatera Barat dapat menjadi daerah dengan penghasil lobster kualitas terbaik,” ungkap Reti.

Saat ini DKP Sumbar telah memulai melakukan pembenihan lobster, sehingga saat budi daya mulai dilakukan, benih lobster telah tersedia.

“Kenapa lobster laut ini dibudidayakan, karena punya pangsa ekspor, ketimbang lobster air tawar. Untuk lobster air tawar bahkan sudah lama ada pihak yang membudidayanya, dan pangsa pasarnya masih domestik,” katanya.

baca juga : Kenapa Singapura Menerima Benih Lobster Selundupan?

 

Keramba jaring apung di kawasan perairan di Sungai Nyalo Mudiak Aia, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Ini merupakan salah satu kawasan yang akan dijadikan lokasi pembudidayaan lobster. Kawasan ini memiliki kualitas air yang bersih dan ombak relatif tenang. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Sebelum budi daya lobster laut dilakukan, DKP Sumbar akan berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk kepada nelayan pembudidaya untuk memastikan tata cara dan ketentuan yang sesuai aturan.

Dia mengatakan sangat penting adanya dukungan dari berbagai pihak. “Semoga nantinya dampak dari budi daya lobster laut positif, ekonomi masyarakat membaik, dan ekosistem di laut tetap terjaga dengan baik pula,” pungkasnya.

Efiandri (56), nelayan lobster yang ditemui Mongabay pertengahan Januari lalu menyebut tangkapan udang lobster memang mengalami penurunan tetapi ia tidak tahu penyebabnya. “Bisa jadi faktor cuaca atau sedang bukan musimnya, soalnya udang lobster ini membutuhkan waktu untuk berkembang mulai dari kecil hingga besar bercangkang,” sebutnya.

Ia menjelaskan biasanya dari 10 atau 15 lukah (perangkap tradisional) yang ia pasang di sekitar perairan Gates, rata-rata semuanya akan terisi udang lobster, tapi belakangan hanya terisi 3-5 lukah.

“Tadi dapat lobster jenis mutiara, sekilonya Rp380.000, karena beratnya cuma 3 ons dikasih Rp114.000, sedangkan lobster satu lagi tidak lolos sortir karena cangkangnya lunak,” sebut Efiandri saat menjual hasil tangkapannya ke pengepul lobster di kawasan Muara Padang.

baca juga : Operasi Bersama PSDKP: “Genderang Perang” Lawan Penyelundupan Benih Lobster

 

Kawasan perairan di Sikakap, Pulau Pagai, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Ini merupakan salah satu kawasan yang akan dijadikan lokasi pembudidayaan lobster. Kawasan ini memiliki kualitas air yang bersih dan ombak relatif tenang. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Dosen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta Padang, Amelia Sriwahyuni Lubis mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan hasil produksi lobster di alam, diantaranya penangkapan yang dilakukan secara kontinu dan waktu penangkapan yang tidak tepat.

“Penangkapan kontinu dapat mempengaruhi rasa aman lobster di alam. Hal ini menyebabkan lobster pada daerah penangkapan beruaya/berpindah tempat ke daerah lainnya. Penangkapan yang dilakukan secara kontinu sangat erat kaitannya dengan ketersediaan populasi lobster di alam,” sebutnya kepada Mongabay, Selasa (9/1/24).

Ia menambahkan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjaga ketersediaan lobster selain penangkapan yang teratur juga perlu dilakukan budidaya agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga.

“Upaya Dinas Kelautan Provinsi (DKP) Sumbar melakukan budidaya lobster tentunya sangat baik, selain menjaga ekosistem laut hal ini juga melatih masyarakat untuk mandiri secara ekonomi dan sebagai pemberdayaan masyarakat pesisir. Meski begitu, untuk hasil produksi nilai jual ekspor tentu perlu beberapa kajian untuk membuktikannya.Tapi minimal kita masih bisa jual di lokal dengan harga yang sama,” pungkasnya. (***)

 

Exit mobile version